Rabu, 27 Maret 2013

Delapan Sikap Terpuji Menjaga Sumber Mata Air di Gunung

Mendaki gunung setinggi dan sesulit apapun, sejauh ada sumber mata air di beberapa titik jalurnya, adalah berkah tak terhingga. Dan itu jadi harapan setiap pendaki. Sayangnya tidak semua gunung, di jalurnya ada sumber mata air. Alhasil, pendaki harus membawa bekal air dari awal hingga puncak sampai turun kembali untuk minum, masak dan lainnya. Dan sayangnya, ketika ada gunung yang di sekitar jalur ataupun di tempat nge-camp-nya tersedia sumber mata air, justru keberadaannya diabaikan, tak dijaga kebersihan dan keasriannya

Di tanah air, ada gunung yang berkah dengan sumber mata airnya. Di Jawa, sebut saja Gunung Salak, Gede, Papandayan, Gunung Semeru, dan lainnya. Tapi ada juga yang pelit bahkan sama sekali tak ada sumber mata air di lintasan jalurnya dari awal titik awal pendakian sampai puncaknya seperti Gunung Ceremei dan Gunung Sumbing.

Di Pulau Sumatera, gunung yang melipah sumber mata airnya antara lain Gunung Singgalang Sumatera Barat, Kerinci di perbatasan Jambi dan Sumatera Barat, Gunung Seulawah di Aceh, dan lainnya.

Dan Gunung Rinjani di Lombok, NTB termasuk gunung yang diberkahi sumber mata air yang luar biasa dengan kehadiran Danau Sagara Anakan.

Di Gunung Salak, kalau lewat jalur Pasir Reungit maupun jalur Cidahu, tersedia aliran sungai yang jernih yang dapat dimanfaatkan untuk minum dan masak. Terlebih gunung di Kabupaten Bogor, Jawa Barat ini termasuk yang intesitas hujannya tinggi. Beberapa air terjun ada di kaki dan lerengnya.

Di Gunung Gede, masih di Jawa Barat, sumber airnya juga tak kalah melimpah. Lewat jalur Cibodas, tersedia aliran air melimpah di kaki hinga tengah jalur pendakiannya. Bahkan ada sumber mata air di Aa Surken alias Alun-alun Surya Kencana, tempat biasa para pendaki bermalam atau mendirikan tenda sebelum keesokan paginya beranjak ke puncak jika lewat jalur Gunung Putri, Cipanas.

Sayangnya, sumber mata air yang ada di Aa Surken tak sepenuhnya dijaga dengan baik oleh sejumlah pendaki yang belum mengerti betapa penting dan berharganya sumber mata air tersebut.

Terakhir, penulis ke Aa Surken setahun lalu. Sumber mata airnya ternyata tak bebas sampah. Beberapa bungkus plastik kemasan makanan ringan dan botol plastik minuman terlihat di sumber mata iar tersebut dan di beberapa titik alirannya. Bahkan sisa makanan seperti nasi, sayur, dan mie berserakan di sumber mata air dan alirannya. Mengenaskan.

Kondisi serupa juga terjadi di Gunung Singgalang yang sumber mata airnya berada tak jauh dari lokasi nge-camp di bawah pos Batu Cadas. Bahkan sumber mata iar utamanya yakni Telaga Dewi juga bernasib serupa. Botol-botol bekas minuman keras, sandal jepit, kaos, dan lainnya berserakan di beberapa sudut, tak jauh dari tempat bikin tenda para pendaki yang tak bertanggungjawab.

Sumber mata air utama gunung Semeru, Jawa Timur, yakni Ranu Pane dan Ranu Kumbolo juga tak bisa terhindar dari sampah bahkan limbah. Saat musim pendakian, sejumlah komunitas yang menggelar pendakian massal dan nge-camp di kedua ranu (danau) tersebut turut menyumbang sampah, baik itu sampah kotoran maupun sampah logistik. Bahkan ada yang mandi atau nyebur langsung di Ranu Kumbolo dengan mengunakan sabun yang jelas-jelas mencemarkan.



Penulis amat menyayangkan sikap tak terpuji para pendaki, pemandu maupun porter yang mengotori dan mencemarkan sumber mata air di gunung. Bisa jadi mereka belum mengerti dan belum memahami betapa pentingnya keberadaan sumber mata air itu, bukan cuma buat dirinya tapi untuk para pendaki generasi berikutnya, termasuk buat aneka satwa di gunung itu dan masyarakat di kaki gunung tersebut.

Karena itu penulis, merangkum delapan (8) sikap atau kebiasaan terpuji pendaki yang senantiasa menjaga sumber mata air dan alirannya di setiap pendakian.

Pertama, tidak membuang sampah bekas logistiknya ke sumber mata air dan alirannya. Sampah bekas logistiknya seperti kantong plastik kemasan makanan kecil, botol plastik, dan lainnya dibawa turun kembali atau di tempatkan di tempat sampah yang sudah disediakan.

Kedua, tidak membuang sisa makanan ke sumber air dan alirannya. Kalau ada sisa nasi, sayuran, dan atau menu lainnya, sebaiknya dipendam dalam tanah jauh dari sumber mata air dan alirannya.

Ketiga, tidak mencuci pakaian, sepatu, peralatan masak, dan makan di sumber mata air dan alirannya langsung. Sebaiknya, ambil air dalam wajan atau botol plastik besar kemudian mencucilah jauh dari sumber mata air dan alirannya agar tidak tercemar.

Keempat, tidak mandi langsung di sumber mata air dan alirannya apalagi menggunakan sabun, samphoo, pasta gigi, dan pembersih wajah. Sebaiknya ambil air yang cukup, lalu mandilah agak jauh dari sumber mata air dan alirannya.

Kelima, tidak berak dan kencing di dekat apalagi di sumber mata air dan alirannya. Cara yang terpuji, ambilah air secukupnya lalu buang air besar dan kecillah jauh dari sumber mata air dan alirannya. Lebih bagus lagi, gali lubang terlebih dulu untuk tempat berak, lalu timbun lagi.

Keenam, tidak menggunakan air seenaknya. Jangan mentang-mentang ada sumber mata air yang melimpah lalu sesuka hati mengambil dan menggunakannya. Sikap yang terpuji adalah tetap hemat dan menggunakannnya dengan bijak, tidak berlebihan.

Ketujuh, tidak merusak hutan di sekitar sumber mata air. Hutan inilah yang menampung air hujan hingga terbentuk mata air yang kemudian mengalir menjadi sebuah pancuran alami, air tejun atau berkumpul menjadi danau ataupun telaga.

Kedelapan, tidak menyumbat atau merusak aliran sumber mata air. Jika aliran air tersumbat oleh sampah dan lainnya jelas alirannya akan terhenti atau tidak mengalir ke bawah sesuai kodratnya.

Alangkah bagusnya jika delapan sikap terpuji ini, diingat dan diindahkan oleh setiap pendaki, baik saat dia mendaki dalam kelompok kecil maupun massal. Jika itu benar-benar dipatuhi, rasanya usia sumber mata air di setiap gunung di Tanah Air ini akan panjang dan tetap bersih alami.

Naskah & foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.