Makan Berhidang (ada pula yang menyebutnya 'Beridang') di rumah maupun di surau saat kendurian ataupun hajatan, itu sudah biasa/lumrah. Tapi kalau di dalam perahu sambil menyusuri sungai, itu baru beda dan tentunya jauh lebih berkesan.
Perahu wisata warna-warni berhias rangkaian bunga plastik sudah menunggu di Pantai Kute, Kuala Terusan, Kecamatan Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau, Rabu siang itu.
Koq, ada pantai di sungai dan kenapa disebut Pantai Kute? Itu pertanyaan yang muncul di benak TravelPlus Indonesia ketika pertama kali mendengar namanya.
Ternyata pantai yang dimaksud bukanlah pantai yang ada di tepian laut sebagaimana Pantai Kuta yang ada di Bali maupun di Lombok.
Pantai yang satu ini merupakan daratan yang terbentuk di tepian Sungai Kampar yang oleh penduduk setempat diberi nama Pantai Kute.
Kata 'Kute' sendiri kependekan dari Kuala Terusan, nama desa dimana pantai sungai itu berada.
Di pantai itu, perahu wisata kayu bercat warna pink, hijau, dan biru yang dinahkodai Muhijul (45) siap membawa rombongan dari Jakarta yang datang sehari sebelum menggelar Focus Group Discussion (FGD) Dalam Rangka Fasilitasi Pengembangan Destinasi Wilayah Barat Area III yang digelar Kementerian Pariwisata (Kemenpar) melalui Asisten Deputi Pengembangan Destinasi Regional 1, Deputi Bidang Pengembangan Destinasi Pariwisata.
FGD tentang pengelolaan homestay di destinasi wisata itu sendiri berlangsung keesokan harinya di Hotel Unigraha, Pangkalan Kerinci, Ibukota Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau, Kamis, 4 Juli 2019.
Rombongan penyelenggara FGD berikut nara sumber (narsum) yang dipimpin Asisten Deputi Pengembangan Destinasi Regional I Kemenpar, Lokot Ahmad Enda bersama Kepala Bidang (Kabid) Destinasi Regonal I Area III, Kemenpar Ramlan Kamarullah didampingi Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga (Disbudparpora) Kabupaten Pelalawan Andi Yuliandri dan Kabid Pemasaran Pariwisata Kabupaten Pelalawan Susi Amiliana beserta sejumlah stafnya, satu per satu menaiki perahu itu.
Di bagian atap perahu itu terbentang backdrop coklat muda dan putih bertuliskan: "Selamat Datang Asisten Deputi Pengembangan Destinasi Regional I Beserta Rombonga" dengan disertai logo Pesona Indonesia.
Di bagian dalam perahu yang bisa menampung sekitar 20 orang itu, sudah tersaji Makan Berhidang di atas karpet plastik beragam motif juga berwarna-warni.
Untuk menghalau udara panas, bagian kiri kanan perahu dipasang tirai kain juga berwarna pink, biru, dan putih. Alhasil secara keseluruhan penampilan perahu wisata itu benar-benar ngejreng abies alias full colour.
"Makan Berhidang ini cara makan tradisional orang Melayu di Riau, termasuk di Pelalawan," terang Andi Yuliandri menjelaskan aneka menu yang tersaji di dalam perahu itu.
Dalam Makan Berhidang di perahu wisata itu terdapat empat nampan bundar berbahan aluminium, dimana setiap nampannya berisi semangkuk Udang Galah Goreng; semangkuk Ikan Baung Asam Pedas; sepiring lalapan pete rebus, daun singkong muda rebus, potongan ketimun, dan daun kemangi; serta dua piring kecil yang masing-masing memuat Sambal Terong Asam khas Melayu dan Sambal Goreng.
Di sekiling luar setiap nampan ada dua piring masing-masing berisi buah salak, rambutan, dan jeruk; sepiring kue talam hijau; sepiring kue bolu, sepiring camilan risol, dan semangkuk besar nasi putih, beberapa botol air mineral serta gelas berisi teh es manis.
"Satu nampan beserta aneka menunya itu bisa untuk 4 sampai 5 orang," tambah Andi.
Nampan di paling ujung dekat nahkoda perahu dikhususkan buat Lokot selaku pimpinan rombongan, bersama Ramlan, Andi, dan Budi Setiawan yakni dosen Poltekpar Sahid Jakarta yang menjadi narsum utama FGD kali ini.
