Pergelaran Wayang Kulit Purwa 2010
Dalam rangka melestarikan wayang sebagai warisan budaya asli Indonesia yang sudah diakui dunia, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar) bekerjasama dengan Persatuan Pedalangan Indonesia (PEPADI) mengelar Wayang Kulit Purwa 2010 berlakon Banjaran Bratasena di Balairung Sapta Pesona, Jakarta, Jumat malam (1/10/2010). Menurut pedalangnya, wayang harus berubah. Apa maksudnya dan perubahan apa saja?
Banjaran Bratasena berkisah tentang tokoh Bima sejak kelahirannya hingga Phandhu Swarga. Sewaktu kecil Bama bertanya kepada Ibunda Kunthi perihal siapa bapaknya yang sebenarnya. Ibundanya menjelaskan bahwa Bima sejatinya putra dari Raja Astina Pandu Dewananta yanag sudah meninggal dan kini berada di dalam neraka. Bima bertanya lagi, dosa apa yang telah diperbuat ayahandanya hingga masuk neraka. Bima yang tumbuh menjadi pria gagah berbadan tinggi, besar, dan kuat berniat menolong ayahandanya keluar dari neraka apapun tebusannya.
Cerita Banjaran Bratasena ini terbagi menjadi beberapa babak. Dimulai dari babak Bimo Bungkus yang berkisah di Mandala Sara, sebuah hutan belantara lahirlah seorang bayi dengan keadaan terbungkus yang semakin lama semakin membesar. Bermacam binatang buas seperti singa, harimau, buaya dan lainnya berusaha memangsa bayi terbungkus itu namun semua gagal.
Suatu hari seekor gajah bernama Gajah Sena yang merupakan penjelmaan salah satu dewa dari khayangan berhasil memecahkan bungkusan bayi tersebut hinga mengeluarkan seorang pria kstaria dari bungkusan tersebut. Keduanya saling adu kekuatan dan pria kstaria itu menang. Arwah dan jasad Gajah Sena menyatu ke jasad dan jiwa pria kesatria yang akhirnya dikenal dengan nama Bima.
Babak selanjutnya Pendadaran Sokalima, Balesigala-gala, Prabu Boko, Babad Wanamarta, Bimo Suci, dan Pandu Swarga. Secara garis besar cerita wayang kulit purwa ini diharapkan turut andil membentuk karakter bangsa.
Menbudpar Jero Wacik dalam sambutan untuk pagelaran wayang kulit purwa ini menjelaskan bahwa Indonesia sudah berhasil memperjuangkan wayang di UNESCO, dimana pada 2003 wayang diakui sebagai salah satu Masterpiece of the Oral nad Intangible Heritage of Humanity. Dan 2008 wayang sudah terantum dalam Representative List of the Intangible Cltural Heritage of Humanity.
Kata Jero Wacik lagi, wayang bukan sekadar tontonan. “Lewat wayang kita dapat memperoleh tuntunan dan pelajaran untuk memahami kehidupan. Sebab wayang kaya akan falsafah hidup, ajaran etika dan moral, nilai-nilai spritual, dan keindahan seni,” terangnya.
Ketua PEPADI Ekojtipto menjelaskan pagelaran wayang kulit ini dalam rangka menghidupkan tradisi wayangan di Istana Negara yang sudah ada sejak pemerintahan Presiden RI pertama Soekarno. “Kini tradisi tersebut dihidupkan kembali meskipun bukan di Istana Negara karena alasan keamanan dan situasi yang tidak memungkinkan, melainkan di Kemenbudpar,” jelasnya.
Sejalan Kemajuan Jaman
Ki Sun Gondrong, pedalang pergelaran wayang kulit ini mengatakan pertunjukan wayang harus berubah mengikuti modernisasi. “Bila wayang tidak sejalan dengan gerak kemajuan jaman, wayang hanya menjadi romantisme tradisional,” imbaunya.
Perubahan wayang yang bisa dilakukan, tambah pedalang bernama asli Sun Sahrir kelahiran Tulung Agung ini, misalnya dengan memberi penambahan unsur musik, lawakan, dan tarian. “Sejauh ketiga unsur tambahan tersebut mendukung atau masih berkaitan dengan benang merah ceritanya, tak ada salahnya dimanfaatkan dalam pementasan wayang kulit,” terangnya.
Rupanya dalam pergelaran wayang kulit purwa ini, pedalangnya ingin membuktikan imbauannya tersebut. Dalam pergelaran wayang ini dia selingi dengan musik dan lagu yang dibawakan oleh pemain musik dan beberapa sinden perempuan. Bahkan salah satu sindennya adalah wanita bule yang berkebaya hijau muda dan berkonde ala perempuan Jawa. Sejak awal kehadiran sinden perempuan orang asing itu sudah menarik perhatian tamu undangan dan penonton.
Naskah & Foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)
0 komentar:
Posting Komentar