Sudah bertahun-tahun saya tak dengar kabar Warung Ketan Susu Kemayoran yang dulu begitu ngehits pada masanya. Ketika melihat posting-an beberapa foto Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tengah nongkrong di warung itu di akun Instagram-nya @aniesbaswedan, Minggu (6/1/2019), saya jadi terkenang akan kenangan 8 tahun lalu di warung itu.
Terakhir saya ke Warung Ketan Susu (Tansu), ada yang menyebutnya Ketan Kobok (Tanbok) di Kemayoran itu awal Maret tahun 2011, disela-sela meliput Java Jazz yang digelar untuk kali keduanya di JI- Expo.
Ketika itu saya sengaja mampir untuk merasakan sensasi kulineran di sebuah warung kecil yang menjajakan Tansu di sudut lain masih di Kemayoran, Jakarta Pusat yang juga tak kalah ramainya dengan riuh pengunjung Java Jazz.
Saya benar-benar merasakan dua tempat pergaulan sosial dengan suasana dan citra yang sangat berbeda tapi sama mengesankan.
Bagaimana tidak beda kelas. Bayangkan penonton Java Jazz ketika itu jelas dari kalangan berduit.
Mereka mampu membeli harga tiket hariannya Rp 529 ribu, total untuk 3 hari Rp 1.449.000 per orang sampai sold out.
Tiket pertunjukan khusus Santana senilai Rp 1 juta dan Rp 1. 150.000 pada tanggal 4 Maret juga ludes.
Tiket Goerge Benson Tribute to Nat King Cole pada 5 Maret seharga Rp 402 ribu dan Rp 450.000 pun diserbu pembeli jauh-jauh hari.
Begitu juga penampilan kedua Geroge Benson Greatest Hits Show pada tanggal 6 Maret, Rp 350 ribu per tiket habis terjual.
Salah satunya Anita (23) yang terlihat begitu menikmati aksi George Benson di gedung D2 JI EXPO, padahal penyanyi itu mungkin seusia ayah atau bahkan kakeknya.
Tapi satu demi satu lagu penyanyi Amerika berkulit hitam itu dia hafal.
Bukan hanya Anita saja yang bernyanyi, masih ada puluhan penonton lain seusianya yang kompak koor menyanyikan tembang-tembang hits penyanyi jazz lawas itu seperti The Greatest Love of All dan Nothing Gonna Change My Love for You.
Agak aneh memang. Penonton Java Jazz bukan milik kalangan orangtua, tapi justru kaula muda bahkan remaja belasan yang datang dengan aneka gaya dan pola ke-abegean-nya.
Hingga timbul kecurigaan, apakah mereka benar-benar penikmat jazz sejati atau sekadar gaya-gayaan doang biar dibilang bergengsi lalu tebar pesona ke-narsis-an di media sosial sebagaimana tengah menjangkiti masyarakat kita bak virus penyakit ketika itu.
Tapi berdasarkan penuturan Anita, dia mengaku memang senang musik jazz, termasuk lagu-lagu jazzy-nya George Benson.
“Aku nggak gaya-gayaan koq. Sejak kecil ayahku suka mendengarkan musik jazz termasuk lagu-lagunya om Goerge Benson. Jadi lama-lama aku terbiasa dan suka,” akunya.
Beberapa pengunjung lain ketika itu punya alasan beragam, Edwin (25), misalnya mengaku sedang jatuh cinta dengan musik jazz.
Sebelumnya dia asyik memainkan genre rock bersama teman se-SMU dulu. Tapi setelah kuliah dia mengaku tertarik dengan jazz dan ingin mendalaminya.
“Karena itu saya ke sini, buat belajar dari para musisi jazz yang tampil, termasuk musisi lain yang menonton sekalian sharing dan nambah wawasan bermusik jazz saya,” jelasnya.
Lain halnya dengan Rendy (27), dia mengaku baru kali ini nonton Java Jazz karena tidak begitu suka dan mengerti musik jazz. Dia heran kenapa setiap ada Java Jazz penontonnya selalu ramai.
“Aku penasaran pingin nonton musik ini sekaligus ingin melihat sendiri benarkah penonton yang datang benar-benar suka musik ini,” akunya.
Ternyata setelah dia nikmati, musik jazz itu beragam. Ada yang berat ada juga yang ringan dan bisa dikolaborasikan dengan genre pop, blues bahkan rock dan musik lainnya. Tapi dia tidak menampik kalau ternyata penonton yang datang disini sebenarnya tidak semua mengerti apalagi memahami dan menyukai benar jazz.
“Saya perhatikan banyak yang datang buat fun-fun aja, biar dibilang gaul dan terkesan berkelas,” ujarnya.
Apa yang dikatakan Rendy bukan angin lalu. Banyak anak remaja yang datang bukan benar-benar menikmati musik jazz melainkan karena ingin membeli beragam produk terkait dengan musik dan aksesoris jazz yang diperjualkan di perhelatan tahunan ini.
Apalagi venue-nya kali ini luas, stand pedagangnya lebih banyak dan beragam seperti aneka peralatan musik, bermacam makanan, minuman, fashion, dan peralatan olahraga dijual di sini.
Rupanya daya tarik Java Jazz bukan semata penyanyi kelas dunia maupun dalam negeri yang sudah tersohor, pun beragam produk yang diperdagangkan.
