Minggu, 19 Juli 2020

Ini Pesan I Gede Ardika Jika Ingin Reaktivasi Destinasi Wisata

Sekalipun ada teknologi terkini seperti virtual tour dan sebagainya, termasuk keharusan mentaati SOP tatanan kebiasaan baru karena pandemi Covid-19 ini, semua itu tidak akan menghapus keinginan setiap individu manusia untuk berwisata.

Kenapa? Coz, Traveling is a human right. Berwisata itu hak asasi manusia (HAM).

Di dunia, hak atas wisata dan hak-hak wisatawan selama melakukan kegiatan kepariwisataanya di atur dalam Tourism Bill Of Rights And Tourist.

Di Indonesia secara tegas mengakui hak untuk berwisata sebagai bagian dari HAM melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.

Lewat beragam aktivitas wisata,  orang bukan sekadar keluar dari rumah tapi lebih dari itu ingin mendapatkan pengalaman dan pembelajaran nilai-nilai baru agar  kualitas hidupnya meningkat.

Itulah salah satu hal yang disampaikan I Gede Ardika, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Menbudpar) ke-11 periode 2000-2004  sebagai pembicara pertama dalam online seminar bertema: "Strategi Membuka Kembali Indonesia sebagai Destinasi Wisata Unggulan Dunia, Jum'at (17/7/2020). 

Menurut pria asli Singaraja, Bali ini setiap individu memiliki kesempatan bukan hanya berwisata tapi juga membangun dan mengembangkan pariwisata di daerah/di negaranya. 

"Tentunya pembangunan dan pengembangan pariwisata yang bertanggung jawab serta berkelanjutan,” pesan Ardika.

Saat ini yang dibutuhkan pariwisata adalah kreativitas dalam membuat produk-produk perjalanan yang baru sesuai kondisi sekarang di masa pamdemi ini dan juga tren kedepan. 

"Produk-produk baru yang dibuat harus diujicoba dan dilihat reliability-nya, apakah bisa jadi andalan," terangnya.

Pasar produk itu pun harus jelas.  Untuk saat ini bisa dimulai dari wisatawan lokal, wisatawan nusantara, juga ekspatriat. Baru kemudian regional dan selanjutnya mancanegara.

Lalu bagaimana strategi reaktivasi atau membuka kembali destinasi wisata unggulan Indonesia di era tatanan baru ini?

Di seminar online yang diselenggarakan oleh Indonesia Inbound Tour Operator Association (IINTOA), Ardika menjelaskan destinasinya harus sudah siap mengimplementasikan protokol kesehatan atau SOP tatanan kebiasaan baru.

SOP itu sejatinya dimulai dari diri sendiri, keluarga, perusahaan atau dengan kata lain dari lingkup terkecil dahulu baru kemudian  masyarakatnya apakah benar-benar displin menerapkannya.

Begitupun dengan kesiapan infrastruktur dan suprastruktur protokol kesehatannya, setelah itu destinasinya.

"Jadi step by step, dari situ destinasi bisa dinilai siap atau tidak menerima wisatawan dan akan memperoleh kembali kepercayaan,” jelasnya. 

Setelah itu, membuat prioritas destinasi-destinasi yang akan reaktivasi.

Sebaiknya pilih beberapa destinasi yang berstatus zona hijau, tidak perlu semuanya. Supaya jika terjadi sesuatu di destinasi tersebut, bisa langsung dan lebih cepat ditangani. 

Perlu kehati-hatian dalam mengeluarkan sertifikat bebas Covid-19 dan pelabelan sebuah destinasi yang akan reaktivasi.

“Sertifikat bebas Covud-19 dan pelabelan harus dikeluarkan secara hati-hati. Jika salah, bisa jadi boomerang buat pihak yang mengeluarkan sertifikat dan pelabelan itu,” pesannya.

Usai penentuan destinasi prioritas yang akan reaktivasi terlebih dahulu, harus diprioritaskan pula promosinya.

"Pada tahap awal, pilih destinasi-destinasi yang sudah memiliki peminat atau pasarnya, pasti mereka akan bertandang," terangnya. 

Promosi destinasi pun harus dilakukan terus secara bertahap, misalkan informasi tentang persiapan penerapan protokol kesehatan, rencana pembukaan, saat pembukaan dan seterusnya.

Di era pandemi ini, Ardika berharap paradigma pariwisata Indonesia harus bisa berubah.

Menghadapi pandemi ini merupakan tanggung jawab semua, sinergi antara pelaku industri pariwisata, pemerintah, dan masyarakat, serta wisatawan baik itu di atraksi, akses maupun di amenitas serta destinasi secara keseluruhan.

Ardika pun mengimbau para pelaku usaha pariwisata harus terus berinisiatif.

"Inisiatif dari industri harus lebih dahulu daripada pemerintah, dan jangan selalu berorientasi pada pemerintah. Lakukan apa yang bisa dikerjakan dimulai dari lingkungan sendiri," pungkasnya.

Selain Ardika, online seminar dengan moderator Ketua IINTOA Paul E. Tallo dan host-nya Ketua ASITA Jakarta Hasiyanna S. Ashadi ini juga menghadirkan Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Wamenparekraf) periode 2011-2014 Sapta Nirwandar sebagai pembicara kedua.

Naskah: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com)
Foto: dok.@saptanirwandarofficial


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.