Minggu, 06 Agustus 2017

Sembilan Bocah Dicukur di Ruatan Rambut Gimbal Khas Dieng, Ini Permintaan Mereka

Sebanyak 9 anak berambut gimbal dicukur rambutnya dalam Ruatan Rambut Gimbal khas Dieng tahun ini. Permintaannya macam-macam, dari serutan pensil sampai sapi 2 ekor.

Kesembilan anak gimbal yang dicukur dalam Ruatan Rambut Gimbal yang menjadi acara puncak Dieng Culture Festival (DCF) 2017 tidak semuanya anak Dieng, tapi ada juga yang berasal dari Indramayu dan Brebes.

Kesembilan bocah itu Soleha (6,5), Naila (5,5), dan Ayu Gilang (6) dari Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Banjarnegara. Lalu Zavira Cintami (6) dari Indramayu, Yusuf Tristan dari Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Wonosobo, Hafifah (9) dari Kecamatan Sokayasa, Banjarnegara, Hikmah (5) dari Wonosobo, Sulis (6,5), dan Nur Aminatun (6) dari Brebes.

Sebelum diruat dengan mencukur rambut gimbalnya, kesembilan anak gimbal tersebut sudah mengungkapkan permintannya masing-masing yang harus dipenuhi kedua orang tuanya.

Soleha misalnya meminta disediakan sepeda berwarna ungu. Naila ingin dibelikan sepeda ungu dan buku pakai listrik alias notebook. Ayu meminta sepeda pink dan boneka beruang besar juga berwarna pink. Zavira meminta salak pondok, semangka, dan dua ekor sapi. Salah satu sapinya akan dipotong lalu dibagikan untuk warga Dieng.

Permintaan Yusuf lain lagi. Dia meminta orangtuanya membelikan burung love bird, itu saja. Sementara Hafifah tak kalah unik permintaannya. Dia meminta serutan pensil dan paha ayam Kentucky.

Begitupun dengan Hikmah. Permintaan bocah ketujuh yang diruat ini amat sederhana. Dia cuma mau rambutnya dipotong oleh Salon Om Ujang. Tentu saja saat dicukur rambutnya oleh Om Ujang harus didampingi sesepuh adat.

Berbeda dengan Sulis yang permintaannya cukup mahal, berupa kambing betina dan satu ipod. Anak gimbal kesembilan yakni Nur Aminatun bileh dibilang anak yang permintaannya paling sederhana sekaligus unik. Dia Cuma meminta orangtuanya membelikannya jajanan warung tetanggga.

Semua permintaan anak tersebut sudah disiapkan oleh orangtuanya dan dibawa ke lokasi acara, kecuali dua ekor sapi yang tak mungkin dibawa ke tempat berlangsungnya ruatan.

Selain mendapatkan berbagai barang sesuai permintaannya, kesembilan anak gimbal tersebut masing-masing mendapatkan hadiah berupa ipod dari panitia acara.

Sebelum diruat, kesembilan anak tersebut mengikuti kirab budaya kemudian mengikuti prosesi Jemasan. Kalau prosesi ruatan atau cukuran rambut dilakukan oleh pria, maka prosesi Jemasan dikerjakan para perempuan.

Prosesi ruatan rambut gimbal tahun ini dilakukan oleh sesepuh adat Mbah Sumarsono. Tahun-tahun sebelumnya ruatan dipimpin oleh ketua adat Mbah Naryono yang belum lama ini meninggal dunia dan belum ada penggantinya. Oleh karena itu ruatan tahun ini dilakukan oleh sesepuh adat.

Semua perlengkapan sesaji ruatan dibawa ke lokasi acara. Ada Tumpeng Kupat yang dibawa dengan cara ditandu oleh 4 pria dewasa. Selain itu ada Tumpeng Tujuh antara lain tumpeng hijau, kuning, dan tumpeng hitam, lauk ayam serta buah-buahan.

Ruatan diawali dengan doa berupa kidung. Pembacaan doa atau kidungan dimaksudkan agar anak-anak gimbal yang diruat terbebas dari sukerto atau malapetaka. Baru kemudian satu-persatu anak gimbal dicukur rambutnya.

Rambut hasil pencukuran selanjutnya dilarung/dibuang ke Telaga Warna, salah satu objek wisata di kawasan Dieng yang masuk wilayah Kabupaten Wonosobo.

