Tiga Perempuan, Tiga Teater, Satu Panggung
Tiga sutrada-ra perempu-an masing-masing menampilkan sugguhan teater berbeda dalam satu panggung di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini, Jakarta semalam (7/5). Ada teater yang menyuguhkan komposisi tarian dan suara dinamis. Dilanjutkan teater realis yang mengisahkan kaitan masa lalu seseorang dengan masa depannya. Dan terakhir teater musikal yang menceritakan perlakuan deskriminatif perempuan Cina.
Seorang perempuan berbaju putih, melayang-layang di udara menjadi suguhan utama dalam pementasan teater tari bertajuk Me, Seruas dengan Tanda Kutip arahan sutradara sekaligus penulis naskah Yuniati Arfan Snn.
Sambil melayang bak bunga ilalang yang tertiup angin musim semi, gadis muda itu mengajak semua orang yang dijumpainya merasakan apa yang dirasakan baik sedih, senang, maupun bimbang. Buatnya dunia itu selalu tersenyum, memberikan damai hingga dia terbang melayang, menembus ruang waktu penuh warna-warni masa kecil dan suara-suara yang menariknya ke masa lalu yang jauh sekali.
Pertunjukan berdurasi 45 menit ini dibagi dalam tiga babak. Dari awal sampai akhir, teater yang memunculkan sisi terdalam manusia yang jarang tersentuh ini sangat kaya gerak imajinatif. Terkadang gerakan para pemainnya sangat lamban hingga mencuatkan keheningan dan kepedihan, tiba-tiba sangat menghentak memunculkan keceriaan dan kelucuan, dan tentu saja melayang-layang yang menghadirkan ketenangan dan keringanan hidup.
Makna pementasan yang mengajak orang untuk tersenyum agar alam membalasnya dengan senyuman terindah ini berakhir dengan happy ending. Sambil membawa balon aneka warna, seluruh pemain menari dan menyanyikan suara hati “...mengejar cita tiada lelah.. mencari cinta begitu indah...”.
Satu Hari, begitu judul pementasan teater berikutnya yang mengupas kisah masa lalu seorang perempuan bernama Mutia yang akhirnya berdampak buruk terhadap masa depannya. Teater berdurasi 40 menit arahan sutradara sekaligus penulis naskah Sari W. Suci ini terbagi dalam 2 babak.
Meski tema yang diangkat dalam teater realis ini sangat umum, namun pemainnya mampu menghadirkan ekspresi yang menarik. Adegan pemerkosaan yang brutal tetap ditampilkan dalam kemasan artistik.
Teater yang mengajak orang untuk melupakan masa lalu yang suram untuk meraih masa depan ini berakhir sad ending. Mutia yang membunuh ayah tirinya yang telah memperkosanya dengan cara meminumkan cairan beracun, akhirnya mengakhiri hidupnya dengan cara minum obat lantaran depresi berat.
Teater terakhir bertajuk Perempuan Itu Cina hadir dengan tampilan setting sederhana bernuansa hitam dan merah nan artistik. Visualisasi tiga lampion dan kostum khas perempuan Cina berikut pemeran utamanya seorang perempuan berwajah oriental sangat mendukung judul tersebut.
Teater berdurasi 45 menit yang terbagi 4 babak arahan sutradara sekaligus penulis naskah Mery Kasiman ini menghadirkan pemain musik cello, perkusi tambur, flute, dan bebatuan.
Yang menarik dari teater ini, berhasil mengkombinasikan harmonisasi suara, bunyi-bunyian dari bermacam alat musik, dan tentu saja gerak sesua tema yang menyatu secara keseluruhan.
Ketiga pementasan teater dalam satu panggung ini dipersembahkan PeQho (baca: Pekho), sebuah komunitas teater yang berdisi sejak 2000. Buat Anda yang ingin menyaksikan pertujukan bertajuk Panggung dari Perempuan (2): “Yesterday Once More” ini masih ada kesempatan hari ini, Sabtu (8/5) pukul 19.00-22.00 WIB di Teater Kecil, TIM. Harga tanda masuknya Rp 40.000 per orang.
Naskah & Foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)
0 komentar:
Posting Komentar