Topi Bambu Raksasa Kabupaten Tangerang Raih Rekor Dunia
Topi bambu produksi Kabupaten Tangerang meraih rekor dunia. Penyerahan sertifikat rekor tersebut berlangsung pada penutupan pameran Kerajinan Indonesia sebagai Warisan Budaya (Kridaya) 2011 di Jakarta Convention Center (JCC), Minggu (7/8/2011). Apa keistimewaan topi bambu ini hingga meraih rekor dunia?
Topi bambu raksasa yang dibuat oleh Komunitas Topi Bambu, pengrajin, dan pengayam topi bambu di Kabupaten Tangerang, Banten ini pantas mendapatkan rekor dunia.
Topi seberat 2 Kg yang terbuat dari 172.800 anyaman dari 4 batang bambu yang panjangnya minimal 12 meter ini, diameter helai topinya 2 meter, mengalahkan topi buatan Mexico yang hanya selebar 1,5 meter.
Ketua MURI Jaya Suprana menyerahkan sertifikat rekor dunia untuk topi bambu raksasa ini kepada ketua panitia pameran Kridaya 2011 Triesna Wacik, yang kemudian diserahkan kepada ketua Komunitas Topi Bambu Agus Hasanudin.
“Tujuan pembuatan topi bambu raksasa ini untuk mengingatkan masyarakat dan juga pemerintah bahwa masih ada kerajinan topi bambu di Kabupaten Tangerang yang sudah mulai terlupakan,” kata Agus dengan harapan kembali terangkat dan Pemkab Tangerang jadi lebih peduli membantu para pengayam topi bambu yang jumlahnya sekitar 5.000 orang dan pengrajinnya sekitara 20-an yang berbentuk UKM.
Sejak tahun 1913, kata Agus, Kabupaten Tangerang sudah dikenal sebagai sentra produksi topi bambu yang sudah sangat terkenal. Terbukti logo kabupten ini bergambarkan sebuah topi. Distribusi topi bambu terutama topi pramuka sampai seluruh wilayah Indonesia, bahkan diekspor ke sejumlah negara Eropa terutama Parancis dan juga AS.
Sayangnya kejayaan produksi topi bambu ini tidak mengikuti perkembangan jaman sehingga kerajinan yang menjadi ciri khas Kabupaten Tangerang ini mengalami kemunduran. “Faktor lainnya para pengayam dan pengrajin topi bambu tinggal para orang tua. Sementara yang muda lebih memilih bekerja di pabrik-pabrik karena dianggap lebih menjajikan hasilnya,” akunya.
Nilai ekonomis topi bambu selama ini, kata Agus lagi, sangat rendah. Seorang pengayam minimal dapat mengayam 3 anyaman topi bambu per hari untuk yang ukuran agak besar. Sedangkan yang kecil cuma mampu 6 anyaman per hari. Satu anyaman bambu pramuka dihargai Rp 1.500. “Kalau sudah jadi topi dijual Rp 7.000 per topi,” kata Agus.
Kehadiran Komunitas Topi Bambu sejak Januari 2011, bertujuan untuk memberi udara segar baru buat nafas para pengayam dan pengrajin bambu sehingga perekonomiannya dapat meningkat. “Kami bukan saja membantu mempromosikan topi bambu ini lewat internet dan jejaring sosial serta sejumlah media. Pun menciptakan kreasi baru topi bambu yang lebih kekinian agar lebih variatif dan nilai jualnya lebih tinggi,” jelas Agus.
Saat ini, kata Agus lagi, Komunitas Topi Bambu sudah mendisain 5 model baru topi bambu. “Di antaranya ada topi demang, topi menir, dam topi Amsterdam. Bentuknya bunder tapi agak tipis. Biar banyak pilihan,” terangnya.
Dalam pameran Kridaya 2011 ini, topi bambu yang diberi nama topi gadis digemari turis Asia. “Orang Korea dan Jepang kemarin memborong topi gadis di pameran ini sampai stoknya habis,” akunya.
Rahman, salah satu pengrajin topi bambu di Kabupaten Tangerang berharap dengan berhasilnya topi bambu raksasa daerahnya meraih rekor dunia, selain menjadi lebih terkenal juga dapat menaikkan harga anyam dan topi bambu “Harapan saya mudah-mudah harga anyaman topi bambu dari Rp 1.500 bisa menjadi Rp 10.000 per anyaman. Sehingga harga topi yang sudah jadi juga ikut naik. Dengan begitu pendapatan masyarakat bisa lebih baik,” harapnya.
Naskah & Foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)
0 komentar:
Posting Komentar