Sabtu, 25 Maret 2017

Kolaborasi Wayang Kulit, Golek, dan Penari Wayang Wong Bikin SWPI 2017 Segar dan Harmonis

Puncak acara Semarak Wayang Pesona Indonesia 2017 yang menampilkan Wayang Kulit Dermayon Ki Dalang H. Rusdi, Wayang Golek Banten Ki Dalang Mursidin, dan penari Wayang Wong yang enerjik di Tugu API, TMII, Jakarta, Jumat (24/3) malam, berhasil menghadirkan tontonan even budaya yang tak biasa, karena menjadi satu kesatuan pertunjukan kolaborasi wayang yang segar dan harmonis.

Ki Dalang H. Rusdi tampil lebih dulu. Dalang kelahiran Lohbener 10 Januari 1963 yang merupakan anak dari Dalang Ramin yaitu dalang kondang di Indramayu ini membawakan jenis wayang Indramayu dengan sangat atraktif dan inovatif.

Dalang yang memakai pakaian itam, sarung batik coklat, dan ikat kepala khas Indramayu ini pun menyisipkan nilai-nilai moral, termasuk pesan moral agama  dengan gaya jenaka, sesuai ciri khas wayangnya.

Sisipan humornya terasa segar sehingga penonton malam itu yang terdiri dari muda mudi dan orang tua, merasa terhibur dan tak bikin bosan.

Berikutnya giliran Ki Dalang Mursidin yang tampil dengan karakter khasnya. Wayan Golek Banten terlaris di wilayah Provinsi Banten ini selalu bergaya pesisiran dengan mengedepankan gaya dermayon atau Indramayu yang sangat khas.

Mengenakan pakaian dan celana serba putih serta ikat kepala khas Banten, dalang berambut gondrong ini pun kerap beradaptasi mengkolaborasikan antera tradisi dengan modern dalam kemasan khusus. Alhasil penonton malam itu pun bertahan sampai acara tuntas.

Kedua wayang berbeda genre ini sama-sama memainkan beragam tokoh wayang kulit dengan lakon Palagan Alengka yang mengangkat kisah dari epos Ramayana tentang cikal bakal peperangan Rahwana sang Penguasa Alengka yang penuh angkara dengan Prabu Rama raja Ayodya.

Inti kisahnya tentang peperangan antara kejahatan dan kebaikan sebagai kekuatan dari lakon wayang yang penuh filosofi hidup, sebagai gambaran pilihan antara salah dan benar, baik dan buruk.

Sebelum kedua dalang itu tampil bergantian, penonton diberi pengantar terkait pertunjukan wayang kolabarasi yang disampaikan oleh Budayawan dan Pakar Seni Pertunjukan ISBI Bandung, Prof. Dr. Arthur S. Nalan, M.Hum.

Dalam pengantar apresiasi Semarak Wayang Pesona Indonesia (SWPI) 2017 berjudul Carangan dan Campuran: Lakon Alternatif & Pertunjukan Koloboratif, Prof Arthur mengatakan baik Wayang Kulit dan Wayang Golek bukan sekadar tontonan semata tetapi mengandung banyak tuntunan atau nilai-nilai kemanusian.


“Biasanya menceritakan bagaimana menjadi manusia sejati dan sempurna. Biasanya nilai-nilai kemanusiaan itu disampaikan dengan cara-cara guyon parikeno atau menyindir dengan bermain sehingga yang disindir tidak akan marah tetepai merenung, meresapkan apa yang disampiakan dalang melalui para tokoh Punakawan seperti Semar, Petruk, Gareng dan Bagong dalam Wayang Kulit atau Semar, Cepot, Dawala, dan Gareng dalam Wayang Golek. Bahkan dalam Wayang Kulit Cirebon ada 9 tokoh Punakawan,” terang Prof. Arhur.

Sebelumnya Direktur Budaya TMII, Sulistyo Tirtokusumo menyampaikan kepada penonton bahwa wayang yang dimiliki Indonesia sudah diakui UNESCO sebagai warisan dunia sejak 2003. “Harus disyukuri pengakuan dunia itu, caranya dengan merawatnya, menghidupkannya, dan mengembangkan wayang,” terang Sulistyo.

