Ribuan Payung Geulis Tasik, Bikin Peserta Karnaval ini Tampil Centil dan Cantik
Minggu pagi itu, ruas jalan utama di Jakarta ini nampak beda. Parasnya berwarna-warni, bikin banyak orang tertarik. Adalah ribuan payung geulis, yakni payung kertas berlukis khas Tasik (Tasimalaya, Jawa Barat) yang membuatnya tampil jadi lebih cantik.
Sekurangnya ada 3.000 payung warna-warni (didominasi payung geluis) yang dibawa utamanya oleh kaum perempuan mulai dari remaja sampai orang tua saat mengikuti Karnaval Jalan Cantik dan Keren Etnik Nusantara 2016.
Dinamakan begitu, karena karnaval ini dilakukan dengan pawai berjalan kaki dari depan gedung Kementerian Pariwisata (Kemenpar) di Jalan Merdeka Barat (dekat patung kereta kuda Monas) menyusuri Jalan Thamrin hingga Bunderan HI lalu balik lagi.
Pesertanya tampil cantik karena berpenampilan etnik nusantara. Masing-masing mengenakan pakaian adat dari berbagai daerah di Tanah Air, seperti kebaya Sunda, Jawa, Betawi, Dayak, Batak, Melayu, NTT, busana khas Bali, dan lainnya.
Namun jujur yang membuat mereka keren, karena masing-masing membawa serta payung geulis (meski tak semuanya, ada juga payung biasa) beraneka warna kuning, hijau, merah, biru tua, putih, ungu, orange, pink, dan biru muda saat berpawai. Alhasil sepanjang ruas jalan yang mereka lalui berubah rona, ikut-ikutan jadi lebih cantik.
Mereka pun berhasil menarik perhatian ribuan orang yang tengah beraktivitas jalan-jalan santai menikmati jalanan bebas kendaraan atau Car Free Day di Minggu pagi itu. Dan bisa ditebak, karena tampil centik dan keren, mereka pun jadi objek sasaran selfie dan wefie sejumlah warga.
Sebelum berpawai, seluruh peserta karnaval yang digelar oleh Kemenpar bekerjasama dengan Lions dan Pemprov DKI Jakarta ini berkumpul di halaman depan Gedung Kemenpar sejak pukul 6 pagi, bahkan ada yang datang usai Subuh.
Di tempat itu, mereka menukarkan kupon untuk mengambil snack kotak dan payung geulis dari panitia. Sebelum berpawai, beberapa peserta ada yang menampilkan kebolehannya antara lain cheer leader, aksi barongsai, dan liong serta marching band.
Setelah mendapatkan payung geulis, sejumlah peserta pun ber-selfie dan ber-wefie ria. Namun yang menarik perhatian, yang paling heboh, centil, dan narsis justru para ibu dibanding anak mudanya. Mereka seperti tak mau mau disaingi peserta yang muda-muda.
“Ayo jeng sini, kita wefie, mumpung lagi cantik gini lho pakai payung geulis,” kata salah satu ibu yang terlihat paling centil mengajak rekannya yang juga tak kalah centilnya.
Setelah peserta berkumpul semua, dari panggung utama Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Nusantara, Kemenpar, Esthy Reko Astuti bersiap melepas pawai Karnaval Jalan Cantik dan Keren Etnik Nusantara 2016 yang terlihat sudah tak sabar ingin segera berpawai.
“Kalau nanti saya bilang Pesona Indonesia, tolong dijawab Wonderful yah..,” begitu kata Esthy seraya mempromosikan branding pariwisata nasional Pesona Indonesia sekaligus Wonderful Indonesia di event tersebut.
Even bernuansa budaya ini, lanjut Esthy memang bertujuan untuk memperkenalkan kedua national branding Pariwisata Indonesia tersebut kepada seluruh peserta dan tentunya masyarakat.
Karnaval ini pun dikaitkan dengan peringatan Hari Kartini. "Yang kita peringati disini pemikiran-pemikiran Ibu Kartini yang sudah menginspirasi perempuan-perempuan Indonesia masa kini termasuk ibu-ibu yang ikut dalam karnaval ini," ujar Esthy.
Jika kegiatan ini rutin digelar dan dikemas lebih menarik lagi, tentunya dapat mendukung pariwisata. "Bisa menambah kunjungan wisatawan baik nusantara maupun mancanegara," ungkap Esthy lagi.
Sebelum seluruh pawai karnaval ini dilepas, pembawa acara di atas panggung mengumumkan urutan peserta pawai.
Diurutan terdepan ada kelompok Ondel-Ondel, kemudian para Abang dan None (Abnon) Jakarta, lalu para peserta, Marching Band pelajar SMA, disusul para peserta lagi, selanjutnya IKOCI (Ikatan Koko & Cici) Jakarta, kemudian para peserta lagi, lalu Barongsai, dan terakhir kelompok Liong.
