Kamis, 21 Maret 2013

Segarnya Rujak Aceh dari Tanah Rencong, Medan Hingga Jakarta

Indonesia punya beragam rujak, salah satunya rujak Aceh. Rujak berisi aneka buah dengan siraman bumbu sambal gula merah yang kental berasa asam, pedas, dan manis ini, hmmm.., dijamin bikin segerrr. Dari sekian jenis rujak, rujak Aceh boleh dibilang memiliki citra rasa dan ciri khas tersendiri. Wajar jika kemudian rujak ini membuahbibir hingga melebar dari asalnya di Tanah Rencong ke berbagai kota besar di Indonesia seperti Medan dan Jakarta. 

Di negeri asalnya, yakni Aceh, rujak Aceh mudah sekali ditemui. Di seputaran Banda Aceh, terutama di warung atau rumah makan banyak yang menjualnya. Di antaranya di ruas jalan Kota Banda Aceh, tepatnya di Jalan Masjid Raya dan Jalan Cik Ditiro. 

Tempat lainnya ada di daerah Ulee Kareng, Banda Aceh yang sudah ada sejak dulu. Di resto ini, pembelinya bukan cuma warga lokal pun wisatawan Nusantara dan mancanegara, terutama wisatawan ASEAN dan Jepang. Pilihan lain, rujak Aceh Garuda, masih di Banda Aceh.

Di luar Banda Aceh, antara lain di warung rujak Blang Bintang, sekitar 500 meter sebelum pintu gerbang Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda.

Yang agak jauh, di Lhokseumawe, tepatnya di tepian Pantai Ujong Blang. Di sana ada jamboe atau pondok yang menjual rujak Aceh. Pemiliknya bernama Irawati Hamzah (40).

Di Sigli ada beberapa warga setempat yang menjual rujak Aceh, salah satunya Erita (50) yang berjualan di Taman Siliwangi yang diteduhi pepohonan cemara laut, tak jauh dari bineh laot (pinggir laut) Sigli.

Ibu lima anak yang sudah 29 tahun berjualan rujak Aceh ini, tiap hari berjualan di sini dari pukul 10 pagi hingga 4 sore. Dia dibantu Karsa, anak laki-laki bungsunya yang masih duduk di bangku SMP. Per harinya, minimal dia mengantongi uang Rp 100.000 dari penjulan rujak. Dari hasil menjual rujak, Erita mengaku mampu menyekolahkan salah satu anaknya hingga menjadi polisi yang kini bertugas di Polsek Kota Sigli.

Makan rujak buatan Erita di taman itu terasa menghadirkan atmosfir yang beda. Soalnya sekitar 15 meter dari tempatnya berjualan berdiri bangunan museum peringatan korban gempa dan tsunami yang memuat daftar nama-nama masyarakat Kabupaten Pidie dan Pidie jaya yang meninggal dunia akibat bencana dasyat, 24 Desember 2004 tahun silam itu. Dan salah satu korbannya, Syafna, buah hati Erita.

Lincah atau rujak Aceh sudah menjadi makanan tradisional masyarat Aceh dari dulu. Camilan ini nikmat dimakan pada siang hari yang terik.

Rujak yang satu ini berisi campuran irisan buah-buahan seperti nenas, timun, mangga, kedondong, pepaya, bangkuang, dan pisang batu yang masih mentah ini, diaduk dengan gula aren atau gula jawa yang sudah diulek di atas cobek batu bersama cabe rawit dan garam

Yang membuat rujak Aceh berbeda, adanya rumbia, buah khas Aceh semacam salak atau disebut juga salak Aceh, yang daunnya digunakan untuk membuat atap rumah ini. Buah ini diserut bersama buah-buahan lainnya.

Rujak Aceh tak hanya ada di Tanah Reuncong. Rujak ini juga sudah menyebar ke Kota Medan bahkan Jakarta. Di Medan antara lain di Warung ini berada di Kelurahan Sei Putih Timur, Kecamatan Medan Petisa. Nama rujaknya dikenal dengan Rujak Aceh Samanga.

Sedangkan di Jakarta rujak Aceh dijual dibeberapa tempat antara lain di food court Eat & Eat Kelapa Gading 5, Jakarta Utara. Selaion itu Waroeng Jaly-Jaly di Blok M Mall, Jakarta Selatan, dan Kedai Mie Aceh Bang Jali di food court ITC Ambasador, Kuningan, Jakarta Selatan. Di pingiran Jakarta, tepatnya di Depok, ada di ITC Depok Jalan Margonda Raya.

Harga seporsi rujak Aceh di negeri asalnya bervariasi dari Rp 5.000 sampai dengan Rp 9.000. Sementara Berkisar antara Rp 8.000 hingga Rp 10.000. Sedangkan di Jakarta dan Depok, harga seporsinya sudah naik pangkat, berkisar antara Rp.10.000 s/d Rp 15.000.

Naskah & foto: Adji Kurniawan (adji_travelplus@yahoo.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.