Dari puluhan kecelakaan pesawat terbang yang pernah terjadi di Indonesia, Travelplusindonesia mencatat ada lima (5) yang paling parah dan sempat menarik perhatian khalayak. Indikator parah disini berdasarkan jumlah penumpangnya yang tewas di atas 100 orang.
Kecelakaan pesawat terbang di Indonesia yang terparah terjadi pada tanggal 26 September 1997. Ketika itu pesawat Airbus A300-B4 milik Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan 152 jurusan Jakarta - Medan jatuh di Desa Buah Nabar dekat Medan, Sumatera Utara. Penumpang dan awak pesawat yang berjumlah 234 tewas semua.
Sampai saat ini, kecelakaan ini merupakan kecelakaan pesawat terbesar dalam sejarah Indonesia. Khabarnya salah satu penyebab kecelakaan diperkirakan adanya asap tebal sehingga mengganggu jarak pandang pilot. Namun dari potongan percakapan dalam kotak hitam menyebutkan ATC (menara penghubung) Bandara Polonia tidak sepenuhnya bekerja dengan baik karena menyebutkan Merpati 152. Ini merupakan kesalahan dalam komunikasi oleh pilot pesawat dengan bandara.
Disusul kemudian dengan kecelakaan pesawat Silk Air dengan nomor penerbangan 185 Jurusan Jakarta - Singapura pada tahun yang sama tepatnya tanggal 19 Desember 1997. Pesawat ini jatuh di Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan. Akibatnya seluruh penumpang dan awak pesawat sebanyak 104 orang tewas, termasuk pilot Tsu Way Ming dari Singapura dan kopilot Duncan Ward dari Selandia Baru.
Pada 14 Desember 2000, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengeluarkan laporan yang menyatakan penyebab kecelakaan tidak dapat diketahui (undetermined). Namun, NTSB (Singapura) menyatakan kecelakaan disebabkan oleh tindakan Kapten Tsu yang sengaja menjatuhkan pesawatnya ke laut (bunuh diri).
Kecelakaan pesawat terbang berikutnya yang termasuk parah adalah pesawat Boeing 737-200 milik Maskapai Mandala Airlines dengan nomor penerbangan RI 091 pada tanggal 5 September 2005. Pesawat ini gagal take off dari Bandara Polonia Medan dalam penerbangan menuju Jakarta.
Pesawat ini menerobos pagar bandara dan menabrak perumahan penduduk dan masyarakat di Jalan Jamin Ginting, Medan. Akibatnya dari 117 orang penumpang dan awak, hanya 16 yang selamat. Korban dari masyarakat di darat, 41 orang dinyatakan tewas.
Penelitian awal yang dilakukan KNKT dengan tim investigasi National Transportation Safety Board dari Amerika Serikat menemukan adanya kerusakan yang menyebabkan salah satu mesin pesawat tidak bertenaga. Dikabarkan juga pesawat ini diketahui mengangkut 2 ton durian sehingga hampir mencapai batas berat maksimum yang mampu diangkut pesawat.
Berikutnya kecelakaan pesawat Boeing 737-4Q8 milik Adam Air dengan nomor Penerbangan KI-574, rute Surabaya - Manado pada tanggal 1 Januari 2007. Pesawat ini jatuh di Selat Makassar hingga menelan korban 102 tewas. Kotak hitam pesawat ini ditemukan di laut pada kedalaman 2000 meter pada 28 Agustus 2007 di perairan Polewali Mandar, Sulawesi Barat (sekarang).
Pada 25 Maret 2008, KNKT mengumumkan penyebab kecelakaan pesawat ini adalah cuaca buruk, kerusakan pada alat bantu navigasi Inertial Reference System (IRS) dan kegagalan kinerja pilot dalam menghadapi situasi darurat.
Terakhir kecelakaan Pesawat C-130H Hercules 2009 pada 20 Mei 2009 di Magetan, Jawa Timur. Kecelakaan ini menewaskan 98 orang penumpang dan 2 orang warga lokal, Pesawat milik Angkatan Udara tipe C-130 Hercules ini membawa 112 orang (98 penumpang dan 14 kru) dari Jakarta menuju Jawa Timur.
Pesawat ini berusaha mendarat di Bandar Udara Iswahyudi, namun meledak dan terbakar saat jatuh sekitar 5,5 Km Barat Laut dari bandara. Hercules sempat menghantam beberapa rumah penduduk sebelum mendarat akhirnya di sawah, Desa Geplak, Kecamatan Karas, Magetan, Jawa Timur.
Sesuai aturan di Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 Permen 77 Tahun 2011, pengangkut yang mengoperasikan pesawat udara wajib bertanggung jawab atas kerugian terhadap penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap atau luka-luka, hilang atau rusaknya bagasi kabin hilang, musnah, atau rusaknya bagasi tercatat dan sebagainya.
Besaran ganti rugi terhadap penumpang yang meninggal dunia dan cacat tetap diberikan ganti rugi sebesar Rp 1,25 miliar per penumpang. Bagi penumpang yang luka-Iuka dan harus menjalani perawatan di rumah sakit, klinik atau balai pengobatan sebagai pasien rawat inap dan/atau rawat jalan, akan diberikan ganti kerugian sebesar biaya perawatan yang nyata paling banyak Rp 200 juta per penumpang.
Naskah: adji kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)
Foto: dok.google
Captions:
1. Kecelakaan pesawat Mandala Airlines di Medan tahun 2005.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.