Selasa, 21 Juli 2020

Istilah 'Wisata' Diganti 'Saba' Budaya Baduy, Aturannya Diperjelas dan Disosialisasikan

Masyarakat adat Baduy menginginkan istilah “Wisata Budaya Baduy” diganti menjadi “Saba Budaya Baduy” sebagaimana sudah dicetuskan dan ditulis dalam Perdes Saba Budaya pada 2007.

Hal itu diungkapkan Uday Suhada, perwakilan masyarakat adat Baduy kepada para pejabat pemerintah baik dari pusat maupun kabupatan saat berkunjung ke tempat tinggal urang Kanekes ini di Desa Kanekes, Kabupaten Lebak, Banten Sabtu (18/7/2020).

Menurut Uday, saba ini bermakna silaturahmi, saling menghargai dan menghormati antar adat istiadat masing-masing.

"Di atas itu semua, saling menjaga dan melindungi nilai-nilai yang berkembang dan hidup di masyarakat setempat dan masyarakat yang datang berkunjung,” terangnya.

Tetua masyarakat adat Baduy Dalam, Ayah Mursid bahkan meminta agar aturan Saba Budaya Baduy lebih diperjelas dan disosialisasikan dengan optimal. 

“Kami berharap saba budaya diperjelas aturannya. Mana saja rute yang boleh dan tidak boleh dilewati menuju Kampung Baduy, dan apa saja yang boleh dan tidak boleh dikerjakan,” ujarnya.

Mursid juga memberikan masukan agar didirikan pusat informasi mengenai masyarakat adat Baduy ini di luar perkampungannya.

Sehingga, calon pengunjung yang ingin mendatangi kawasan masyarakat adat Baduy bisa mempelajari terlebih dahulu apa saja adat istiadat yang ada serta menjelaskan tujuan kedatangannya. 

Keinginan itu disambut baik oleh Hari Santosa Sungkari selaku Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kemenparekraf.

Hari mengatakan pihaknya akan menampung segala aspirasi yang telah disampaikan oleh para perwakilan tetua masyaraat adat Baduy.

Hari juga mempertimbangkan rencana pembuatan aplikasi sebagai pusat informasi dan sarana pendaftaran bagi wisatawan yang hendak berkunjung ke kawasan masyarakat adat Baduy.

“Ini bisa berbentuk aplikasi nantinya. Jadi siapa yang datang kapan mau datang kalau sudah melebihi (batas pengunjung) ini akan ada pemberitahuan bahwa kapasitasnya sudah berlebih. Sehingga kita tidak terulang ada ribuan orang yang belum tentu mendatangkan manfaat,” terangnya.

Menurut Hari pengunjung yang ingin berkunjung ke perkampungan Baduy Dalam harus menghormati dan mematuhi aturan adat yang berlaku. 

“Kita menganut sustainable tourism, artinya kita menjaga agar kunjungan wisatawan tidak berjibun-jibun yang datang, dengan tetap menjaga keseimbangan lingkungan fisik dan budaya sehingga budaya itu tetap eksis, fisiknya tetap lestari,” pungkas Hari.

Sementara Bupati Lebak, Iti Octavia Jayabaya menyampaikan dukungan terhadap segala upaya pelestarian budaya masyarakat adat Baduy sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan.

Pemda Lebak selama ini terus berkonsolidasi dengan masyarakat adat Baduy dalam upaya Saba Budaya Baduy.

“Saat ini kami sedang dalam proses penyedian lahan di dekat perkampungan Baduy untuk dijadikan sebagai Information Center agar wisatawan lebih mengetahui bagaimana budaya Baduy pada umumnya dan informasi kegiatan Saba Baduy pada khususnya, sebelum masuk ke perkampungan Baduy,” ungkap Bupati Lebak yang akrab disapa via.

Sebelumnya di akun Instagram (IG) Via @viajayaba mengunggah video pembacaan Surat Pernyataan Bersama Lembaga Adat Baduy yang intinya tidak pernah memberikat mandat, termasuk perwakilan di luar Baduy.

Di bawah video itu via menegaskan selama ini hubungan masyarakat adat Baduy dengan Pemerintah Kabupaten Lebak khususnya, sangat baik dan harmonis.

Pemerintah Kabupaten Lebak tengah menggalakkan sektor pariwisata, termasuk aasyarakat adat Baduy di dalamnya. "Tapi pariwisata yang kami tata sama sekali tidak dalam tujuan akan mengekploitasi habis Baduy, TIDAK. Pendekatan yang kami lakukan akan melibatkan masyarakat Baduy sebagai subyek dari kebijakan kepariwisataan," tulis via.

Kelestarian budaya masyarakat adat Baduy merupakan sebuah kebiscayaan yang bukan saja harus dipertahankan. "Bahkan harus kita sama-sama perjuangkan (bila dirasa perlu) dari pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab dan hanya menjadikan Baduy sebagai komoditas/bahan jualan kepentingan sesaat," tutup Via.

Unggahan tertanggal 10 Juli 2020 kemudian di-repost oleh akun IG @humasprotokollebak.

Seperti diketahui, sebelumnya ada berbagai pemberitaan yang mengejutkan mengenai surat terbuka Lembaga Adat Baduy kepada Presiden RI, yang isinya lebih kurang permohonan untuk menghapus kawasan masyarakat adat Baduy sebagai destinasi wisata.

Sehari kemudian, TravelPlus Indonesia memuat tulisan berjudul "Baduy Itu 'Negeri' Pengusung Konservasi, Ini Keeksotisan dan Solusinya".

Lewat tulisan tersebut TravelPlus menyarankan Baduy tetap menjadi destinasi wisata dengan beberapa catatan.

Pertama, asalkan berpegang teguh hanya memperbolehkan ekowisata atau ecotourism yang ramah kearifan lokal, budaya, dan alam Baduy bukan mass tourism.

Melakukan pembatasan pengunjung dalam satu hari, misalnya tak lebih dari 50 pengunjung per hari untuk pintu masuk dari Ciboleger, sementara dari pintu masuk lainnya juga berlakukan hal yang sama dengan jumlah kuota yang tak sama.

Tentu di era new normal ini ditambah dengan penerapan protokol CHSE (clean, health, safety & environment).

Catatan berikutnya, bekerjasama dengan kelompok sadar wisata/pemkab setempat, untuk mensosialisasikan peraturan pembatasan kuota pengunjung dan penerapan protokol CHSE tersebut kepada masyarakat luas termasuk ke para operator open trip/indie travel, travel agent, dan lainnya.

Terakhir, tentu saja masyarakat Baduy dari anak-anak sampai orang tua harus terus setia dan bangga menerapkan langkah-langkah konservasi/perlindungan/pelestaria kearifan lokal, budaya, dan alam Baduy yang sudah diterapkan para pendahulunya selama ini.

Ditambah penerapan sanksi yang tegas bagi pelanggarnya baik itu warga Baduy sendiri maupun pengunjung serta pimpinan yang membawa rombongan/kelompok wisatawan.

Naskah: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)
Foto: dok.birkom kemenparekraf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.