Senin, 27 Maret 2017

Di Bali, Turis Bule Sangat Minati Melasti Sebelum Nyepi

Besok, Selasa, 28 Maret 2017, umat Hindu di Bali merayakan Hari Raya Nyepi 2017. Sebelum melaksanakan Nyepi yang berasal dari kata sepi atau hening dengan tidak melakukan kegiatan keseharian seperti biasanya, mereka mengadakan Melasti. Seperti tahun-tahun sebelumnya, Melasti pun sangat diminati turis asing terutama bule.

Buktinya, acara Melasti yang diadakan di Pantai Kuta, Sabtu (25/3), ramai disaksikan wisatawan terutama dari mancanegara.

Hari Raya Nyepi tahun Isaka 1939 memang diawali dengan Melasti. “Melasti ini biasanyanya dilaksanakan tiga hari atau sehari sebelum Nyepi,” kata Putu G. Gayatri dari Bali kepada Travelplus Indonesia lewat pesan WA, Senin (27/3).

Kabid Promosi Wisata Buatan, Kementerian Pariwisata (Kemenpar) ini memang perempuan asli Pulau Dewata, Bali. Saat ini Gayatri dan suaminya I Gde Pitana Brahmanda yang tak lain Deputi Bidang Pemasaran Pariwisata Mancanegara, Kemenpar yang juga asli Bali, sedang berada di kampung halaman tercintanya, Bali untuk melaksanakan serangkaian upacara sebelum Nyepi sebagai umat Hindu yang taat.

Kata Gayatri selain Melasti, kegiatan lain yang biasa dilakukan umat Hindu di Bali sebelum Nyepi adalah Parade Ogoh-Ogoh yang biasanya diadakan sehari sebelum nyepi. “Parade Ogoh-Ogoh iitu maknanya membunuh nafsu jahat sehingga habis diarak rame-rame kemudian dibakar,” terangnya.

Baik Melasti maupun Parade Ogog-Ogoh, lanjut Gayatri boleh disaksikan oleh siapapun termasuk wisatwan. “Tapi saat Hari Raya Nyepi, wisatawan tidak diperkenankan keliling atau jalan-jalan. Hanya boleh keluar di sekeliling hotel tempatnya menginap,” ujar Gayatri.

Sepengetahuan Gayatri banyak travel agent yang menjual Paket Tur "Nyepi" dan ternyata cukup laris. Paket tersebut termasuk menyaksikan Melasti dan Parade Ogoh-Ogoh. “Jangan heran kalau saat Melasti dan Parade Ogoh-Ogoh, wisman dan juga wisnus penuh sesak,” terang Gayatri.

Melasti dan Parade Ogoh-Ogoh dilaksanakan di seluruh Bali, salah satunya di Pantai Kuta yang digelar pada Sabtu, 25 Maret 2017 kemarin. “Kalau Parade Ogoh-Ogoh akan digelar nanti, Sabtu malam,” tambah Gayatri

Pantauan Gayatri pada acara Melasti di Pantai Kuta, disaksikan ratusan turis asing, utamanya bule. “Kebetulan rombongan Melasti melewati Pantai Kuta, dan sejumlah turis yang tengah berjemur bisa melihat langsung dari dekat sambil mengabadikannya rombongan Melasti dengan kamera mereka,” aku Gayatri.

Begitupun saat rombongan Melasti duduk di hamparan pasir pantai yang tersohor di dunia itu, ratusan turis asing berbaris tertib menyaksikan dan mengabadikannya.

Rombongan Melasti berjalan beriringan dengan tertib dan khidmat sambil mengusung Pralingga atau Pratima Ida Bhatara dan segala perlengkapan menuju samudra atau mata air lainnya yang dianggap suci. “Lalu mereka melakukan persembahyangan menghadap laut,” terang Gayatri ynag sudah bertahun-tahun bekerja di Jakarta namun dialek Bali-nya masih kental sekali.

Setelah upacara Melasti usai dilakukan, Pratima dan segala perlengkapannya diusung ke Balai Agung di Pura Desa. Sebelum Ngrupuk atau Mabuu-buu, dilakukan Nyejer dan selama itu umat Hindu Bali melakukan persembahyangan.

Malamnya baru digelar Parade Ogoh-Ogoh, dan esok harinya, seluruh umat Hindu Bali melaksanakan Nyepi. “Saat Nyepi, rumah sakit di Bali tetap jalan. Tidak ada pemadaman listrik. Bagi yg punya bayi dan orang sakit juga tidak harus ikut nyepi,” kata Gayatri lagi.

Menurutnya Nyepi berbeda dengan Lebaran Idul Fitri bagi umat Islam. “Saat Nyepi kita semuanya introspeksi diri. Tidak boleh pergi berarti tidak ada saling kunjungan keluarga. Intropkesi diri dilakukan di rumah masing-masing, baik sendiri ataupun bersama keluarga. Kalau kunjungan keluarga sebagaimana Lebaran, itu mirip saat Hari Raya Galungan, bukan saat Nyepi,” terang Gayatri.

Ketua Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali I Gusti Ngurah Sudiana menjelaskan lebih rinci bahwa secara filosofi Nyepi adalah proses pergantian tahun Caka, dari tahun lama ke tahun yang baru, dari kehidupan “lama” menuju kehidupan “baru”.

Menurut Sudiana untuk melaksanakan Nyepi yang benar-benar spritual, harus melakukan Upawasa, Mona, Dhyana, dan Arcana.

Upawasa itu berpuasa dengan niat suci, tidak makan dan minum selama 24 jam agar menjadi suci. “Kata upawasa dalam Bahasa Sanskerta artinya kembali suci. Sedangkan Mona artinya berdiam diri, tidak bicara sama sekali selama 24 jam,” terang Sudiana.

Sementara Dhyana, melakukan pemusatan pikiran pada nama Tuhan untuk mencapai keheningan. Sedangkan Arcana, melaksankan persembahyangan seperti biasa di tempat suci atau tempat pemujaan keluarga di rumah.

Naskah: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)
Foto: gayatri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.