“Terus terang, saya juga merinding dengan jumlah pemain angklung sebanyak itu, saya makin penasaran, seperti apa efek suara yang ditimbulkan di show kolosal itu. Saya membayangkan, pasti spektakuler dan memukau! Dan itu akan menjadi bahan perbincangan di arena Peringatan KAA ke-60,” aku Menteri Pariwisata Arief Yahya, yang juga Ketua Side Events Peringatan Konferensi Asia Afrika, mulai 19-24 April itu.
Angka 20.000 itu bukan sembarangan. Angka yang sulit, koordinasinya juga tidak mudah. Tribun lapangan sepak bola akan penuh dengan lautan angklung.
Seperti diketahui, alat musik yang terbuat dari bambu itu sudah terdaftar dan dicatatkan sebagai Warisan Budaya Dunia atau The Intangible Heritage of Humanity, UNESCO, sejak Kamis, 18 November 2010 di Nairobi, Kenya, Afrika. Sudah hampir 15 tahun.
Keberadaan angklung sebagai warisan budaya dan diakui oleh lembaga PBB yang bergerak di bidang Pendidikan dan Kebudayaan itu menyusul setelah keris, wayang, dan batik yang lebih dulu ditetapkan sebagai warisan budaya dunia dari Indonesia. “Kita harus bangga dengan karya budaya asli itu. Anak-anak muda juga bisa bermain angklung dengan indah,” kata Arief Yahya.
UNESCO menilai, angklung memenuhi kriteria sebagai warisan budaya bukan benda yang diakui dunia internasional. Angklung juga dianggap menjadi bagian penting identitas budaya Jawa Barat dan Banten. Seni musik ini mengandung nilai-nilai dasar kerjasama, saling menghormati dan keharmonisan sosial.
“Karena itu, menampilkan angklung di pentas internasional sebagai side event nya Peringatan KAA sudah pas. Ada kekuatan budaya yang bisa ditampilkan di saat banyak orang asing yang berkunjung ke Bandung,” jelasnya.
Jangan salah, angklung itu sudah sangat popular di pentas dunia. Angklung itu sudah mendunia. Angklung sering dipromosikan dan dibawa oleh delegasi Indonesia dalam berbagai ajang pameran di banyak negara. “Pemecahan rekor dunia ini semakin memperkokoh potensi dan keunikan budaya kita dalam peta pariwisata dunia,” jelasnya.
Sebelumnya, Guinness World of Record pernah mencatat rekor bermain angklung kolosal di Beijing, Tiongkok. Kala itu Kedutaan Besar RI di Beijing bersama Perhimpunan Persahabatan Indonesia Tiongkok (PPIT) mencatatkan 5.393 pemain angklung di Stadion Buruh Beijing.
Di sana, orchestra angklung pimpinan Daeng Udjo itu memainkan beberapa lagu, seperti Manuk Dadali, lagu berbahasa Mandarin Yueliang Daibiao Wo De Xin, dan lagu kebersamaan: We Are The World.
Rekor yang dibukukan di ibu kota China itu, sudah menggugurkan catatan kolosal sebelumnya, yang digelar di kaki Monumen Nasional Kebanggaan AS di Washinton DC.
Konsep acaranya dirancang oleh Dino Patti Djalal, Mantan Dubes RI untuk USA. Saat itu, dicatat 5.102 orang ikut bermain, dan mendendangkan lagi yang sangat popular di USA saat itu, “We Are The World” dan “Take Me Home Country Road.”
Di Adelaide, Australia, konser angklung terbanyak pernah dimainkan dalam Royal Adelaide Show 2014, pada 13 September 2014. Di acara pameran tahunan pertanian terbesar di Negeri Kanguru Selatan itu host-nya adalah Royal Agriculture and Horticulture Society of South Australia.
Mereka mengklaim ada 6.100 angklung (dari 7000 yang dibawa dari Indonesia), dimainkan bersama oleh pengunjung acara itu dari berbagai usia. Karena itu, jumlah itu layak dicatat sebagai peraih rekor baru.
Waltzing Maltida, lagu yang khas Australia dan Happy Birthday dimainkan dengan instrument khas angklung, dalam rangkaian perngatan 175 tahun Royal Agriculture Society of South Australia. Tetapi, sampai sekarang belum ada keterangan resmi dari Guinness Book of The Record, yang mencatat rekor itu.
Bagi, Arief Yahya, di manapun juga, dalam jumlah berapapun juga, pentas musik etnik angklung itu harus diapresiasi. Mereka turut mempopulerkan karya budaya asli Indonesia yang telah lama mengakar kuat.
“Begitu mendengar istilah angklung, melihat bambu pembuat angklung, mendengar suara musik berbasis bambu, yang ada di pikiran orang langsung ke Indonesia. Ini sama dengan mempromosikan kekayaan budaya Indonesia,” ungkapnya.
Naskah dan Foto: adji k (adji_travelplus@yahoo.com)
Sumber: Puskompublik, Kemenpar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.