Tiga nampan lainnya diperuntukkan buat para staf.
Tak lama kemudian perahu melaju perlahan mulai menyusuri Sungai Kampar.
Uniknya air sungai ini berwarna lebih gelap kehitaman seperti warna air teh.
Sambil menyantap aneka menu makan siang itu, Andi menjelaskan kalau cara makan berhidang ini sengaja diperkenalkan agar wisatawan dari luar Pelalawan mengetahui bahwa orang Melayu juga punya cara makan tradisional tersendiri.
"Kalau kita sajikan makanannya di perahu ini dengan cara prasmanan apalagi cuma nasi kotak, itu biasa sekali, tidak membuahkan kesan. Tapi dengan cara tradisional seperti ini akan jauh lebih berkesan sekaligus menambah pengalaman baru bagi wisatawan yang belum pernah," terang Andi.
Apa yang disampaikan Andi, disetujui Lokot. Menurut Lokot sebuah destinasi wisata seyogyanya menawarkan kekuatan local wisdom atau kearifan lokalnya, antara lain seperti cara Makan Berhidang ini.
"Bila cara makan dan wadahnya sudah unik dan ramah lingkungan, ditambah makannya enak, bersih, halal, dan higenies, jelas bakal berkesan buat wisatawan," ungkap Lokot.
Namun jangan lupa, sediakan pula tempat sampah yang unik dan bersih di perahu serta di beberapa titik di Pantai Kute agar pengunjung tidak buang sampah sembarangan di pantai maupun di sungai.
"Begitupun toiletnya, harus bersih, nyaman, dan kalau perlu unik. Kalau perjalanan menyusuri sungai ini panjang, sebaiknya perahu ini juga menyediakan toilet yang bersih. Termasuk di Pantai Kute yang menjadi lokasi keberangkatan perahu ini. Intinya fasilitas pendukung perlu ditingkatkan lagi," pesan Lokot.
Penilaian serupa juga diutarakan Ramlan Kamarullah. Menurutnya jika unsur Sapta Pesona (aman, tertib, bersih, indah, sejuk, ramah tamah, dan kenangan) diterapkan di Pantai Kute dan Wisata Susur Sungai Kampar ini, pasti wisatawan merasa nyaman dan akan terus berbondong-bondong berdatangan.
"Selfie spot di Pantai Kute harus dikemas lebih menarik, unik, dan beragam. Begitu juga dekorasi perahunya agar lebih instragamable," ujarnya.
Menurut Ramlan membangun fasilitas pendukung di destinasi wisata harus diiringi dengan pemahanan Sadar Wisata kepada pengelola dan masyarakat setempat yang terlibat.
"Wisata susur sungai ini potensial sebagai destinasi wisata minat khusus buat pasar wisnus dan wisman. Tinggal bagaimana pegelolanya mengemas dan membuatnya menjadi daya tarik wisata yang menarik dan berbeda agar wisatawan yang datang terkesan, dan ingin datang lagi," imbaunya.
Budi Setiawan menambahkan tak kalah penting mengedepankan faktor keselamatan terutama selama penyusuran sungai.
"Setiap perahu wisata yang beroperasi di sini, harus menyediakan life jacket atau jaket pelampung sesuai jumlah penumpang termasuk dengan nahkoda dan ABK-nya. Pengunjung yang berenang di Pantai Kute juga harus dalam pengawasan," pesannya.
Susi Amiliana mengatakan wisatawan yang ingin menikmati makan berhidang sambil berwisata susur Sungai Kampar juga bisa.
"Satu paket makan berhidang ini Rp 250 ribu untuk satu nampan berikut aneka buah, nasi, kue dan air minum," terangnya.
Pantai Kute ini, lanjut Susi buka setiap hari. "Tiket masuknya, sementara hanya membayar parkir Rp 2000 per kendaraan," ungkapnya.
Muhijul, sang nahkoda perahu menambahkan kalau wisatawan inign naik perahu wisata dikenakan tarif Rp 10 ribu per orang dengan durasi penyusuran pergi-pulang sekitar 30 menit.
"Ada sekitar 9 perahu wisata di sini. Beroperasi setiap hari mulai pukul 9 pagi sampai 5 sore," ungkap pria asli Kuala Terusan ini.
