Seni Gembyung yang menjadi sebuah seni pertunjukan di Panjalu, hingga kini tetap bertahan dengan ciri ketradisionalannya, masih dalam kontek seni yang kental dengan unsur keislaman.
Seni ini merupakan pengembangan dari kesenian ‘terebang’ yang hidup di lingkungan pesantren. Awalnya kesenian ini dijadikan sebagai media untuk menyebarkan agama Islam. Kemudian berkembang menjadi seni pertunjukan untuk upacara-upacara atau kegiatan hari besar Islam yang digelar di sekitar tempat ibadah.
Biasanya Gembyung digelar dalam pelaksanaan Upacara Nyangku, peringatan Maulid Nabi SAW atau pada acara hiburan pada saat khitanan/sunatan anak setempat.
Penampilannya Gembyung nyaris tak berubah dari dulu sejak kini, yakni menyampaikan makna baik melalui gerak, lagu, dan iringan alat musik.
Buat masyarakat Panjalu, Seni Gembyung bukan semata ungkapan ekspresi seni dan keindahan. Lebih dari itu, mempunyai makna kecintaan serta penghormatan kepada asal-usul leluhur.
Gembyung menurut budayawan Sunda Ajip Rosidi adalah seni pertunjukan yang mempergunakan terebang besar, dimainkan untuk memeriahkan upacara Maulid Nabi Muhammad SAW, maupun untuk keperluan lain.
Penamaan pertunjukkan Gembyung atau terebang dikarenakan alat musiknya (waditra; instrument) menggunakan waditra gembyung atau terebang.
Alat musik tersebut termasuk jenis membranophone, dimana kulit binatang dalam hal ininkulit kambing sebagai sumber suara dengan kuluwung (ruang resonator) terbuat dari kayu berbentuk bulat.
Alat musik tersebut termasuk jenis membranophone, dimana kulit binatang dalam hal ininkulit kambing sebagai sumber suara dengan kuluwung (ruang resonator) terbuat dari kayu berbentuk bulat.
Seni Gembyung yang masih eksis di Panjalu ada di Kampung Karoya, Desa Sandingtaman.
Grup Gembyung di kampung ini menggunakan 3 jenis terebang dan kendang sebagai instrument tambahan.
Ketiga jenis terebang yang gunakan yaitu terebang indung, kempring, dan terebang tojo.
Vokalnya disebut pupuh. Lagu-lagu yang dibawakan antara lain pupuh assalam, bissahri, tanakoltu, pupuh wulidal, dan lainnya.
Selain di Panjalu, Gembyung juga ada di kecamatan lainnya, antara lain di Desa Gereba, Kecamatan Cipaku. Nama grup Gembyung yang terkenal dari desa ini Grup Gentra Sawargi. Grup ini tidak hanya eksis di lingkungan madrasah atau pesantren, tapi juga sering tampil pada acara hajatan perkawinan atapun hitanan.
Sementara di Kecamatan Panumbangan, tepatnya di Kampung Unu Nun, Desa Banjar Angsana ada grup Gebyung Al-Muropaqoh pimpinan Abah Iing yang menjadi salah satu pengisi acara dalam puncak acara Pekan Pesona Pesantren 2017.
Sementara di Kecamatan Panumbangan, tepatnya di Kampung Unu Nun, Desa Banjar Angsana ada grup Gebyung Al-Muropaqoh pimpinan Abah Iing yang menjadi salah satu pengisi acara dalam puncak acara Pekan Pesona Pesantren 2017.
Di culture event tersebut, Seni Gembyung bukan sebatas menyemarakkan puncak acara yang mendapat dukungan dari Kementerian Pariwisata (Kemenpar), pada Sabtu (2/9) pukul 3 sore di Pesantren Sirnarasa, pun sebagai upaya masyarakat Panjalu memelihara seni warisan jaman para wali ini agar tidak tergerus oleh seni modern yang berupaya keras menggeser seni tradisional.
Tujuan lainnya, tentunya sebagai salah satu daya tarik wisata budaya, guna menjaring wisatawan baik lokal maupun nusantara.
Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig:@adjitropis)
Captions:
1. Para pemain Seni Gembyung rata-rata pria yang sudah uzur.
2. Seni Gembyung dulu dan kini jadi media dakwah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.