Kenapa? Ya karena saya pernah dan boleh dibilang selalu melakukannya setiap kali berkunjung ke Bumi Iskandar Muda ini.
Hasilnya? Saya menemukan sesuatu, baik itu bangunan bekas kedasyatan gempa bumi berkekuatan 8,9 Skala Richter (SR) pada waktu dhuha pukul 7.59 WIB 26 Desember 2004 silam lalu disusul gelombang tsunami setinggi 30 meter berkecepatan 600 Km/jam itu, maupun kisah sedih bahkan tak masuk akal/menakjubkan yang membungkusnya.
Objek apa saja yang bisa Anda abadikan terkait wisata merekam sisa-sisa bukti dua bencana maha dasyat itu?
Nah, kalau Anda baru pertama kali ke Aceh lewat Bandara Internasional Iskandar Muda yang pernah menyandang predikat sebagai Bandara Internasional Paling Ramah Wisatawan Muslim Tingkat Dunia dari World Halal Tourism Award (WHTA) 2016, saya sarankan utamakan ke objek-objek tsunami yang ada di Banda Aceh, Ibukota Provinsi Aceh.
Objek-objeknya antara lain Masjid Raya Baiturrahman, Museum Tsunami di sebelah Makam Belanda (Kherkhof) dekat simpang jam tepatnya di Jalan Iskandar Muda, Kapal Pembangkit Tenaga Listrik Diesel (PLTD) Apung I di Gampong Punge Blang Cut, Kuburan Massal korban Musibah Tsunami Ulee Lheu di Kecamatan Meuraxa, dan objek Kapal Di Atas Rumah di Desa Lampulo.
Tak lupa ke Masjid Rahmatullah, Lhampuuk yang tetap berdiri kokoh walau dihantam gempa dan tsunami. Lalu ziarah ke makan Syiah Kuala yang tetap utuh saat diterjang bencana Tsunami. Kemudian ke Rumah Cut Nyak Dhien, sekalian belanja souvenir dan oleh-oleh aceh di area itu.
Cukup 3 hari 2 malam untuk wisata merekam semua objek itu.
Anda bisa menyewa mobil travel lalu minta dijemput di bandara terus langsung ke ceck in hotel, baru kemudian keliling.
Kalau tak mau repot, Anda bisa beli paket wisata city tour tsunami Aceh di travel agent setempat.
Urusan isi perut, saya sarankan Anda sekalian berwisata kuliner masakan khas Aceh seperti Mie Aceh, Nasi Goreng Aceh, Ayam Tangkap, dan lainnya serta tak ketinggalan minum kopi Aceh dan ngemil panganan khasnya di kedai-kedai kopi yang menjamur di sejumlah tempat.
Kalau Anda sudah pernah merekam sisa-sisa kedasyatan kedua bencana itu di Banda Aceh, saya sarankan untuk mengabadikan wajah pesisir Barat Aceh yang termasuk lokasi terparah terhempas tsunami kala itu.
Kawasan pantai Barat Aceh mencakup pantai yang ada di Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Aceh Jaya, dan Kabupaten Aceh Barat.
Kabarnya pesisir Barat ini diterjang gelombang tsunami setinggi hampir 34 meter kala itu.
Terjangannya jauh lebih tinggi dan lebih kuat dibanding kawasan pantai Timur Aceh yang berbatasan dengan Selat Malaka yaitu sebagian Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Pidie, Kabupaten Bireuen, Kota Lhokseumawe, dan Kabupaten Aceh Utara.
Tinggi gelombang tsunami yang menghantam kawasan pantai Timur ini hanya sampai 10 meter. Oleh karena itu kondisi vegetasi dan fisik pantai terjadi kerusakan lebih berat di kawasan pantai Barat dibandingkan dengan pesisir Timur.
Akibat lain dari terjangan tsunami itu, terjadi kehilangan badan pantai sekaligus terjadi pembentukan badan pantai baru.
Banyak pantai yang tererosi dan membentuk garis pantai baru pada bagian mangrove yang mati atau teluk bagian dalam.
Saya sarankan Anda melongok Pantai Saney, salah satu pantai yang berubah fisik dan vegetasinya gara-gara terjangan tsunami kala itu. Pantai itu kini tampil dengan wajah barunya.
Selama menyusuri kawasan pesisir Barat, Anda akan menemui sisa-sisa kedasyatan tsunami itu meliputi vegetasi pantai, mangrove, tambak, badan air, perkebunan, dan tentu saja rumah-rumah penduduk yang berada di dakat pantai, termasuk jalan dan jembatan lama sepanjang pesisir itu.
