Surfing Bono di Sungai Kampar, Kecamatan Teluk Meranti bagi pariwisata Kabupaten Pelalawan bahkan Provinsi Riau, amatlah penting. Agar keberadaan dan keistimewaannya yang langka tetap eksis, tak ada cara lain selain merawatnya dengan sebaik-baiknya.
Dibilang istimewa sebab surfing Bono bukan di laut sebagaimana biasanya tapi memanfaatkan gelombang di sungai yakni Sungai Kampar di Kecamatan Teluk Meranti, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau.
Gelombang sungainya yang disebut Bono oleh warga setempat sampai 7 lapis gelombang.
Para peselancar bule menyebutnya ‘Seven Ghosts’ alias ‘Tujuh Setan’ yang dulu ketinggiannya bisa mencapai 7 meter dengan durasi sampai 1 jam lebih.
Di sungai lain, masih di Riau memang ada tapi tak sedasyat di Sungai Kampar.
Begitupun di negara lain, juga pernah ada gelombang serupa seperti di Sungai Batang Lumpar di Malaysia, Siene (Perancis), Shubenacadie, Stewackie (Kanada), Yang Tse-Kiang dan Hangzhou (China), Amazon (Brazil), serta Sungai Gangga di India.
Namun menurut beberapa peselancar dunia yang pernah mencoba beberapa sungai itu, memastikan Sungai Kampar-lah yang paling banyak gelombangnya, paling tinggi gelombangnya, dan paling lama durasi atau rentang waktu sampai habis gelombangnya.
Alhasil sejak tahun 2010, surfing Bono di Sungai Kampar, Teluk Meranti ini menjadi surga baru para peselancar dunia, terutama dari Perancis, Australia, Brazil, dan juga Bali-Indonesia.
Sampai saat ini penyebab pasti mengapa Sungai Kampar sampai bergelombang 7 lapis belum diketahui.
Penelitian untuk mencari tahu jawabannya masih terus dilakukan oleh sejumlah pihak terkait.
Ada yang mengatakan Bono merupakan gelombang yang terkategori Tidal Bore, yakni fenomena hidrodinamika yang terkait dengan pergerakan massa air dimana gelombang pasang menjalar menuju ke hulu dengan kekuatan yang bersifat merusak.
Beberapa orang berpendapat gelombang ini muncul akibat pertemuan tiga gelombang laut dari Laut China, Laut Jawa, dan Selat Malaka. Ketiga arus laut itu kemudian menyatu ke muara hingga masuk ke badan Sungai Kampar terus-menerus.
Tak sedikit pula yang bilang pola Sungai Kampar yang berbentuk huruf ‘V’ turut memicu terjadinya gelombang yang berlapis-lapis.
Desakan arus yang semula luas kemudian mengerucut setibanya di muara hingga ke badan dan hulu sungai ini.
Legenda Bono
Pendapat-pendapat di atas secara logika memang masuk akal dan mungkin bisa benar, meski belum pasti benar. Tapi ada satu lagi yang menyebabkannya demikian, dan ini terkait dengan kepercayaan masyarakat. Semacam legenda.
Konon, Bono yang terdapat di Sungai Kampar merupakan pasangan jantan dari Bono betina yang terdapat di Sungai Rokan.
Saat musim pasang mati, Bono jantan mengajak main Bono betina di Selat Malaka.
Kalau bulan mulai membesar, keduanya pulang ke tempat asal masing-masing, Bono jantan mudik ke Sungai Kampar dan Bono betina kembali ke Sungai Rokan.
Saat bulan semakin purnama, keduanya saling berpacu dengan cepat ke tempat asalnya dengan suara yang bergemuruh.
Legenda lain menyebutkan pada awalnya Bono di sungai ini berjumlah 7 ekor. Tapi salah satunya mati dan menghilang tertembak meriam Belanda.
Ke-6 ekor Bono yang tersisa, dari yang kecil hingga yang besar pada saat-saat tertentu mengamuk bak seekor induk yang marah besar karena kehilangan anaknya.
Bagi warga sekitar Kuala Kampar, keberadaan Bono bukanlah hal aneh.
Mereka sejak lama mengakrabinya dan menjadikannya sebagai wahana bermain sekaligus menguji kecakapan berperahu dengan menaklukan Bono yang oleh masyarakat setempat disebut Bekudo Bono.
Bahkan pada zaman Belanda, rakyat Teluk Meranti ini sering ditantang keberaniannya oleh Belanda untuk Bekudo Bono dengan imbalan Rp 5 yang saat itu bernilai cukup tinggi.
Namun bagi wisatawan, terlebih para surfer bule, Bono buka sekadar fenomena alam yang menakjubkan. Melainkan surga baru, untuk melampiaskan hasrat 'menari-nari' di atas 7 lapis ombak dengan sebilah papan selancar.
Contohnya tahun lalu sejumlah surfer dari Australia antara lain Dylan Hallard, Nathan White, dan Hendric Even melampiaskan kegemarannya 'mencumbui' Bono.
Kedatangan para surfer asing sejauh ini pun berdampak terhadap perekonomian masyarakat Teluk Meranti.
Salah satu buktinya, sejumlah warga disana menjadikan rumah sebagai homestay bagi para peselancar mancanegara dan juga wisatawan.
Namun keistimewaan Bono belakangan ini dikabarkan agak mencemaskan. Ketinggiannya lambat laun berkurang.
Seorang tetua di Teluk Meranti, Abu Sama sebagaimana dikutip kompas.com mengatakan sejak dibangunnya dam Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Kotopanjang, ketinggian gelombang Bono berkurang, khususnya saat mencapai Desa Teluk Meranti.
