Senin, 03 Desember 2018

Imbauan JAFF Digelar di Destinasi Digital, Disambut Hangat

Imbauan Kementerian Pariwisata (Kemenpar) agar acara Jogja Netpac Asian Film Festival (JAFF) berikutnya juga digelar di destinasi digital yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), disambut hangat pihak penyelenggara mengingat tujuannya sesuai ide pendirian JAFF.

"Kalau itu (pemutaran film di Destinasi Digital) bertujuan untuk perluasan lokasi pemutaran film dan juga penonton, itu tidak jadi soal. Karena ide kita sejak awal memang ingin mempeluas akses orang untuk bisa nonton. Supaya JAFF bisa dinikmati bukan hanya masyarakat kota," ungkap president JAFF Budi Irawanto kepada TravelPlus Indonesia di Jogja baru-baru ini.

Menurut Budi JAFF didirikan 2006 setelah Jogja diguncang gempa.

"Ketika itu kita memutar film di lokasi-lokasi pengungsian yang diberi nama Open Air Cinema atau layar tancap sebagai bentuk dukungan moral kepada para pengungsi," terangnya.

Sejak itu OAC menjadi salah satu program penting JAFF karena memberi akses bagi masyarakat yang kesulitan nonton film ke kota.

"Awalnya film-film yang diputar itu film-film yang mudah dicerna, bukan film art atau yang sulit dipahami. Tapi film-film yang diputar dalam OAC tetap melalui proses kurasi," tambahnya.

Pemutaran OAC ini, lanjutnya bekerja sama atau melibatkan komunitas lokal seperti pemuda desa dan tentunya perusahaan mobile film. Penyelenggaraan OAC dalam JAFF bisanya November-Desember pas berbarengan musim hujan.

"Kita pernah kejadian pas OAC eh hujan, kita tunggu sampai reda, solusi lainnya terpaksa dipindahkan di indoor," tambahnya.

Dulu OAC digelar berbarengan dengan JAFF. Belakangan ini diadakan sebagai Pra JAFF.

"Supaya seluruh energi bisa kita curahkan ke OAC dengan kata lain intinya kita garap lebih serius," jelasnya.

Program OAC dalam JAFF, lanjut Budi sepertinya cocok diputar di destinasi digital yang ada di DIY untuk memperluas jangkauan penontonnya.

"Imbauan Kementerian Pariwisata (Kemenpar) agar  JAFF juga diputar di destinasi digital ini, nanti kita olah dan kita juga perlu survei terlebih dulu detinasi-destinasi digital yang ada di DIY ini," ujarnya.

Dalam kesempatan ini Budi juga berterimakasih karena JAFF sudah masuk 100 Wonderful Event Indonesia-nya Kemenpar tahun 2018, yang artinya pemerintah mengakui kalau event kontemporer ini penting dari sisi pariwisatanya.

"Baru tahun ini JAFF mendapat dukungan dari Kemenpar. Kami berharap di tahun-tahun selanjutnya Kemenpar bisa men-support. Soalnya penonton JAFF juga datang dari luar Jogja," terangnya.

Kata Budi lagi, kaitan antara pariwisata dan festival film sangat dekat. Bila dikaitkan misalnya sebuah festival berskala internasional ini jelas berdampak terhadap peningkatan okupasi hotel.

Selain itu bisa jadi ajang  pengenalan bermacam kuliner tradisonal saat diskusi, workshop maupun jelang pemutaran film.

Bisa juga dibuat semacam paket tur. "Biasanya pemutaran film di festival ini berlangsung sore sampai malam hari. Jadi pagi atau siangnya penontonnya bisa keliling ke objek-objek wisata di DIY seperti ke candi, desa wisata, tempat-tempat kuliner, dan lainnya. Dan DIY punya semua itu," beber Budi yang sehari-hari mengajar di UGM.

Koordinator Generasi Pesona Indonesia (Genpi) Jogja Nunung Elizabeth menjelaskan destinasi digital di DIY yang ditargetkan Kemenpar ada 8, dan yang sudah diresmikan antara lain Pasar Kaki Langit di Mangunan, Bantul;  Pasar Sunset Laguna Depok di Kecamatan Kretek, Bantul;  dan Pasar Ngingrong di kawasan Goa Ngingrong, Desa Mulo, Wonosari, Gunungkidul.

"Pasar Kaki Langit  merupakan pilot project Genpi Jogja yang terbilang sukses," aku Elza, sapaan akrabnya.

JAFF 2018 yang publikasi dan promosinya juga didukung  Kemenpar ini berlangsung 27 November sampai 4 Desember.

Ada 124 judul film dari 27 negara Asia termasuk film-film Indonesia bermutu yang diputar.

Sementara program OAC-nya sebagai Pra JAFF sudah berlangsung sejak (17/11) dengan memutar 7 film, di antaranya film Sultan Agung: Tahta, Perjuangan dan Cinta (2018) karya sutradara Hanung Bramantyo yang diputar di lapangan Studio Alam Gamplong, Sleman, DIY, Sabtu (24/11) malam.

Pemutaran film secara gratis di studio film yang lagi ngehits jadi objek wisata terkini tersebut, berhasil menjaring lebih dari 3.000 penonton.

Menurut Hanung yang ditemui TravelPlus Indonesia di Studio Gamplong mengatakan set beragam bangunan yang ada di studio ini akan terus berkembang/berubah sesuai dengan film atau tayangan lain yang akan digarap di studio tersebut.

"Studio Gamplong ini sudah diminati banyak wisatawan sebagai objek wisata baru di DIY, khususnya Sleman," terangnya.

Hanung berharap keberadaan studio ini tetap dijaga dengan baik oleh pihak-pihak terkait dan dapat dimanfaatkan untuk menggelar berbagai event seperti pemutaran film dan sebagainya yang dapat menarik kunjungan wisatawan.

Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig; @adjitropis)

Captions:
1. Logo Jogja Netpac Asian Film Festival (JAFF) 2018 di halaman Jogja National  Museum (JNM), Kota Jogja.
2. President JAFF Budi Irawanto.
3. Pengunjung menikmati pameran koleksi pameran JAFF 2018 di JNM.
4. Gedung utama JNM menjadi venue pameran dan acara pembukaan JAFF 2018.
5. Promo pemutaran film Sultan Agung di Studio Alam Gamplong.
6. Sutradara Hanung Bramantyo di Studio Alam Gamplong, Sleman, DIY.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.