Jumat, 18 Januari 2019

Santap Cobek Jerit Karawang, Anggota Agatra Sraya Ini 'Ngejerit-jerit' Keenakan

Sekian lama tak jumpa, lima anggota pecinta alam Agatra Sraya Jakarta berbeda angkatan ini ngumpul di Karawang. Nanjak Gunung Sangga Buana (maklum anak gunung)? Ah bukan. Lalu ngapain? Nyantai di Situ Cipule dan nyantap Cobek Jerit-nya Mak Nyai sampai 'ngejerit-jerit'.

Lima anggota Agatra Sraya berbeda angkatan itu Nizar (Nday) angkatan 85, Maman Ali Surachman (85), Ahmad Yani (86), Ahmad Munzir alias Boim (87), dan saya angkatan 88.

Kami kumpul dan bermalam di rumah Boim yang disebutnya Pos 2 di Kosambi, Karawang.

Keesokan paginya baru kulineran di Rumah Makan Cobek Jerit Mak Nyai yang berada di Kampung Cipule, Desa Mulyasari, Kecamatan Ciampel, Karawang, Jawa Barat, tepatnya di tepi Situ (danau) Cipule.

Tak ada kendaraan umum yang bisa langsung ke rumah makan yang berada di bagian pojok/ujung situ berluas asli sekitar 97 hektar dengan kedalaman mencapai 20 meter itu.

Kami naik mobil Boim, dia membawa serta istrinya, begitupun Yani. Jadi total kami 7 orang.

Mobil yang dikendarai Boim melewati Bendungan Walahar, salah satu objek wisata bersejarah di Karawang.

Di situ juga ada Rumah Makan Pepes Walahar yang jauh lebih dulu tersohor dibanding Rumah Makan Cobek Jerit Mak Nyai yang tengah kami tuju.

Lantaran berada dalam kawasan objek wisata Situ Cipule, pengunjung yang ingin bersantap Cobek Jerit, termasuk kami terlebih dulu membayar tiket masuk Situ Cipule.

Harga karcis masuk gerbang Situ Cipule Rp 2000 per motor dan Rp 5000 per mobil. Jadi hitungannya per kendaraan bukan per orang.

Setibanya di Situ Cipule kami berlima kecentilan bak anak medsos kekinian, foto-foto dan bikin vidgram (video Instagram) di tepian situ, tepat di belakang gedung Persatuan Olahraga Dayung Seluruh Indonesia (Podsi) Jabar yang berwarna hijau.

Sementara istri Boim dan istri Yani langsung ke Cobek Jerit Mak Nyai memesan menu untuk kami santap jelang siang itu.

"Makan Cobek Jerit dulu nyok, ntar abis makan kite terusin selfie dan welfie-nye," ujar Boim.

Mendengar ajakan Boim yang rada menggiurkan itu, Nday, Maman, dan Yani langsung bergegas menuju rumah makan itu.

Sementara saya berbelok ke kiri melewati Jembatan Tutut tak jauh dari rumah makan itu untuk mengabadikan pesona situ yang kerap dipakai latihan para atlit dayung Podsi Jabar ini dari sudut lain.

Kebetulan saat itu ada seorang warga setempat yang tengah melaju dengan perahu sampan di permukaan air situ yang tenang dan beberapa bagiannya tertutup tanaman rawa, eceng gondok.

Hemmm.., sebuah objek foto yang sayang kalau tak diabadikan.

Puas memotretnya dengan kamera HP (maklum sudah malas bawa kamera DSLR ataupun miroless), saya menyusul rekan-rekan saya ke rumah makan itu.

Seperti biasa sebelum masuk, saya abadikan bentuk rumah makan yang berada persis di seberang parit aliran air Situ Cipule itu dari depan.

Bentuk rumah makannya terbilang sederhana, terbuat dari tiang-tiang kayu bercat hijau, dan bilik berwarna coklat.

Sebuah jembatan kecil membentang di atas parit menuju depan rumah makan itu.

Di bagian dalam rumah makan yang berluas sekitar 100 m2 itu terdapat beberapa ruang untuk lesehan dan juga sejumlah kursi dan meja.

Di bagian dalam sebelah kanan terdapat musholla, juga berdinding bilik berwarna coklat.

Jelang siang itu terlihat ada beberapa orang pengunjung yang tengah menunggu pesanan datang di ruang lesehan bagian depan dekat pintu masuk.

Rekan-rekan saya memilih tempat lesehan di bagian tengah tapi dekat sisi parit.

Rupanya aneka menu sudah tersaji dan mereka sudah siap-siap menyantapnya.

Menunya ada Nasi Putih hangat sebakul, Ikan Mujaer Goreng garing sekitar 10 ekoran ukuran 3 s/d 5 jari, Cobek Mujaer 4 ekor, 1 piring Oreg Tempe, 1 piring tumisan, lalapan, 1 coet sambel dadak, dan air teh tawar hangat.

Mereka pun mulai menyantapnya, sementara saya memilih mengabadikan mereka termasuk suasana rumah makan itu.

"Ber, cepetan makan, motretnya ntar aja," kata Nday.

"Keburu abis diembat sama Boim lho," sambung Yani.

"Iya Ber, jengkol gorengnya nendang banget nih," teriak Boim.

"Apalagi Cobek Jerit-nya, alamaaak," timpal Maman.

"Ayo Bang, makan dulu jangan motret mulu," ajak istri Yani.

Usai motret dan ngulik informasi soal Cobek Jerit Mak Nyai dari salah satu teteh pegawai rumah makan tersebut, saya segera nimbrung makan bareng dengan mereka.

