Minggu, 21 Juli 2024

Webinar FMI Ini Angkat Update Regulasi Wisata Pendakian Gunung di Indonesia


Webinar "Safe Climbing In Nepal's Himalayan Ice Mountains" yang digelar Federasi Mountaineering Indonesia (FMI) secara online pada Sabtu (20/7/2024) bukan cuma menyampaikan tips praktis mendaki gunung es di Himalaya, Nepal pun mengangkat regulasi wisata pendakian gunung di Tanah Air.

Sebelum mengetahui apa saja regulasi pendakian gunung yang berlaku di Indonesia saat ini serta manfaat yang didapat pengelola maupun pendaki bila mengindahkannya, TravelPlus Indonesia suguhkan terlebih dulu pengertian regulasi itu sendiri.

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata regulasi mempunyai arti pengaturan.

Menurut buku Regulasi Pengelolaan Wakaf di Indonesia (2020) oleh Jaharuddin dan Radiana Dhewayani, pengaturan berasal dari kata dasar aturan adalah cara (ketentuan, patokan, petunjuk, perintah) yang telah ditetapkan supaya dituruti.

Jadi pengertian sederhana regulasi wisata pendakian gunung itu adalah aturan terkait wisata pendakian gunung yang harus diterapkan/diindahkan oleh pihak-pihak terkait.

Menurut Gatot Wisnu Wiryawan (Assessor dan Instruktur PWGI), salah satu pemateri "Safe Climbing In Nepal's Himalayan Ice Mountains"  yang memberikan materi bertajuk "Update Regulasi Pendakian di Indonesia", saat ini ada 4 regulasi yang menjadi acuan dalam pengelolaan wisata pendakian gunung di Tanah Air.

Keempat regulasi itu, pertama Standar Nasional Indonesia (SNI) No 8748 Tahun 2019 tentang pengelolaan kawasan wisata pendakian gunung. Kedua,  peraturan yang dikeluarkan Kemenparekraf No 3 Tahun 2021 tentang kegiatan wisata minat khusus, salah satunya pendakian gunung. Ketiga, Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 2011 tentang pengelolaan kawasan  taman nasional serta keempat, Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2010.

Keempat regulasi yang menjadi acuan dalam mengatur pengelolaan wisata pendakian gunung di Indonesia tersebut, lanjut Inoe panggilan akrabnya, belakangan ini sangat ditekankan oleh pemerintah untuk diterapkan secara komprehensif mengingat kegiatan pendakian gunung sudah masuk industri dan semakin masif peminatnya.

Tujuan penerapan regulasi-regulasi tersebut untuk memberikan pelayanan pendakian gunung yang prima dari pengelola kawasan pendakian gunung. "Selain itu untuk meminimalisir terjadinya kecelakaan yang bersifat patal dalam kegiatan pendakian gunung," terang Inoe.

SNI 8748:2019 disusun oleh berbagai pihak terkait antara lain dari kalangan pecinta alam, pendaki gunung, dan praktisi, mengingat selama ini belum ada panduan khusus yang berstandar dalam mengelola kawasan wisata pendakian gunung yang baik dan berfasilitas yang bisa meng-cover kalau misalkan terjadi kecelakaan saat pendakian.

"Itu latar belakang penyusunannya. Dan akhirnya tahub 2019 dikeluarkannya SNI 8748:2019," ungkapnya seraya menambahkan kalau SNI tersebut menjadi acuan para pengelola kawasan pendakian gunung untuk membuat aturan-aturan terkait wisata pendakian gunung.

Menurut Inoe, hampir seluruh wisata pendakian gunung di Indonesia berada di kawasan taman nasional (TN).

Pengertian TN adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.

"Jadi pengertian tersebut juga harus dimasukkan ke dalam aturan-aturan yang dibuat oleh pengelola wisata pendakian gunung berdasarkan regulasi yang sudah ada," terangnya lagi.

Inoe mencontohkan beberapa balai TN saat ini sudah menerapkan booking online bagi setiap pendakian yang ingin melakukan pendakian.

