Baru-baru ini The Economist Intelligence Unit (TEIU) melansir hasil survey dan penilaiannya mengenai kota-kota ternyaman di dunia tahun 2013. Melbourne kembali menyandang predikat itu untuk 3 tahun berturut-turut. TEIU merupakan bagian dari The Economist Group, sebuah penerbit majalah berita mingguan yang cukup bergengsi, The Economist.
Tahun ini, TEIU melakukan survey dan penilaian terhadap 140 kota di dunia dengan menerapkan lima kriteria pokok penilaian yakni infrastruktur, stabilitas, kesehatan, budaya dan lingkungan serta pendidikan.
Kriteria pokok di bidang infrastruktur, dirinci lagi menjadi beberapa sub kriteria yang dinilai, seperti penilaian ketersediaan dan kualitas infrastruktur, kualitas transportasi publik, jaringan transportasi internasional, dan akses terhadap perumahan yang layak huni.
Sub kriteria di bidang stabilitas yang dinilai antara lain potensi ancaman teror, potensi kerusuhan massal, dan sebagainya. Untuk kriteria kesehatan, yang dinilai antara lain pelayanan kesehatan publik, kualitas pelayanan kesehatan, ketersediaan dan kemudahan akses pelayanan kesehatan.
Sub kriteria bidang lingkungan adalah kondisi iklim, kelembaban kota, kemudahan berolah raga, dan lainnya. Sedangkan sub kriteria bidang budaya antara mencakup pula tingkat korupsi, pelarangan yang bersifat sosial, agama, permasalahan sensor, dan akses untuk menampilkan hal-hal yang berbau budaya.
Sementara penilaian bidang pendidikan, selain ketersediaan dan kualitas pendidikan swasta dan publiknya, juga tingkat kemudahan untuk mendapatkan sarana pendidikan.
Hasil survey dan penelitian itu ada 10 kota ternyaman di dunia versi TEIU yakni Melbourne di peringkat pertama. Disusul Vienna,Vancouver, Toronto, Calgary, Adelaide, Sydney, Helsinki, Perth, dan Auckland diurutan kesepuluh.
Dari data di atas, terlihat Australia mendominasi. Selain Melbourne, ada Adelaide, Sydney, Perth, dan Kota Auckland. Melbourne yang merupakan kota kedua terbesar di Australia setelah Sydney kembali menyandang gelar kota ternyaman di dunia karena dianggap sangat layak dan nyaman untuk ditinggali karena sangat lengkap fasilitas kotanya dan minim tingkat kejahatannya.
Melbourne juga dinilai memiliki warga yang ramah terhadap turis sekalipun warganya banyak yang berasal dari luar kota tersebut. Selain iu prasarana dan sarana publik serta transportasinya dinilai sangat peduli terhadap orang tua dan orang cacat.
Bagaimana dengan Jakarta? Jakarta ternyata berada diurutan ke-118 tahun lalu. Kendati lebih nyaman dibandingkan dengan Hanoi, Vietnam (ke-120) dan Phnom Penh, Kamboja (ke-125). Namun, Jakarta kalah nyaman daripada Singapura yang emnduduki peringkat ke-52, Kuala Lumpur (ke-77), Bangkok (ke-101), Bandar Seri Begawan (ke-103), dan Manila (ke-105).
Jika menurut versi TEIU Jakarta berada di posisi 1I8 sebagai kota ternyaman di dunia, lain halnya dengan versi Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) yang telah men-survey 15 kota besar di Indonesia berdasarkan sejumlah indikator penilaian pada tahun 2012.
Hasil survey yang diumumkan pada 2012 lalu, Kota Jogjakarta dinilai sebagai kota ternyaman di Indonesia. Sedangkan Jakarta hanya menempati urutan ke 13, di bawah Kota Yogyakarta, Denpasar, Makassar, Manado, Surabaya, Semarang, Banjarmasin, Batam, Jayapura, Bandung, Palembang, dan Kota Palangkaraya. Sementara Kota Pontianak dan Medan dinilai lebih tidak nyaman dibandingkan Jakarta.
Berdasarkan hasil survey dan penilaian dua instansi non pemerintah itu, rasanya Jakarta sulit mendapatkan predikat kota ternyaman di dunia lima tahun ke depan. Kalau untuk tingkat nasional, kemungkinan itu masih berpeluang. Itupun dengan catatan Pemkot DKI Jakarta dan warganya benar-benar mau berubah, berkorban dan berbuat banyak untuk Jakarta.
Sayangnya, sampai kini pengorbanan dan perubahan tingkahlaku yang pro lingkungan itu belum terwujud. Setahun lebih Jokowi memimpin ibukota tercinta ini memang terlihat ada perubahan, tapi masih sedikit. Masih begitu banyak yang harus dibenahi Jokowi. Dan itu tidak akan bisa kalau tidak dibantu oleh warganya.
Berdasarkan pengamatan penulis, Jakarta terlampau rusak parah oleh ulah warganya sendiri terutama para pendatang dan kapitalis. Umumnya mereka yang datang, tidak peduli dengan Jakarta. Mereka datang hanya dengan NAFSU bukan CINTA. Hanya berniat ingin memperbaiki nasib agar lebih baik dengan menghalalkan segala cara, termasuk merusak lingkungan Jakarta seperti tinggal di bantaran kali, rel, kolong jembatan dan lainnya.
Masih banyak warganya yang seenaknya membuang sampah ke kali dan jalan. Masih banyak pengusaha atau pemilik modal yang membuat usaha, pabrik dan lainnya yang tak ramah lingkungan hinggga sungai-sungai di Jakarta tercemar dan bau.
Jika hal yang kecil saja tidakdiindahkan oleh warganya, bagaimana dengan hal yang besar, seperti keamanan, kemacetan, polusi dan lainnya. Ini semua masih jadi Pekerjaan Rumah yang berat, bukan hanya pemimpinnya tapi juga warganya.
Hal serupa juga terjadi di kota-kota besar lain, yang cenderung bukan tertata dan nyaman tapi justru makin hancur, kotor, padat, dan mulai macet. Contohnya Kota Bandung, Medan dan lainnya.
Naskah & Foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.