Hari ini, Rabu (8/5/2013) sejumlah media baik nasional maupun internasional memuat erupsi Gunung Mayon di Filipina, yang meletus tiba-tiba hingga menewaskan 5 orang pendaki dan melukai 7 lainnya, Selasa (7/5).
Ini membuktikan berita meletusnya sebuah gunung tetap SEXY, terlebih sampai menewaskan sejumlah orang yang tak lain pendaki asing.
Namun yang terpenting dari pemberitaan meletusnya gunung berketinggian 2.460 meter di atas permukaan laut ini bukan sekadar info mengenai kejadian dan dampaknya, pun pembelajaran dari erupsi maut yang tak terduga ini.
Disebut tak terduga, lantaran tidak ada peringatan sebelumnya karena tak ada intensifikasi aktivitas vulkanik yang terpantau.
Kendati tidak aktivitas magma dari letusannya, namun semburan debu dan uapnya yang tiba-tiba itu amat mengejutkan sejumlah pendaki dan warga di kaki gunung tersebut.
Lima korban tewas adalah empat orang wisatawan Jerman dan pemandu mereka warga Filipina. Sedangkan yang luka, salah satunya seorang pria Thailand.
Seperti yang dikabarkan seorang penyelenggara wisata setempat, gunung berbentuk kerucut ini meletus tiba-tiba tanpa tanda-tanda sebelumnya.
Ini membuktikan bahwa gunung aktif bisa meletus kapan saja, tanpa adanya kegiatan kegempaan sebelumnya sebagaimana biasanya terjadi sebelum gunung tersebut meletus.
Dan hal ini pun bisa saja terjadi di Indonesia, terlebih negeri kita ini terdapat puluhan gunung aktif. Bahkan beberapa di antaranya super aktif.
Meletusnya Mayon yang mendadak menjadi pembelajaran buat pendaki dan sejumlah pihak terkait di Indonesia seperti operator pendakian, pemandu, petugas pos pengamatan gunung dan lainnya untuk tetap berhati-hati dengan tabiat gunung aktif yang tak terduga, terutama saat para pendaki tengah mendaki jenis gunung ini. Karena petaka bisa terjadi tanpa diduga.
Mayon merupakan salah satu dari 22 gunung api paling aktif di Filipina. Gunung yang terletak di Provinsi Albay, sekitar 300 Km sebelah Tenggara Kota Manila ini sudah meletus sebanyak 50 kali sepanjang sejarahnya. Letusan pertama tercatat terjadi pada tahun 1616. Letusan terparah terjadi pada 1 Februari 1814, aliran laharnya mengubur Kota Cagsawa dan menewaskan 1.200 orang.
Pada Agustus 2006 juga pernah meletus namun tidak menimbulkan korban jiwa. Tapi empat bulan pascaerupsi teresbut terjadi angin topan yang menyebabkan longsornya lumpur vulkanik dari lereng gunungnya hingga menewaskan 1.000 orang.
Dan pada 2009, letusannya membuat puluhan ribu penduduk desa di kakinya terpaksa mengungsi.
Naskah & Foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.