Lain di Java Jazz, lain di ujung Jalan Garuda, Kemayoran tak jauh dari JI-Expo dekat dengan lampu merah.
Di sana warung kecil apa adanya yang menjual Tansu atau Tambok, tak kalah ramainya.
Saya masih ingat, ketika itu deretan sepeda motor parkir di tepi bahu jalan dekat warung pinggir jalan tersebut.
Puluhan orang nampak asyik menyantap sepiring ketan putih yang di atasnya ditaburi parutan kelapa dan ditambah susu kental cair putih, oleh karenanya disebut Tansu.
Teman makannya pun sederhana, berupa aneka gorengan tempe dan bala-bala serta pemedasnya cukup cabe rawit hijau.
Sewaktu saya makan tahun 2011 itu, harganya masih Rp 2.500 per porsi Tansu dan Rp 500 per gorengan.
Jauh sebelumnya, warung Tansu Kemayoran ini memang sudah tenar. Warung ini kerap diliput media TV, majalah maupun media online.
Sejumlah selebritas lawas juga pernah nongkrong di sini.
Makan Tansu di warung ini, minumnya lebih nikmat dengan teh poci dalam cangkir tanah liat. Selain aromanya khas, yang pasti rasa teh-nya dijamin mantap.
Dion (27) dan Reni (24), sejoli muda-mudi mengaku sudah sering ke Warung Tansu Kemayoran.
Saat itu, usai nonton Java Jazz di JI-Expo, keduanya langsung mampir ke kedai tersebut sebelum pulang ke rumah. “Kebetulan Java Jazz di dekat sini, ya sekalian aja mampir. Habis ketannya enak dan murah,” aku Dion yang diamini Reni tanpa malu-malu.
Menurut Reni suasana disini sangat kontras dibanding suasana di dalam Java Jazz. “Di sini terasa lebih merakyat dan jujur. Tapi ngejes dan ngetan sama-sama berkesan koq,” katanya.
Entahklah apa yang dimaksud Reni. Mungkin saja dia juga melihat perbandingan sosial dalam kemasan dan citra yang berbeda antara penonton Java Jazz dengan pembeli dan suasana Warung Tansu.
Mungkin saja dia menilai ada keberpura-puraan sejumlah penonton Java Jazz sebagaimana penilaian Rendy di atas.
Mungkin juga dia melihat pengunjung yang datang ke warung kecil di ujung jalan itu justru lebih apa adanya dan tidak gengsian.
Entahlah yang pasti ngejes dan ngetan sebagaimana Reni bilang memang sama-sama berkesan.
Bahagia Itu Sederhana
Begitu judul status Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang di-posting di akun IG-nya berikut beberapa foto saat dia mampir menikmati Tansu Kemayoran.
"Sepiring ketan susu, tempe goreng, dan teh poci. Kombinasi yang bisa ketagihan," kata Anies.
Setiap lewat Kemayoran, Anies mengaku selalu sempatkan mampir ke warung kecil depan gang itu.
"Beberapa waktu lalu usai meninjau Kali Sentiong sekalian ajak teman-teman media mencicipi Tansu yang legendaris," tambah Anies.
Di ujung, statusnya, Anies menegaskan kalau Jakarta itu penuh dengan spot kuliner bersejarah. Lalu Anies bertanya begini: "Yang mana tempat bahagiamu?".
Saat saya menulis artikel ini, posting-an itu sudah disukai 61 ribu lebih warganet dengan 1.200 lebih komentar.
"Bahagia itu sederhana. Seperti saya ini pak, sebagai anak Jakarta asli, lahir dan besar di Jakarta, bahagia banget punya Gunernur seperti bapak..," kata pemilik akun IG @rismandroid.
"Hati-hati pak makan ketan susu bisa diabetes, karena yang makan aja udah terlalu manis eeaaa..," canda @dindafarahnisa.
"Salam dari Hiroshima pak Anies," ucap @langgam1999.
"Ketan susu pake Tempe, semoga kedepan kita jgn dapet pemimpin bermental tempe, Barakallah Pak Anies," kata @schmarih.
"Ini enak bangeeet, jadi kangen makan ke sini," komentar si empunya akun IG @irmaaprilias.
Nah, Kalau Anda tengah berkunjung ke JI Expo melihat pameran, konser musik dan lainnya, cobalah mampir ke Warung Tansu Kemayoran.
Harganya jelas murah meriah, tanpa harus merogoh kocek dalam-dalam jika dibanding Anda makan di foodcourt mall ataupun cafe.
Di warung itu, Anda bisa bersantai sambil ngetan duduk di bangku kayu atau di atas sepeda motor, bebas-bebas saja.
Kalau belum puas, bisa dibungkus buat disantap bersama orang-orang tercinta di rumah. Ah.., bahagia itu memang sederhana.
Naskah: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)
Captions:
1. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sambangi lagi Warung Ketan Susu (Tansu) Kemayoran, Jakarta Pusat. (foto: @aniesbaswedan)
2 . Sensasi beda kulineran di warung Tansu Kemayoran. (foto: adji k.)
3. Anies melayani permintaan pengunjung Tansu untuk selfie bareng. (foto: @aniesbaswedan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.