“Bagi ibu-ibu yang sudah senior (uzur-red), jangan memaksakan diri ikut berpawai. Buat yang ikut jangan lupa jaga kebersihan dan ketertiban. Sampahnya dimasukkan ke kantong plastik dulu lalu di buang ke tempat sampah, jangan nyampah di jalanan yah. Kalau bikin kotor, tahun depan, kita bisa tidak dapat ijin lagi berpawai karnaval,” pesan Esthy sebelum peserta bergerak.
Pada hitungan ketiga, akhirnya peserta pawai karnaval ini pun melaju perlahan meninggalkan halaman gedung Kemenpar menuju jalan utama Jakarta dengan rute yang sudah ditentukan. Saat keluar halaman, mereka diiringi kelompok marching band orang dewasa yang membawakan lagu-lagu tradisional Betawi seperti Jali-Jali, dan lainnya.
Lagi-lagi, beberapa ibu peserta karnaval ini kembali ber-wefie ria sambil bergaya bak model. Kali ini mereka bernarsis bareng Ondel-Ondel. Mereka terlihat begitu lebur dalam suasana ceria penuh canda tawa, layaknya sedang reunian dengan sohib-sohib lama.
“Kapan lagi bisa tampil cantik dan keren bareng Ondel-Ondel seperti ini,” ujar salah seorang ibu yang bergaya seperti ibu-ibu pejabat dengan rambut sasak dan kaca mata fashion-nya serta payung geulisnya.
Tak bisa dipungkiri payung geulis dari Kota Tasikmalaya ini bikin orang yang membawanya terlihat lebih PeDe (Percaya Diri), centil, dan berasa lebih cantik. Bisa jadi karena payung tradisional ini memiliki nilai seni, keunikan, dan keindahan tersendiri dibandung payung modern.
Geulis dalam Bahasa Sunda bermakna elok atau cantik yang ditujukan lebih kepada perempuan. Pada masa lalu payung kertas ini digunakan sebagai pelengkap mode para mojang (perempuan) Tasik.
Biasanya para mojang ketika itu mengenakan kebaya Sunda sambil membawa payung geulis untuk melindungi wajahnya yang putih bening dan geulis dari terik matahari.
Keunikan dari payung geulis, selain warnanya yang cerah juga ada lukisan bunga warna-warni di bagian atas sebagai penghias. Lukisan aneka bunga tersebut dikerjakan langsung dengan tangan oleh para perajin yang kemahirannya didapat dari warisan generasi pendahulunya secara turun-temurun.
Ada dua motif lukisan payung geulis yakni motif hias geometris berbentuk bangunan yang lebih menonjol seperti garis lurus, lengkung, dan patah-patah. Satu lagi motif hias non geometris yang terinspirasi dari bentuk alam seperti manusia, hewan, dan tanaman.
Keunikan lainnya, rangka payung geulis ini terbuat dari bambu. Rangka tersebut kemudian ditutup dengan kertas yang diikat dengan benang. Usai proses perekatan, payung tersebut diberi warna, dan dilukis dengan motif atau corak bunga yang indah. Secara keseluruhan proses pembuatan payung geulis ini dilakukan secara manual.
Jika dulu payung ini digunakan para mojang Tasik untuk keperluan sehari-hari, belakangan fungsi payung ini berubah sebagai hiasan rumah, koleksi seni, perlengkapan tari, pawai, dan lainnya.
Keberadaan Karnaval Jalan Cantik dan Keren Etnik Nusantara 2016 ini, tak bisa dipungkiri ikut meningkatkan ekonomi para perajin payung geulis, di antaranya yang berdomisili di Panyingkiran, Kecamatan Indihiang, Kota Tasikmalaya.
Jika sebuah karnaval membutuhkan 3.000 payung kertas, tentu akan menggeliatkan kembali produksi payung kertas yang semakin lama semakin menyusut. Sebuah payung geulis untuk ukuran kecil hingga besar dibanderol dengan harga sekitar 20.000 sampai Rp 50.000 per payung.
Bukan cuma itu, aneka kuliner tradisional dan modern juga ikut terdongkrak, pasalnya di karnaval ini juga ada bazaar kuliner yang menjual bermacam kuliner tradisional seperti empal gentong, nasi kuning khas Manado, nasi pecel, dan bermacam panganan serta minuman yang diminati peserta karnaval dan pengunjung.
“Asyik payung geulis ini boleh kita bawa pulang. Eh jeng nanti kita welfie lagi dengan payung geulis ini di rumahku ya,” ajak ibu cetil dan masih terlihat cantik itu usai berpawai.
“Iya dong cantiiiik..,” balas rekannya yang tak kalah centil sambil icip-icip salah satu kuliner dari bazaar karnaval itu.
Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com)
0 komentar:
Posting Komentar