Memburu Songkok Gorontalo di Kaki Lima, Lebih Bercerita
Di sela-sela meliput Festival Pesona Danau Limboto (FPDL) 2017 di Kabupaten Gorontalao, 21-25 September, TravelPlus Indonesia meluangkan waktu memburu Songkok (peci/topi) khas Gorontalo yang dalam bahasa lokal disebut Upiya Karanji atau Kopiah Keranjang.
Sebenarnya di beberapa pusat oleh-oleh Gorontalo seperti di Maharani Souvenir yang berada di Jalan Nani Wartabone, Kota Gorontalo, seberang Masjid Agung Baiturahim ataupun di pameran kerajinan tangan FPDL 2017 yang berlangsung di Pentadio Resort, tepian Danau Limboto, Kabupaten Gorontalo juga menjual/menjajakan bermacam jenis Songkok Gorontalo. Harganya pun sudah jelas, sesuai bandrolnya. Tak perlu menawar lagi.
Entah kenapa, TravelPlus Indonesia merasa kurang puas, dan masih ingin mencari pedagang Songkong Gorontalo di kaki lima yang biasa mangkal di kawasan Pasar Tua, Kelurahan Biawu, Kecamatan Kota Selatan, Kota Gorontalo.
Siang itu usai menyambangi Maharani Souvenir, TravelPlus Indonesia langsung menuju pasar tersebut. Setelah berputar-putar di pasar, akhirnya ketemu juga dengan pedagang Songkok Gorontalo.
Namanya Paris, pria berumur di atas 60 tahun itu berjualan di depan Apotik Malolui di Jalan M. T. Haryono, kawasan Pasar Tua.
Bermacam Songkok Gorontalo digelar Paris di lantai depan apotik tersebut.
Ada yang berbentuk kopiah atau peci polos dengan harga Rp 70 ribu, kopiah bertuliskan Provinsi Gorontalo Rp 90 ribu.
Ada pula yang berupa pet atau topi Rp 75 ribu, berbentuk bundar Rp 50 ribu, dan topi pantai yang lebar Rp 150 ribu. Kalau beli banyak, masih bisa ditawar.
Ada yang berbentuk kopiah atau peci polos dengan harga Rp 70 ribu, kopiah bertuliskan Provinsi Gorontalo Rp 90 ribu.
Ada pula yang berupa pet atau topi Rp 75 ribu, berbentuk bundar Rp 50 ribu, dan topi pantai yang lebar Rp 150 ribu. Kalau beli banyak, masih bisa ditawar.
Ukuran Songkok-nya pun bermacam. Mulai dari Nomor 5 sampai 10. Semakin besar nomornya semakin besar pula ukurannya.
Semua jenis Songkok tersebut, Paris beli dari sentra Songkok Gorontalo di dekat Bandara Jalaluddin, sekitar 40 Km dari pusat kota.
Menurut Paris yang sudah puluhan tahun berjualan Songkok Gorontalo di kawasan Pasar Tua tersebut, banyak orang mengira Songkok Gorontalo itu terbuat dari rotan, padahal bukan. “Bahannya dari akar atau sulur tanaman Mintu, bukan rotan,” ujarnya.
Tanaman Mintu itu, lanjut Paris hanya tumbuh di hutan-hutan Gorontalo. “Bentuknya memang seperti pohon rotan liar,” terangnya.
Akar Mintu beda dengan rotan. “Kalau rotan agak keras dan getas. Sedangkan sulur-sulur tanaman Mintu lebih lentur dan benyak mengandung air,” tambahnya.
Karena itu, untuk membuat Songkok terlebih dahulu sulur-sulur Mintu dikeringkan di bawah matahari sampai warna kulitnya kecoklatan.
Setelah itu, kulitnya dilepaskan dari batangnya dengan menggunakan pisau khusus. Kemudian bagian dalam batangnya yang mirip batang bambu dibelah-belah sebesar lidi. Lalu dianyam sesuai keinginan pengrajin.
Songkok Gorontalo pernah nge-hits lantaran pernah dikenakan H. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur sewaktu menjabat sebagai Presiden RI ke-4 sampai beliau wafat.
Kabarnya Gusdur mendapatkan Songkok Gorontalo berbentuk peci dari pemberian seorang Ulama di daerah Paguyaman, Kabupaten Boalemo saat kunjungan tidak resminya ke daerah tersebut.
Sejak itu Songkok Gorontalo pun terkenal pula secara nasional dengan julukan Songkok Gusdur.
Presiden Jokowi pun pernah mengenakan Songkok Gorontalo berbentuk kopiah, sewaktu masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Belum lama ini gengsi Songkok Gorontalo meninggi lagi lantaran pernah dipakai Wakil Gubernur Terpilih DKI Jakarta, Sandiaga Uno saat berkampanye.
Kata Paris, Songkok Gorontalo diminati banyak wisatawan saat berkunjung ke Gorontalo. “Soalnya kata banyak orang unik dan tradisional sekali. Dipakainya pun tidak bikin gerah atau panas meskipun lama dikenakan,” terangnya.
Nah, buat Anda yang ingin membeli aneka Songkok Gorontalo di Pasar Tua ini, sebaiknya datang pagi hari. Soalnya Paris hanya berdagang mulai pukul 8 pagi sampai 12 siang dari Senin sampai Sabtu. Kalau Hari Minggu, dia tidak berjualan.
Usai memborong aneka Songkok Gorontalo, luangkan waktu keliling Pasar Tua dengan becak bermotor alias bentor, kendaraan khas Gorontalo.
Kabarnya Pasar Tua ini sudah ada sejak masa Kerajaan Islam Sultan Amay masuk di Kota Gorontalo, sekitar tahun 1495 masehi.
Sultan Amay kala itu yang menyebarkan Agama Islam di Gorontalo melalui jalur perdagangan.
Selagai masih di sana, jangan lupa mampir ke masjid tua, namanya Masjid Hunto.
Selepas Shalat Sunah Tahitaul Masjid dan Solat Wajib 5 Waktu, lanjutkan berwisata kuliner tradisional Gorontalo dan atau memborong Jagung Pulut dan Pisang Gepok-nya yang berukuran besar-besar.
Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)
Captions:
1. Songkok Gorontalo berbentuk peci atau kopiah yang pernah nge-hits sewaktu dipakai Presiden Gusdur.
2. Songkok Gorontalo berupa topi atau pet.
3. Songkok Gorantalo berbentuk topi pantai.
4. Aneka Songkok Gorontalo yang dijajakan Paris di kawasan Pasar Tua, diminati wisatawan nusantara.
0 komentar:
Posting Komentar