Pelarungan rambut gimbal tersebut dimaksudkan untuk membuan/melarung segala yang buruk yang mengikuti anak gimbal tersebut selama ini.

Pantauan TravelPlus Indonesia Ruatan Rambut Gimbal dalam DCF ke-8 ini terasa spesial lantaran bukan cuma disaksikan ribuan pengunjung baik wisatawan lokal, nusantara dari berbagai kota seperti Jakarta, Jogja, Bandung, Semarang, bahkan Lampung juga beberapa turis mancanegara.

Sejumlah pejabat penting pun hadir antara lain Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono, 20 pasang Raja dan Ratu dari sejumlah kerajaan di nusantara dan Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Kementerian Pariwisata (Kemenpar) Esthy Rekho Astuti didampingi Kepala Bidang (Kabid) Promosi Wisata Budaya Wawan Gunawan.

Menurut Esthy, Kemenpar lewat Asdep Pengembangan Pasar Personal, Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Nusantara mendukung DCF 2017 karena terbukti mampu menjaring wisatawan terutama wisnus dalam jumlah besar.

“Kemenpar sudah beberapa kali mendukung DCF. Salah satu alasannya karena Dieng merupakan destinasi prioritas, festivalnya dibuat oleh komunitas warga lokal dan mengangkat budaya lokal dengan kemasan menarik dan layak jual,” terang Esthy.

Ketua Panitia Alif Fauzi membenarkan DCF tahun ini masih didominasi wisnus. Targetnya selama dua 3 hari pelaksanaan 4-6 Agustus sebesar 120 ribu pengunjung terlampaui. “Tahun depan Insya Allah bisa mencapai 150 pengunjung dengan melakukan berbagai pembenahan,” ungkapnya.
Ruatan Rambut Gimbal memang menjadi salah satu andalan DCF, selain Jazz Atas Awan dan Pesta Lampion. Selain unik, lokasi acaranya pun sangat penawan, Kompleks Candi Arjuna berlatarbelakang perbukitan berlangit biru dan berawan putih berarak-arak. Tak heran, animo pengunjung yang menyaksikan ruatan begitu tinggi sehingga tetap ramai sampai akhir acara.

Lautan Manusia
Hal serupa terjadi  pada malam kedua atau malam terakhir DCF ke-8 ini, Sabtu (5/8). Pantauan Travelplus Indonesia ribuan manusia mulai berdatangan sejak Sabtu pagi lewat pintu masuk Dieng wilayah Kabupaten Wonosobo, kemudian bergerak memasuki gerbang Dieng wilayah Kabupaten Banjarnegara menuju Kompleks Candi Arjuna yang menjadi venue utama DCF tahun ini.

Selepas Ashar, terlebih seusai Maghrib, jumlah pengunjung yang datang semakin membludak. Lapangan di depan panggung DCF sudah tidak bisa lagi menampung pengunjung, sementara pengunjung yang datang terus mengalir.

Akhirnya ribuan pengunjung tak lagi bisa mendekati gerbang pemeriksaan tiket masuk ke lapangan. Mereka tertahan di jalan.

Banyak pula yang nongkrong di deretan kedai kopi, warung makan, dan jajanan street food sepanjang jalan menuju venue sambil menikmati bermacam makanan dan minuman serba hangat seperti nasi goreng, mie ongklok, sate kambing, sosis bakar, jagung manis, jagung bakar, wedang ronde, tempe kempul dan lainnya.

Tak sedikit yang memborong bermacam merchandise DCF seperti t’shirt, tas, dan lainnya serta perlengkapan penghalau dingin seperti jaket, balaklava, sarung tangan, kaos kaki, dan lainnya.

Boleh dibilang hampir seluruh pedagang malam ini tersnyum lebar lantaran dagangannnya laris manis diburu pengunjung.

Di venue, meskipun udara dingin menusuk tulang, ribuan manusia tetap bertahan menikmati suguhan sejumlah musisi dalam acara Akustik Atas Awan setelah acara Sendratari Rambut Gimbal yang dimulai selepas Isya.

Sejumlah pengunjung melepas lampion lebih awal, padahal pesta lampion semulanya akan dilakukan diujung acara setelah acara Akustik Atas Awan.