Saat memberi sambutan, Sulistiyo tampil komunikatif dengan melakukan tanya jawab dengan penonton. Dua penonton dari kalangan muda-mudi, pelajar SMA dan mahasiswa tampil ke depan dan menjawab pertanyaan yang diberikan Sulistiyo seputar wayang.

Dalam keterangan tertulisnya, Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya mengatakan pihaknya mempunyai target menjadikan pertunjukan wayang lebih atraktif dan komunikatif dan dapat dijadikan sebagai atraksi wisata budaya yang dapat menarik minat wisatawan mancanegara maupun nusantara.

Seperti SWPI yang dihelat setiap tahun ini merupakan upaya transformasi wujud pertunjukan wayang kulit klasik, wayang golek dan wayang orang pada umumnya. Namun dalam SWPI dihadirkan dalam wujud baru, bentuk kolaborasi dengan paduan dan sentuhan konsep modern, artinya penggagas dan pelaku atau praktisi seni mampu membaca tradisi dengan cara- cara modern.

Gabungan materi pertunjukan wayang kulit, wayang golek dan wayang wong adalah sebagai modal dalam menciptakan bentuk pertunjukan kolaborasi untuk keperluan atraksi wisata budaya.

“Sangat realistis dalam situasi dan kondisi saat ini, di mana kita dapat menempatkan posisi wayang sebagai seni adiluhung, sebagai seni yang penuh makna nilai-nilai tuntunan dan tontonan, sehingga pariwisata mempunyai peran dalam memanfaatkan potensi wayang sebagai atraksi pariwisata budaya”, ujar Arief Yahya.

Deputi Bidang Pengembangan Pariwisata Nusantara Esthy Reko Astuty juga dalam keterangan tertulisnya menambahkan bahwa kedudukan wayang sebagai Mssterpiece Dunia supaya tidak dicabut pengakuan tersebut, justru eksistensi wayang harus tetap hidup, tumbuh, lestari, berkembang, dan bermanfaat dalam kehidupan masyarakat untuk lebih sejahtera baik lahir maupun batin.

“Kehadiran para akademisi dan praktisi wayang yang kreatif, sangatlah diharapkan untuk menjadikan wayang tetap hidup dan berkembang serta bermanfaat,” ujar Esthy.

Kepala Bidang Promosi Wisata Budaya, Kemenpar Wawan Gunawan menambahkan SWPI merupakan upaya merekonstruksi kembali struktur pertunjukan dalam tradisi wayang dengan cara-cara modern namun tidak meninggalkan esensinya.

“Even seperti inilah yang menjadikan wayang tetap digemari masyarakat. Wayang lahir dalam bentuk kemasan kekinian yang memainkan peranan teknologi modern dalam pengemasan sehingga kedudukan wayang mampu beradaptasi dengan zamanm,” terangnya sera menambahkan SWPI 2017 juga sekaligus untuk sekaligus mempromosikan branding pariwisata nusantara  Pesona Indonesia.

TravelPlus Indonesia menilai SWPI 2017 yang diorganisir Inke Marris Associates (IMA) ini punya keistimewaan tersendiri dibanding pertunjukan wayang lain.

Soalnya selain menyuguhkan pertunjukan kolaborasi wayang, juga ada Workshop Wayang yang diikuti sejumlah siswa dan siswi sekolah tingkat SLTP dan SLTA dari Depok sampai Jakarta Utara yang digelar sore harinya.

Para pelajar bukan cuma melihat dari dekat bermacam karakter wayang golek dan kulit, pun mempraktekannya langsung bagaimana memegang Wayang Kulit dan Wayang Golek serta memainkannya dengan para nara sumber yang hadir, antara lain Gaura Mancacaritadipura (budayawan sekaligus dalang bule berdarah Australia).

Selain itu ada praktisi penyaji Wayang Golek Dalang Yudhi & Dalang Bayu, dan penyaji Wayang Kulit Dian Pradita Kusuma serta dalang cilik Aming berusia 11 tahun yang menampilkan kebolehannya memainkan Wayang Golek singkat berlakon Begalan Olej.

Para pelajar pun mendapat hiburan segar dari artis cilik Antiq, putri bungsu Ki Dalang Wawan Ajen yang masih berusia 6 tahun, yang tampil centil menggemaskan membawakan dua lagu andalannya Karedok Leunca dan Thems Song Pesona Indonesia.

Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.