15 Langkah Manajemen Bencana Terpadu
Bencana datang kapan saja dan dimana saja. Itu sudah kodrat-nya. Tapi lewat ilmu pengetahuan, manusia bisa memprediksi, mempersiapkan, dan mengatasinya untuk meminimalisir kerusakan dan korban yang ditimbulkan. Caranya dengan menerapkan manajemen bencana secara terpadu.
Adalah bencana dasyat gempa disusul tsunami di NAD beberapa tahun lalu yang membuka mata kita, apa itu bencana. Peristiwa alam itu memberi sinyal peringatan sekaligus pelajaran berharga bagaimana seharusnya kita bersikap dan menyikapi bencana.
Ketika itu penanganannya masih carut-marut karena kita belum siap, bahkan banyak yang baru tahu apa itu gempa, terlebih tsunami. Banyak pihak yang belum mengerti bagaimana menangani bencana berskala dunia itu dengan cepat dan efektif. Manajemen bencana belum dijalankan dengan baik. Dan ketika itu orang masih memaklumi.
Seharusnya penanganan bencana-bencana yang timbul sesudah gempa & tsunami Aceh yang terjadi di beberapa daerah di Tanah Air, dapat lebih baik dan efektif. Ternyata itu pun belum. Pasalnya manajemen bencana belum benar-benar dilakukan secara terpadu. Padahal kalau itu diterapkan dapat menekan sekecil mungkin kerugian baik korban dan harta benda akibat bencana.
Berikut ini ada 15 (limabelas) langkah menerapkan manajemen bencana terpadu untuk menanggulangi bencana besar yang sewaktu-waktu bisa terjadi di negeri ini:
1. Mencatat bencana alam yang kerap menjadi langganan Indonesia.
Dilihat dari kondisi iklim dan cuaca, Indonesia hanya mengalami dua musim, yakni musim hujan yang biasanya mengakibatakan bencana alam banjir, air bah, dan longsor serta angin topan. Kemudian musim panas yang jerap menimbulkan bencana kekeringan dan kebakaran. Di antara dua musim itu terdapat musim pancaroba, yakni peralihan antara musim panas ke hujan atau sebaliknya yang kerap menimbulkan bencana penyakit seperti malaria, diare, dan demam berdarah.
Di lihat dari tofografi, wilayah Indonesia terdiri dari ribuan pulau yang dilalui 3 (tiga) lempengan besar yakni Indoaustralia, eurasia, dan pasifik yang terus bergerak hingga kerap mengakibatkan gempa tektonik. Jika gempa jenis inia terjadi adi dasar lautan dengan skala tinggi, adapat menimbulkan tsunami atau gelombang laut yang besar.
Berdasarkan peta zona teknonik ada 5 (lima) wilayah yang rawan tsunami di Indonesia. Zona A berada di Sumatera, B (Jawa, Bali, Lombok, & Sumbawa), C (Flores & Timor), D (Pulau Benda), dan Zona E terletak di Halmahera. Daerah yang relatif aman ada di Kalimantan dan utara Jawa.
Indonesia juga terdiri dari puluhan gunung berapi aktif baik di daratan maupun yang timbul di dasar laut. Sewaktu-waktu gunung-gunung tersebut bisa erupsi (meletus), menyemburkan awan panas, abu vulkanik, melontarkan batu, dan mengalirkan lahar dan lava. Apalagi kalau gunung api aktif yang ada di dasar laut itu meletus hebat, dapat memicu bencana tsunami sebagaimana pernah terjadi dengan Gunung Krakatau di Selat Sunda pada 1883 yang menewaskan puluhan ribu orang di Sumatera dan Jawa, terutama Jawa Barat dan Lampung.
2. Menyusun bencana alam yang selama ini tidak terduga.
Bencana alam yang selama ini tak terduga yang ternyata berdampak besar itu antara lain bencana asap. Penyebabnya kebakaran hutan dan padang rumput, baik karena faktor alam maupun kesengajaan seperti pembakaran hutan untuk membuka lahan pertanian, perkebunan, ladang, dan tepat tinggal. Terlebih pada musim kemarau panjang, biasanya sejumlah hotspot (titik api) di berbagai wilayah di Indonesia semakin banyak terutama di Kalimantan dan Sumatera.
Bencana asap dulu dianggap sepele, padahal merugikan bahkan sampai merambah ke negara lain. Selain membahayakan keselamatan masyarakat, karena asap bisa menyebabkan berbagai penyakit pernafasan seperti asma dan paru-paru. Efeknya juga menggangu roda perekonomian, lantaran sejumlah penerbangan ikut terganggu.
3. Mensosialisasikan pengetahuan seputar bencana secara kontinyu.
Pensosialisasiannya itu ditujukan kepada seluruh lapisan masyarakat. Bahkan seharusnya pengetahuan bencana menjadi sub mata pelajaran di mata pelajaran IPS atau Geografi di sekolah-sekolah atau bahkan sejak Taman Kanak-Kanak hingga perguruan tinggi dengan tujuan agar masyarakat kita melek bencana sejak dini.
Pensosialisasian pengetahuan bencana ini juga harus diberikan kepada masyarakat dari mulai keluarga, RT, kelurahan, kecamatan, kabupaten sampai tingkat nasional, Pengetahuan bencana ini mencakup berbagai macam bencana, khususnya bencana yang kerap terjadi di masing-masing wilayah, sejarah bencana, tanda-tanda bencana, dan penanggulangannya.