Sampai sekarang sisa-sisa kerusakan itu masih nampak, berupa puing-puing rumah yang rata dengan pantai baru, bonggol, dan batang-batang pohon kelapa tanpa daunnya serta pondasi jembatan yang berdiri di antara genangan perairan baru.
Vegetasi kawasan pesisir yang rusak tersebut, lambat-laut secara alami mengalami perubahan dengan hadirnya tanaman jenis-jenis baru seperti herba (rumput-rumputan, teki-tekian dan tumbuhan bawah lainnya), semak, dan anakan pohon.
Kawasan pesisir Aceh Barat yang rusak akibat tsunami meliputi Kecamatan Meurebo, Johan Pahlawan, Sama Tiga, dan Kecamatan Arongan Lambalek.
Sementara kawasan pesisir Kabupaten Aceh Jaya yang rusak antara lain Kecamatan Tenom, Panga, Krueng Sabe, Setia Bakti, Samponit, dan Kecamatan Jaya. Sedangkan kawasan pesisir Kabupaten Aceh Besar yang rusak, selain Kecamatan Lhoong, tempat dimana Pantai Saney berada, juga Kecamatan Leupung, Lhoknga Leupung, Peukan Bada, Jaya Baru, Baitussalam, Darussalam, dan Kecamatan Mesjid Raya.
Beberapa pantai yang dulu menjadi obyek wisata, setelah dihantam tsunami kini sepi tak berpengunjung.
Pantai-pantai itu hanya meninggalkan fasilitas umum seperti MCK yang rusak dan terbengkalai.
Gantinya, muncul tempat-tempat baru yang dikunjungi wisatawan lokal untuk menikmati pantai-pantai dengan wajah baru, entah itu pantai ataupun rawa-rawa yang mirip telaga yang kerap didatangi warga untuk memancing ikan atau sekadar santai menikmati pesonanya.
Kalau sudah sampai Kabupaten Aceh Singkil, saya sarankan Anda menyeberang ke Pulau Baguk yang berada di Kepulauan Banyak dari Pelabuhan Kota Singkil dengan menyewa kapal nelayan setempat.
Baguk merupakan pulau tempat memperingati gempa dan tsunami Aceh 14 tahun silam.
Pulau itu menjadi lokasi kuburan masal korban tsunami kala itu.
Sepekan pascagempa tsunami 14 tahun lalu, warga Pulau Banyak, menemukan ratusan jenazah mengapung di laut lalu dimakamkan secara masal di Pulau Baguk.
Sekembalinya dari Pulau Baguk, saya sarankan rekam juga kota tua Singkil yang terendam laut bukan akibat gempa dan tsunami tanggal 26 Desember 2004 melainkan tanggal 12 Februari 1861 sebagaimana dikutip Serambinews.com, Kamis, 15 Oktober 2015 lalu.
Akibatnya Kota Singkil hancur berantakkan dan tenggelam disapu gelombang. Sisanya hanya puing-puing bangunan.
Peristiwa gempa dan tsunami tersebut dinukilkan Moehammad Saleh dalam buku outobiografinya, Riwajat Hidoep dan Perasaian Saja, yang ditulisnya pada tahun 1965.
Dalam buku itu Saleh menyebut gempa dan geloro itu telah menenggelamkan Karang Gosong Jawijawi yang berada di dekat Singkil, termasuk Pasar Singkil, kebun lada, kebun kelapa, dan juga menyapu licin perkuburan. Sampai akhirnya warga mengungsi ke bagian Selatan Singkil.
Guna kelancaran dalam berwisata merekam semua itu, saya sarankan Anda menyewa mobil sudah termasuk dengan sopir.
Selama merekam paras terkini dari pantai satu ke pantai berikutnya, mampirlah ke masjid atau mushola untuk menunaikan shalat sunah masjid, sholat sunah rowatib, dan tentunya shalat wajib 5 waktu.
Selingi pula dengan mampir ke kedai kopi atau rumah makan yang menyajikan kuliner khas Aceh.
Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)
Captions:
1. Wisatawan mengabadikan pesona perairan Aceh Singkil.
2. Objek kapal di atas rumah di Desa Lampulo.
3. Ayam Tangkap salah satu kuliner khas Aceh yang patut dicicipi.
4. Wajah baru Pantai Saney setelah dihempas gempa dan tsunami.
5. Menikmati salah satu pantai di kawasan pesisir Barat Aceh.
6. Pesona salah satu pulau di Kepulauan Banyak, Aceh Singkil.
7. Suasana pagi di Pulau Banyak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.