Ternyata apa yang diutarakan rekan-rekan saya itu bukan isapan jempol. Semua menu yang saya cicipi benar-benar mantul (mantap betul, istilah anak sekarang), kalau istilah sebelumnya maknyus/ajiib (lezat/enak pake banget).

Namun dari sekian menu itu Cobek Jerit-lah juaranya. Rasa pedas dan segarnya susah diutarakan dengan kata-kata. Pokoknya mantuuuuuul.

Saking nikmatnya, Yani dan Maman sampai ngirup kuah Cobek Jerit itu langsung dengan memegang nampan yang menjadi wadah menu andalan rumah makan itu. "Segeeeeer be'eng, kuahnye," jerit Yani.

"Ini mah kebangetaaaan enaknye," timpal Maman dengan nada ngejerit usai ngobok kuah Cobek Jerit itu.

Melihat ekspresi puas secara spontan (nggak pake uhuuy yee...) keduanya, saya tak ragu lagi mengatakan kalau Cobek Jerit memang menjadi andalan utama rumah makan ini.

Pantas saja pemiliknya menjadikan menu itu sebagai nama/label rumah makan ini.

Padahal bahan utama Cobek Jerit ini terbilang sederhana.

Cuma beberapa ikan mujaer goreng yang 'berenang' dalam kuah berbumbu irisan bawang merah, kencur, cabai, dan jahe serta perasan jeruk lemon.

Tapi sensasi rasa pedas dan segarnya sanggup bikin Yani, Maman, dan lainnya 'ngejerit-jerit' (nagih lalu nambah).

Harga aneka menu yang dipesan istrinya Boim itu terbilang terjangkau, cuma Rp 25 ribu per orang per paketnya. Jadi kalau bertujuh Rp 175 ribu.

Selain menu paket itu, juga ada bermacam menu tambahan seperti ayam goreng, sayur asem, sayur tutut (keong kecil), semur jengkol, karadok, kerupuk miskin, minuman jus, dan lainnya. Namun harga masing-masing menu tambahan itu di luar harga menu paket Rp 25 ribu.

Puas menyantap Cobek Jerit kami lanjutkan ber-narsis ria di situ yang kabarnya pernah digunakan untuk lomba dayung SEA Games 2011 PON XIX Jabar, dan Pekan Olah Raga Daerah (Porda) Jabar. (BACA juga: Pesona Situ Cipule, Hemmm.., Jangan Anggap Sepele)

Wajah Nday, Maman, Yani, dan Boim terlihat lebih segar, cerah sumringah  usai menyantap kuah pedes seger Cobek Jerit khas Karawang.

"Kayaknya kudu balik lagi ke sini," ucap Maman.

"Bener, tempat dan Cobek Jerit-nya  recommended banget," timpal Nday.

"Kalo ke sini lagi bawa pancingan ya," sambung Yani saat kami di dalam mobil kembali ke rumah Boim.

TravelTips
Meski namanya belum setenar Rumah Makan Pepes Walahar di dekat Bendungan/Waduk Walahar, namun Rumah Makan Cobek Jerit Mak Nyai punya kans besar tersohor dan menjadi salah satu andalan culinnary spot Karawang ke depan.

Tak sulit menjangkau Cobek Jerit Mak Nyai. Kalau Anda dari Jabodetabek menggunakan tol, disarankan keluar gerbang tol Karawang Timur yang exit Kawasan Industri.

Jangan mengambil jalur keluar tol Karawang Barat karena akan keluar ke Klari. Kalau lewat Klari jalannya lebih jauh dan harus memutar melalui Bendungan Walahar.

Setelah keluar dari pintu tol Karawang Timur, setelah melewati kawasan industri sekitar 200 meter akan menjumpai perempatan kawasan industri Suryacipta lalu belok ke kiri.

Selanjutnya lurus saja jalan di pinggir Tarum Barat kurang lebih 5 Km, lalu belok kiri lagi menuju lokasi Situ Cipule, terus saja masuk gerbang Cipule lalu parkir mobil dekat gedung Podsi Jabar di tepian situ itu.

Kalau lewat Bendungan Walahar, sekitar 20 menit lagi sampai ke rumah makan itu.

Selagi ke sana, kalau Anda hobi mancing, bawa saja perlengkapan mancing.

Habis 'ngejerit-jerit' keenakan menyantap Cobek Jerit-nya terus mancing di Situ Cipule, ah kunjungan Anda di Karawang dijamin bakal berkesan.

Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)

Captions:
1. Anggota Agatra Sraya kulineran di Rumah Makan Cobek Jerit Mak Nyai Situ Cipule Karawang, Jawa Barat.
2. Lima serdadu Agatra Sraya berbeda angkatan di tepian Situ Cipule. (dok. agatra sraya)
3. Bagian depan Cobek Jerit Mak Nyai.
4. Sepenggal pesona Situ Cipule.
5. Bagian dalam Cobek Jerit Mak Nyai.
6. Makan bareng setelah puluhan tahun tak bertemu.
7. Bermacam menu di Cobek Jerit Mak Nyai.
8. Yani ngirup kuah Cobek Jerit.
9. Maman ngobok kuah Cobek Jerit.
10. Pepes ikan Cobek Jerit Mak Nyai juga tak kalah nendang dengan Cobek-nya.
11. Welfie lagi dengan wajah cerah sumringah selepas 'ngejerit-jerit' keenakan sama Cobek Jerit khas Karawang. (foto: boim)


NB.: Terimakasih buat Agatrasrayers Nday, Maman, Yani, dan Boim atas kumpul-kumpul bareng sambil kulineran di Karawang. Khususnya buat Boim & istri atas segala suguhan dan keramahtamahannya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.