Hal ini disampaikan Ahyak Ulumuddin, Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Gili Iyang saat TravelPlus Indonesia mengunjungi Gili Iyang disela-sela meliput Sumenep Spectakuler 2017 yang digelar Pemkab Sumenep dan mendapat dukungan Pesona Indonesia-nya Kementerian Pariwisata (Kemenpar), Sabtu (28/10).
“Turis asing yang datang ke Gili Iyang antara lain dari Australia, Jerman, Swiss, dan Saudi Arabia. Umumnya mereka datang dengan biro perjalanan wisata atau travel agent secara berkelompok,” terang Ahyak di lokasi titik oksigen yang berada di Desa Wisata Bancarmara, Pulau Gili Iyang, Kecamatan Dungkek.
Namun dibanding wisatawan domestik atau nusantara, jumlah turis asing masih kalah.
“Wisnus yang datang kebanyakan dari kota-kota besar dan kecil di Jawa seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Malang, Gresik, dan lainnya. Termasuk dari Sumenep dan sejumah ibukota kabupaten di Madura,” terang Ahyak yang memakai nama Kiagengropet untuk akun media sosial Facebook-nya.
Jumlah wisman yang ke Gili Iyang tahun 2017 sampai bulan September sebesar 32 orang. “Kalau jumlah wisnus per bulan tahun 2017 rata-rata 2.500 orang. Bahkan di hari Raya Lebaran lalu selama 6 hari mencapai 1056 orang,” ungkap Ahyak.
Tujuan wisatawan yang datang, lanjut Ahyak selain berwisata juga banyak yang melakukan penelitian terkait kadar oksigen.
“Bahkan ada yang membuat paket wisata terapi oksigen buat kesehatan seperti yang dilakukan oleh koodinator trip dari Gresik,” terang Ahyak.
Kata Ahyak yang juga menjabat Ketua II Asosiasi Desa Wisata Indonesia (Asidewi) dan anggota Asidewi Madura Raya, potensi Gili Iyang sebagai lokasi kadar oksigen terbaik kedua di dunia ditemukan mulai tahun 2006 dari hasil penelitian yang dilakukan Tim Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim LAPAN.
Tingginya kandungan oksigen di Gili Iyang, sambung Ahyak turut berpengaruh terhadap kesehatan penduduk pulau ini yang rata-rata berusia panjang sampai lebih dari 100 tahun.
“Dari 500 orang penduduk yang sudah masuk kategori lansia di pulau berpasir putih ini, tercatat 157 di antaranya berusia lebih dari 100 tahun dan masih sehat,” jelas Ahyak.
Baru pada tahun 2010, potensi wisata oksigen dan kesehatan Gili Iyang mulai dipasarkan melalui media massa dan media sosial.
“Wisatawan pun mulai banyak berlomba-lomba datang ke Gili Iyang mulai tahun 2014, termasuk Mensos Khofifah Indar Parawansa pada tahun 2016,” ujar Ahyak.
Pengunjung yang datang banyak juga yang bermalam Gili Iyang. “Ada yang menginap di rumah penduduk, homestay berkelas VIP, dan di rumah saya,” terangnya.
Untuk homestay VIP ada 3 kamar tidur, kamar mandi di dalam, dan ada lampu pakai genset karena sementara PLN belum menyala.
Di homestay VIP rumahnya besar bisa menampung 30 orang. Tarifnya 750 ribu permalam, belum termasuk makan.
“Kalau di rumah saya kemarin digunakan rombongan 60 orang, sampai tidur di serambi. Tarifnya Rp 600 ribu. Hitungannya per orang 10 ribu per orang sekadar ganti air untuk mandi dan lainnya,” terang Ahyak.
Biaya inap itu masih bersifat sementara, karena belum ditentukan, dan itu pun belum termasuk makan.
“Urusan makan, pengunjung bisa pesan lewat Pokdarwis Gili Iyang, karena belum ada restoran atau warung makan. Begitupun kalau ingin pesan transportasi kapal motor dari daratan Sumenep ke Gili Iyang,” pungkas Ahyak.
Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)
Captions:
1. Ketua Pokdarwis Ahyak Ulumuddin menunjukkan lokasi titik Oksigen di Desa Wisata Bancamara, Gili Iyang.
2. Plang lokasi titik Oksigen Gili Iyang yang kadar Oksigennya tertinggi kedua di dunia setelah Yordania.
3. Sepenggal pesona Gili Iyang dari bibir dermaga.
4.
Kapal cepat dan kapal motor kayu salah satu alat transportasi ke Gili Iyang dari Kalianget, Sumenep.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.