4. Menghidupkan kearifan lokal tentang pengetahuan bencana.
Dia beberapa daerah, masyarakatnya memiliki pengetahuan rambu-rambu alam tersendiri dalam mengetahui datang bencana. Pengetahuan tersebut diwarisakan oleh leluhur secara turun-temuran. Contohnya penduduk Pulau Simeuleu, NAD yang terbiasa mengenal tanda-tanda datangnya tsunami secara konvensional hingga dapat menyelamatkan diri.
5. Memasang alat sistim peringatan dini sebagai tanda bahaya gempa dan tsunami.
Alat-alat pendeteksi tersebut harus dipasang di beberapa daerah rawan di Indonesia dengan kondisi yang selalu berfungsi dengan baik.
6. Memprediksi bencana yang akan terjadi dikemudian hari berdasarkan observasi dan penelitian.
Misalnya dengan mengetahui daerah-daerah yang kelak dilanda gempa dan tsunami. Dengan adanya prediksi ini, setidaknya kita dapat mengantisipasi bencana yang akan datang dengan membangun bangunan yang tahan gempa atau mengkaji tata ulang pembangunan di daerah-daerah rawan gempa.
7. Menyiapkan tim medis dan penyelamatan khusus bencana.
Tujuannya untuk mengurangi jumlah korban yang jatuh dan dapat dengan segera memberi pertolongan dan pengobatan kepada korban yang sakit.
8. Menambah jumlah rumah sakit dengan tenaga pelayan, perlengkapan, dan obat-obatan yang memadai.
Rumah sakit besar dan komplit jangan hanya terkonsentrasi di wilayah berpenduduk padat seperti Jakarta atau kota besar lain. Tapi juga harus ada di kota-kota kecil dan daerah-daerah rawan bencana meskipun penduduknya tidak terlalu padat. Perlu diingat, penyakit pascabencana bisa menambah jumlah korban.
9. Mempersiapkan dan memiliki tim bencana yang profesional sesuai dengan jenis bencana.
Tim atau badan pengendali bencana tersebut selayaknya dimiliki setiap daerah, terlebih di daerah-daerah rawan bencana. Dengan begitu setiap daerah akan mampu menangani bencana alam sendiri di wilayahnya masih-masing. Bila bencananya besar, tentu tim bencana dari daerah lain termasuk dari pusat harus turun tangan, saling bahu-membahu mengatasinya.
10. Perlengkapan untuk mengantisipasi bencana harus memadai.
Perlengkapan tersebut dapat digunakan dengan baik, mulai dari pakaian, peralatan tim bencana sampai pada peralatan berat, termasuk alat komunikasi dan transportasi.
11. Membentuk tim relawan yang terdiri atas tenaga ahli, profesi, dan tenaga umum.
Tim relawan harus terkoodinir dengan baik, tahu apa tugas masing-masing sesuai target. Tim relawan ini harus ditempatkan di semua jajaran, jangan semuanya dibawa ke lokasi bencana. Pembagian tugas harus jelas dan tepat. Ada yang bertugas sebagai tim medis, psikologis, dapaur umum, pengangkut logistik dan obat-obatan baik di tempat pemberangkatan ataupun di gudang-gudang penampungan logistik. Tim transportasi terdiri dari sopir dan petunjuk jalan serta tenaga pengangkut barang.
12. Membuat tim penyusun data korban dan pengungsi, pencariaan dan pengumpulan mayat.
Tujuannya agar data korban dan lainnya itu cepat tersebarluaskan untuk kepentingan publikasi, penyelamatan, dan penanganannya.
13. Membentuk tim kebersihan yang kuat.
Tugasnya membantu membersihkan puing-puing terutama di lokasi umum dan jalan-jalan utama untuk membuka dan memperlancar akses ke titik-titik bencana dan penampungan.
14. Membentuk tim keamanan yang solid.
Tim ini sangat dibutuhkan mengingat setiap bencana yang timbul, animo masyarakat yang datang luar besar. Ada yang bertujuan memberi sumbangan, tak sedikit yang sekadar ingin melihat, memotret atau merekam lokasi kejadian. Kehadiran mereka sungguh menggangu tim lain yang sedang bekerja.
15. Bekerjasama dengan para awak media peliput bencana baik cetak, elektronik, dan online.
Tujuannya untuk menginformasikan kondisi terkini termasuk jalannya penanggulangan bencana agar masyarakat dan pihak-pihak terkait mendapat informasi yang akurat dan cepat.
Bila ke-15 langkah manajeman bencana terpadu ini benar-benar diindahkan, kelak jika terjadi bencana besar, kita sebagai bangsa besar pasti mampu menanganinya lebih profesional, cepat, dan efektif, termasuk penanganan pascabencana gempa disusul tsunami di Mentawai, Sumatera Barat dan meletusnya Gunung Merapi di Yogyakarta yang baru-baru ini terjadi. Kita ini harus bisa jadi bangsa mandiri, jangan terlalu berharap belas kasihan negara lain, berhutang apalagi meminta-minta bantuan.
Naskah & Foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)
Cat.: Tulisan ini boleh disebarluarkan untuk kepentingan publikasi, pendidikan, pengetahuan, penyuluhan, penerangan, seminar, diskusi, dan lainnya, asal menyebutkan/mencantumkan nama penulis dan sumbernya.
0 komentar:
Posting Komentar