Langit malam Dieng yang kelam berubah menjadi terang seperti kunang-kunang oleh ratusan lampion. Kesempatan itu banyak dimanfaatkan pengunjung untuk ber-narsis ria, berfoto sambil menerbakan lampion atau berlatar lampion yang siap terbang.

Begitupun saat pesta kembang api berlangsung. Langit Dieng terang benderang, amat menawan dan semarak.

Carica & Purwaceng
Usai menyaksikan perhelatan Dieng Culture Festival (DCF) 2017 di Dieng, Wonosobo-Banjarnegara, Jawa Tengah, para pengunjung menyerbu bermacam oleh-oleh khas Dieng. Dari sekian buah tangan Negeri di Atas Awan itu, tentu saja Carica dan Purwaceng yang paling diminati lantaran spesial.

Carica adalah pepaya gunung khas Dieng. Buah yang bernama latin Vasconcellea Cundinamarcencis ini tumbuh subur di dataran tinggi seperti Dieng, yaitu pada ketinggian sekitar 1.500-3.000 meter di atas permukaan laut (Mdpl).

Harga enam Manisan Carica ukuran cup plastik kecil harganya Rp 15.000, kalau yang besar satuannya Rp 5.000, sedangkan dalam botol kaca Rp 15.000 per botol.

Sekarang juga sudah ada Dodol Carica dalam bungkusan boks kardus dengan harga Rp 20 ribu per boks maupun dalam wadah keranjang rotan dengan harga Rp 25 ribu per keranjang ukuran kecil.  Selain itu juga ada Kripik Carika dengan harga Rp 20 ribu-Rp 35 ribu per bungkusnya.

Satu lagi buah tangan spesial Dieng yang juga diburu wisatawan selepas menonton DCF 2017 adalah Purwaceng yang kerap disebut ginseng-nya Dieng. Tanaman herbal bernama latin Pimpinella pruatjan ini juga tumbuh subur di Dieng. Bentuk daunnya kecil-kecil berwarna hijau.

Di sejumlah objek wisata di Dieng seperti Kawah Sikidang, Telaga Warna, sekitar kompkes Candi Arjuna dan sepanjang jalan utama di Dieng banyak kios, toko, dan sentra oleh-oleh khas Dieng yang menjual Purwaceng.

Harga bubuk Purwaceng Kopi dijual dengan kisaran harga Rp 45.000 sampai Rp 85.000 per boks. Kalau Purwaceng Teh Rp 40 ribu sampai Rp 75 ribu per boks. Sedangkan Purwaceng Susu ukuran besar Rp 85 ribu per boks. Purwaceng yang dikemas dalam bentuk kapsul dijual antara Rp 50.000 sampai dengan Rp 100.000 per bungkus.

Tak ketinggalan bermacam merchandise seperti kaos kaki, syal, balaklava, jaket, sweater, topi, tas, sandal, aksesoris gelang dan kalung serta kaos.

Paling diminati tentu saja kaos khas bertuliskan Dieng Culture Festival, Jazz Atas Angin, Dieng Plateu, dan I Love Dieng dengan harga mulai dari Rp 40 ribu untuk kaos lengan pendek sampai Rp 120 ribu per item untuk kaos lengan panjang.

Namun sekali lagi, dari sekian banyak oleh-oleh dari Dieng yang diburu pengunjung DCF 2017, Carica dan Purwacenglah juaranya.


Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)

Captions:
1. Ribuan wisatawan lokal, nusantara dan segelintir turis asing menyaksikan Ruatan Rambut Gimbal di Dieng, puncak acara Dieng Culture Festival (DCF) 2017.
2. Tumpeng Kupat dan Tumpeng Tujuh sesajian Ruatan Rambut Gimbal khas Dieng.
3. Seorang wisnus mengabadikan Ruatan Rambut Gimbal dari jauh.
4. Gubernur Ganjar Pranowo selfie berlatar belakang ribuan pengunjung Ruatan Rambut Gimbal DCF ke-8.
5. Tempe Kempul khas Dieng diminati penonton DCF 2017.
6. Dieng jadi lautan manusia saat malam terakhir DCF 2017.
7. Salah satu sentra pembuatan dan penjualan Carica di Dieng.
8. Aneka Purwaceng paduan kopi, teh, dan susu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.