Kualitas penyelenggaraan Festival Budaya Tua Buton 2019 boleh dibilang bertambah dengan adanya penambahan beberapa acara, salah satunya seminar bedah buku berisi pesan-pesan peradaban untuk Indonesia dan dunia.
Buku yang dibedah dalam seminar di salah satu aula pertemuan di perkantoran Takawa, Pasarwajo, Kabupaten Buton, Sabtu, Jumat (23/8) ini berjudul Revolusi Mental Zaman Kesultanan Buton Abad XIX.
Buku setebal 148 hal ini karya penulis kelahiran Muna, Prof. Dr. La Niame, M. Hum.
Sang penulis yang tak lain dosen tetap Universitas Haluoleo dan peneliti budaya ini sebelumnya juga sudah melahirkan puluhan publikasi ilmiah dan buku di antaranya Haji Abdul Ganiu Ulama Penentu Undang-Undang Kerajaan Buton (2000), Sastra Melayu Buton dalam Sastra Melayu Lintas Daerah (2004), Istiadat dalam Negeri Buton (2009), Bahasa Wolio di Kerajaan Buton (2010), dan tentu saja buku Revolusi Mental Zaman Kesultanan Buton Abad XIX (2018) yang saat ini dibedah dalam FBTB 2019.
Mengapa buku bersampul depan foto hitam putih bergambar benteng dan Kerajaan Buton serta tiga orang pria dewasa berpakaian kerajaan ini yang dibedah? Dan apa keistimewaannya?
Prof. La Niampe menjelaskan keseluruhan isi buku yang dibedah dalam seminar kali ini bersumber dari naskah-naskah kuno milik Kerajaan Buton yang tersimpan di perpustakaan KITLV dan perpustakaan Universitas Leiden Belanda.
"Saya menulis buku ini apa adanya sebagimana tercantum dalam naskah," terangnya.
Menurutnya kendati naskah tersebut beraspek masa lampau dan ditulis oleh Syekh Haju Abdul Ganiu dan Sultan Muhammad Idrus Qaimuddin dari Kerajaan Buton, namun isinya dapat ditransformasi dalam kehidupan pada masa kini.
"Tidak hanya untuk masyarakat Buton, tetapi juga bagi masyarakat Indonesia bahkan masyarakat dunia," terangnya.
Buku Revolusi Mental ini, lanjutnya mencakup berbagai bidang (pendidikan, agama, hukum, dan pemerintahan. "Karenanya buku ini pantas digunakan sebagai salah satu acuan dalam rangka merumuskan nilai-nilai Revolusi Mental yang dicanangkan Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla," tambahnya.
Rektor Universitas Haluoleo Prof. Dr. Muhammad Zamrun F, M.Si., M.Sc. dalam sambutan menilai apa yang dilakukan Prof. La Niampe terhadap naskah dalam buku ini adalah semangat patrionisme.
"Jadi, naskah ini tidak hanya menjadi karya akademik melainkan juga sebuah karya peradaban untuk kemajuan manusia dan kemanusian," jelas Prof. Muhammad Zamrun.
Kehadiran buku ini, sambung Prof. Muhammad Zamrun menjadi momentum bagi penyampaian isi dan pesannya.
"Buku ini harus diketahui oleh seluruh bangsa Indonesia. Pesan-pesan buku ini dan peran kesejarahan yang kita lakukan bersama-sama harus sampai kepada masyarakat Buton dan Sulawesi Tenggara, bahkan di komunitas-komunitas lainnya di seluruh Indonesia dan dunia, sehingga buku ini bisa menumbuhkan semangat kebangaan sekaligus menimbulkan motivasi yang besar," harapnya.
Menariknya dalam seminar bedah buku, selain penulisnya juga dihadiri Bupati Buton La Bakry, politisi/peneliti/pemerhati masalah otonomi daerah Indra Jaya Piliang, dan Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) Kabupaten Buton La Ode Zainuddin Napa serta sejumlah budayawan, sastrawan, dan wartawan.
La Bakry mengatakan seminar bedah buku ini merupakan bagian dari rangkaian dalam rangka pengayaan kegiatan Festival Budaya Tua Buton, hasil masukan dari berbagai pihak.
"Kedepan seminar seperti ini akan tetap diadakan dan ditingkatkan lagi sehingga lebih besar gaungnya. Kita akan kasih slot waktu yang lebih" tegasnya.
Bukan Budaya Ecek-Ecek
Kata La Bakry seminar bedah buku kali ini merupakan bagian dari tambahan ikon kegiatan yang secara ilmiah bisa dikaji dalam bentuk sebuah naskah yang menambahkan keyakinan bahwa budaya Buton bukan budaya ecek-ecek.
Budaya Buton itu tinggi dan universal karena sebenarnya sumbernya dari Islam yakni Al-Quran dan Hadis.
"Hanya saja sudah ditranfer ke dalam bahasa lokal, yakni Bahasa Wolio atau bahasa persatuan Kesultanan Buton," ungkapnya.
"Semoga seminar bedah buku ini dapat menambah wawasan dan keilmuan kita dibidang kebudayaan dan warisan leluhur Buton pada masa yang lalu," harap La Bakry.
Kadispar Kabupaten Buton La Ode Zainuddin Napa menambahkan sesuai arahan Bupati La Bakry tadi, seminar seperti ini akan diadakan lebih berkualitas lagi sebagai rangakian kegiatan tambahan di Festival Budaya Tua Buton tahun-tahun berikut.
"Jadi lebih komplit lagi, tidak hanya suguhan bermacam tradisi budaya tua Buton, tarian kreasi dan tradisional, permainan tradisional anak, pameran aneka kerajinan, dan hiburan tapi juga ada seminar yang edukatif," terang Zainuddin.
Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.