"Jadi tidak ada lagi pendaki-pendaki yang masuk lewat jalur tikus atau melalui jalan belakang di gunung tersebut," ungkapnya.

Contoh lainnya di beberapa gunung saat ini juga sudah tersedia emergency shelter. "Penyediaan fasilitas itu di kawasan pendakian gunung termasuk bagian dari SNI No 8748 Tahun 2019 dengan tujuan agar respon serta tindakan penyelamatan dalam kecelakaan pendakian gunung dapat berlangsung cepat, tepat, dan lebih efektif," jelasnya.

Begitupun dengan penyediaan klinik tes kesehatan sebelum atau pra-pendakian di setiap kawasan pengelolaan wisata pendakian gunung.

"Nah, dengan SNI itu tidak ada lagi surat kesehatan palsu dan lainnya karena cek kesehatan dilakukan secara langsung agar  bisa men-screening pendaki yang memang benar-benar siap untuk mendaki secara kesehatan," bebernya lagi.

Termasuk peraturan pemeriksaan alat-alat yang dipakai pendaki gunung, apakah sudah sesuai standar atau belum.

"Jadi SNI ini menjadi standar para pengelola kawasan untuk menerapkan aturan-aturan pendakian gunung agar pelayanan serta perlindungan kepada pendaki gunung paripurna," tegas Inoe.


Pendakian Ramah Lingkungan
 
Apakah dalam regulasi pendakian gunung di Indonesia yang berlaku saat ini memasukan pula aturan bagi setiap pendaki untuk berprilaku ramah lingkungan mengingat banyak sekali gunung yang kotor, rusak oleh ulah dan sampah pendaki?

Menurut Inoe sebenarnya aturan zero waste atau nol sampah dalam pendakian gunung  saat ini sudah diterapkan dibeberapa gunung, termasuk bermacam saksi yang diberikan bagi pendaki yang melanggar. 

Misalkan sanksi buat pendaki yang tidak membawa sampah logistiknya sendiri turun, harus membayar denda atau harus balik lagi untuk mengambil sampahnya atau sanksi tidak boleh naik gunung selama periode tertentu. "Namun pelaksanaan aturan itu masih naik turun," ungkapnya.

Masalah sampah di gunung, sambungnya memang masih menjadi momok utama dalam pengelolaan di kawasan wisata pendakian gunung.  

"Untuk itu perlu dibuat terobosan terkini terkait SNI yang sudah dibuat. Dan masalah pendakian ramah lingkungan ini harus terus digaungkan," pungkasnya seraya menegaskan bahwa intinya regulasi pendakian gunung ini sangat penting diterapkan/diindahkan agar keselamatan pendaki terjaga begitupun dengan keasrian/kebersihan/keindahan alam gunungnya.

Selain Inoe, webinar FMI yang diikuti 100 lebih peserta dari berbagai kota/daerah di Jawa dan luar Jawa serta dipandu Angie Erditha, MD, MScIH ini juga menghadirkan 4 pemateri lain, yakni Martin Rimbawan (Seven Summiter Dunia) yang menyampaikan materi berjudul "Experience terkena AMS di Everest";  Mr. Nima Nuru Sherpa (CEO Nepal Mountaineering Association);  ⁠M Iqbal El Mubarak, MD ( Kabid K3 PB FMI) : "Kesehatan Perjalanan"; dan Miftakhul Ulum (Kabid Keanggotaan APGI) Summiter Mount Aconcagua & Mount Elbrus dengan materi berjudul "Untungnya pakai Guide saat naik gunung".  

Teks & foto: Adji TravelPlus, IG @adjitropis, TikTok @FaktaWisata.id

Captions:
1Gatot Wisnu Wiryawan alias Inoe saat menyampaikan materi bertajuk "Update Regulasi Pendakian di Indonesia" dalam Webinar FMI bertopik "Safe Climbing In Nepal's Himalayan Ice Mountains" .
2. Sampah yang ditinggalkannya pendaki gunung tak ramah lingkungan, ini jangan ditiru!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.