"Kekuatan gelombang dipecahkan oleh dam PLTA. Dulu orang pernah melihat gelombang Bono di dekat muara Sungai Kampar bisa mencapai 7 meter," ungkapnya.
Dugaan penyebab lainnya juga diutarakan Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga (Disbudparpora) Kabupaten Pelalawan Andi Yuliandri disela-sela acara Focus Group Discussion (FGD) Dalam Rangka Fasilitasi Pengembangan Destinasi Wilayah Barat Area III yang digelar Kementerian Pariwisata (Kemenpar) melalui Asisten Deputi Pengembangan Destinasi Regional 1, Deputi Bidang Pengembangan Destinasi Pariwisata di Hotel Unigraha, Pangkalan Kerinci, Ibukota Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau, Kamis, 4 Juli 2019.
Kata Andi kegiatan pengerukan pasir di Sungai Kampar di wilayah Kabupaten Kampar juga diduga menjadi penyebabnya.
"Pelebaran Sungai Kampar di Teluk Meranti akibat abrasi dan pembuatan kanal-kanal di lahan perkebunan sawit juga dugaan sementara lainnya yang membuat ketinggian Bono kini menjadi 4 meter," terang Andi.
Bila keempat dugaan sementara penyebab menurunnya ketinggian Bono tersebut didiamkan, sambung Andi, dikhawatirkan ketinggian Bono bisa semakin menurun bahkan mungkin lenyap.
Menurut Andi, surfer yang terbanyak datang berselancar Bono ini dari Australia. "Tapi belakangan ini berkurang krn cost-nya mahal terutama biaya sewa speedboat berkapasitas 2-3 untuk ke lokasi awal Bono, harga sewanya bisa 2 juta-an per hari," ungkapnya.
Terkait dugaan penyebab menurunnya kualitas Bono, Asisten Deputi Pengembangan Destinasi Regional I Kemenpar, Lokot Ahmad Enda dalam kegiatan FGD pengelolaan homestay menyarankan dibuat tim kajian untuk melakukan penelitian.
"Pihak Pemprov Riau dalam hal ini Dispar-nya harus segera membuat surat permintaan dukungan untuk membuat penelitian yang ditujukan ke Menpar Arief Yahya dengan tembusan ke menteri koordinator kemaritiman dan pihak terkait lainnya," saran Lokot.
Kepala Bidang (Kabid) Destinasi Regonal I Area III, Kemenpar Ramlan Kamarullah menyarankan terlebih dulu dibuat pertemuan semacam FGD tentang penyelamatan masa depan Bono untuk mendengarkan permasalahan Bono selama ini dari pihak Pelalawan dengan empat dugaan sementara penyebabnya tersebut dan juga dari hasil penelitian yang kabarnya pernah dilakukan sebelumnya.
"Pertemuan itu juga harus mengundang para ahli sungai, dan setelah ditemukan baru dibentuk tim penelitian. Dari hasil penelitian, nanti baru diketahui penyebab pastinya dan kemudian dicarikan solusinya," terang Ramlan.
Admonadi selaku Asisten Administrasi Bidang Pembangunan Kabupaten Pelalawan ketika membuka secara resmi FGD mewakili Bupati H.M. Harris mengatakan keberadaan Bono yang amat istimewa dan langka harus benar-benar diperhatikan.
Kekhawatiran sejumlah pihak terhadap keberadaan Bono saat ini muncul karena Bono menjadi andalan pariwisata bukan cuma bagi Pelalawan tapi juga Riau.
Memang Riau masih punya sederet daya tarik wisata lainnya, seperti Taman Nasional Tesso Nilo dan wisata menyusuri Sungai Kerumutan di Pelalawan serta sport tourism Tour de Siak, Pacu Jalur, dan Bakar Tongkang. Tapi tetap saja tak terbantahkan surfing Bono paling unik dan langka karena tinggal dua di dunia.
Tak heran kalau akhirnya Bono menjadi daya tarik utama pariwisata Kabupaten Pelalawan, bahkan sejak 2017 lalu menjadi destinasi andalan Riau sebagai objek wisata minat khusus incaran peselancar mancanegara dan menjadi pusat kunjungan wisatawan lokal dan nusantara yang ingin melihat Bono serta akitivitas wisata surfing di sungai.
Naskah: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)
Foto: dok. Disbudparpora Kabupaten Pelalawan & Adji K.
Captions:
1. Para peselancar tengah 'menari' diatas gelombang Bono Sungai Kampar, Teluk Meranti, Pelalawan.
2. Surfing Bono daya tarik wisata langka, di dunia tinggal dua, salah satunya di Indonesia tepatnya di Pelalawan.
3. Kehadiran para surver mancanegara untuk surfing Bono berdampak terhadap peningkatan ekonomi warga setempat.
4. Surfing Bono jadi daya tarik utama Pelalawan.
5. Perlu penelitian untuk mengetahui penyebab pasti menurunnya ketinggian Bono.
6. Narsum dan peserta Focus Group Discussion (FGD) Dalam Rangka Fasilitasi Pengembangan Destinasi Wilayah Barat Area III yang digelar Kemenpar di Kabupaten Pelalawan, Kamis (4/7/2019).
7. Asisten Deputi Pengembangan Destinasi Regional 1 Kemenpar, Lokot Ahmad Enda menyampaikan pengarahan.
8. Admonadi selaku Asisten Administrasi Bidang Pembangunan Kabupaten Pelalawan ketika membuka secara resmi FGD mewakili Bupati H.M. Harris.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.