Kalau wisatawan belum puas, bisa memilih berwisata susur sungai ke Hutan Suaka Marga Satwa Kerumutan yang terletak di Desa Kerumutan.
"Selama penyusuran bisa melihat hutan yang indah dengan beragam flora dan fauna serta kegiatan masyarakat yang ada di rumah apung atau rakit mencari ikan. Di rumah apung wisatawan bisa melihat proses pembuatan ikan salai dan bermacam ikan yang dijual. Bisa juga sambil memancing ikan air tawar seperti ikan toman, tapah, gabus, lele, dan ikan baung," terang Muhijul.
TravelPlus Indonesia menilai Wisata Susur Sungai Kampar sambil Makan Berhidang amatlah menjual.
Kalau bisa perahu wisatanya menggunakan perahu tradisonal setempat yang didekor dengan dekorasi khas Melayu.
Tak cuma itu, biar penumpang tak jenuh bisa dihibur dengan suguhan musik tradisonal Melayu.
Apalagi kalau setiap penumpangnya diharuskan mengenakan aksesoris atau pakaian khas Melayu, misalnya kalau laki-laki mengenakan Tanjak alias ikat kepala tradisional Melayu dan juga sarung, sedangkan penumpang perempuan mengenakan baju kurung Melayu atau aksesoris khas lainnya.
Semua aksesoris itu harus tersedia di Pantai Kute dan disewakan dengan harga terjangkau.
Jika semua itu dikemas secara profesional dalam sebuah ragam paket wisata, tentu keberadaan Pantai Kute dan Wisata Susur Sungai Kampar akan menjadi ladang pendulang kunjungan wisatawan bagi Pelalawan khususnya dan juga Riau.
Nah, buat Anda yang tertarik naik perahu wisata sambil Makan Berhidang di Pantai Kute, bisa mengurus sendiri secara digital sebagai "Millennial Traveller" di era "Millennial Tourism“ ini.
Anda bisa memesan tikep pesawat dari kota asal ke Bandara Sultan Syarik Kasim II, Pekanbaru secara online sesuai waktu kunjungan yang sudah Anda tentukan.
Begitupun sewa rental car untuk menjemput Anda di bandara ke Pangkalan Kerinci sampai ke Pantai Kute.
Pesan secara online pula penginapan di Pangkalan Kerinci agar praktis.
Informasi detil termasuk calendar of events-nya bisa Anda cari tahu melalui akun IG @pariwisatakabpelalawan atau juga ke Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga (Disparbudpora) Kabupaten Pelalawan.
Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)
Captions:
1. Menyusuri Sungai Kampar sambil santap siang ala Makan Berhidang gaya tradisional Melayu.
2. Wisatawan tengah bersantai di tepian Pantai Kute alias Kuala Terusan, Kecamatan Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan, Riau.
3. Perahu wisata dikhususkan buat Wisata Susur Sungai Kampar.
4. Perahu wisata dengan backdrop bertuliskan: "Selamat Datang Asisten Deputi Pengembangan Destinasi Regional I Beserta Rombongan" dengan disertai logo Pesona Indonesia.
5. Satu nampan Makan Berhidang ala Melayu yang berisi semangkuk Udang Galah Goreng; semangkuk Ikan Baung Asam Pedas; sepiring lalapan pete rebus, daun singkong muda rebus, potongan ketimun, dan daun kemangi; serta dua piring kecil yang masing-masing memuat Sambal Terong Asam khas Melayu dan Sambal Goreng.
6. Wisata Susur Sungai Kampar sambil Makan Berhidang amat potensial menjaring wisatawan.
7. Perahu wisata bersandar di dekat Pantai Kute.
8. Wisatawan bersantai di pondok sederhana di Pantai Kute.
9. Wisata Susur Sungai Kampar harus dikemas lebih profesional dengan menerapkan Sapta Pesona.
10. Tiga perempuan penumpang perahu Wisata Susur Sungai Kampar.
11. Muhijul, nahkoda perahu wisata yang membawa rombongan dari Jakarta menyusuri Sungai Kampar.
12. Salah satu pemandangan di sepanjang penyusuran sungai.
13. Kemasan Wisata Susur Sungai Kampar sambil Makan Berhidang harus ditingkatkan lagi dengan mengedepankan kearifan lokal khas Melayu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.