Kamis, 01 September 2022

Sesarahan Hutan Desa Paau Usung Tema Bausung Buana Merait Hayat, Ini Makna dan Harapannya


Dalam hitungan hari, Warga Desa Paau bakal menggelar Sesarahan Hutan. Upacara adat atau ritual bermuatan kearifan lokal untuk menjaga hutan itu,  tahun ini mengusung tema "Bausung Buana Merait Hayat".

Apa makna dan harapan dari tema Sesarahan Hutan yang akan berlangsung di Batu Balian, Desa Paau, Kecamatan Aranio, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan (Kalsel) selama 2 hari, 10-11 September 2022 ini?

Berdasarkan keterangan yang dikirim Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Penyaluhan Indah Desa Pa'au Aspiani Alpawi kepada TravelPlus Indonesia, Kamis (1/9/22), makna harfiah atau etimologi kata "Bausung Buana" dalam Bahasa Indonesia berarti dengan sengaja melakukan sesuatu dengan "menjunjung, menghormati, menyapa alam". Adapun kata "Merait Hayat' berarti "menyambung kehidupan, meningkatkan taraf hidup warga setempat".

Jadi secara terminologi "Bausung Buana Merait Hayat" bermakna menghormati jagat/alam, menyapa alam dengan ritual Seserahan Hutannya dapat menyambung kehidupan, meningkatkan taraf kehidupan warganya dikarenakan filosofi dan nilai-nilai luhur yang terkandung didalam ritual tersebut adalah untuk menjaga hutan dan masyarakat yang ada di dalamnya tetap dan makin sejahtera.

Menurut Aspiani Alpawi "Bausung Buana Merait Hayat" juga menjadi tema diskusi yang merupakan salah satu mata acara Sesarahan Hutan Desa Pa'au tahun ini.

Diskusi yang akan diadakan di samping balai adat menghadirkan narasumber antara lain Kepala Bidang (Kabid) Kebudayaan Pariwisata Kabupaten Banjar, sejarawan Meratus, dan dari Dinas Kehutanan dan atau Tahura Sultan Adam Provinsi Kalsel.

Adapun peserta diskusinya antara lain stakeholder dari Kabupaten Banjar dan Provinsi Kalsel, pencinta budaya, pemerhati lingkungan, lembaga adat, LSM, mahasiswa, dan masyarakat umum.

Selain akan membahas tema di atas, diskusi tersebut juga akan menyinggung peran perhatian stakeholder atau pemerintah terkait dengan sarana prasarana (sarpras) dan fasilitas wisata di Desa Paau.

Harapannya mendapatkan perhatian, mengingat di sana ada daya tarik wisata budaya yang sampai saat ini masih dipertahankan oleh Lembaga Adat Desa Paau dan masyarakatnya.


Kata Aspiani Alpawi kalau dilihat dari akses menuju lokasi acara Ritual Sesarahan Hutan dan tempat menginap pengunjung, masih terkesan seadanya.

"Karenanya harapan kedepan di pergelaran adat Sesarahan Hutan nanti, kekurangan-kekurangan tersebut bisa terbenahi seperti akses dan penginapan buat para tamu dan pengnjung bisa lebih nyaman, aman, dan layak sehingga dapat bersaing dengan daya tarik wisata di luar daerah," terangnya.

Selain diskusi tersebut, acara puncak Sesarahan Hutan juga akan diramaikan dengan serangkaian acara menarik antara lain suguhan kesenian Banjar dan berkemah di Camping Ground Batu Balian.

Pengunjung juga bisa mencoba jeram Sungai Batu Balian, membeli aneka kerajinan di Warung Souvernir, dan atau menikmati Sajian Warung Lokal.

Terbuka untuk Umum
Seperti tahun lalu, Sesarahan Hutan 2022 yang diselenggarakan oleh Lembaga Adat Desa Paau bekerjasama dengan sejumlah pihak terkait antara lain KTH Hapuray Desa Paau, Karang Taruna Haur BunaK, dan Pokdarwis Desa Paau ini juga terbuka untuk umum, baik wisatawan atau pengunjung dari luar Kalsel.

"Tiket masuk Sesarahan Hutan tahun ini Rp 10 ribu per orang. Kalau anak dibawah 13 tahun gratis," jelas Aspiani Alpawi.

Pengunjung yang ingin ikut, sambungnya, harus berkumpul di Pelabuhan Tiwingan Lama (Pelabuhan Riam Kanan) pada hari  Sabtu, 10 September 2021, pukul 09.00 WITA.

"Dari Pelabuhan Tiwingan naik perahu klotok. Biayanya pergi-pulang Rp 40.000 per orang," tambahnya.

Sama seperti tahun lalu, Sesarahan Hutan 2022 ini akan menerapkan protokol kesehatan (prokes). Jadi pengunjung wajib menggunakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan.

Wisatawan juga diharapkan membawa hammock atau tenda untuk berkemah. "Sebagai informasi di lokasi acara,  Batu Belian tidak ada sinyal telepon seluler nasional," pungkasnya.


Apa itu Sesarahan Hutan?
Lembaga Adat Desa Pa'au dalam profilnya menjelaskan Sesarahan Hutan Desa Pa'au merupakan sebuah tradisi budaya yang dihasilkan oleh nenek moyang warga setempat yang diduga berasal dari perpaduan dan akulturasi orang biaju, orang bukit dan Melayu Banjar yang berdiam di Hulu Kayutangi (nama sebelum Sungai Martapura). Warisan tradisi itu sampai sekarang masih hidup dan bisa disaksikan.

Upacara tahunan ini biasanya dilaksanakan pada saat pasca-panen. Sarasehan Hutan dipimpin oleh Tutus atau Zuriat yang diberi amanat untuk melaksanakan upacara adat ini dibantu oleh warga secara gotong royong.

Dalam pelaksanaannya, peran para laki-laki dewasa biasanya khusus membuat tempat anjungan untuk seserahan. Sedangkan para perempuan atau kaum ibu membuat kue dari ketan bermacam bentuk menyerupai binatang dan lainnya yang dianggap sebagai simbol kesejahteraan dalam kehidupan warga setempat.

Persiapan pelaksanaan upacara tersebut dimulai saat senja hari hingga malam, berlokasi di Rumah Balai Batu Balian.

Rumah tersebut berjarak sekitar 3 Km dari Desa Pa'au yang dapat ditempuh dengan berjalan kaki sekitar 1 jam atau 15 menit bila naik perahu klotok.

Dijelaskan pula ada beberapa larangan atau pantangan yang tidak boleh dilanggar oleh warga dalam pelaksanaan Sesarahan Hutan.

Pantangan itu antara lain perempuan yang sedang menstruasi dilarang mengikuti upacara ini. Dibolehkan tapi melihat dari kejauhan.

Berikutnya, pada saat proses pembuatan ketan menjadi tepung tidak boleh dimakan manusia, ayam atau hewan lainnya. Oleh karena itu pembuatannya dilakukan pada malam hari dengan bergotong royong membawa halu (alu) dan lesung digunakan untuk menumbuk padi ketan.

Terdapat kue ketan sesarahan tertentu yang hanya boleh dibuat oleh seorang perempuan yang sudah menopause dan selama pembuatannya tidak boleh disapa atau ditegur apalagi dibantu orang lain.

TravelPlus Indonesia tahun ini kembali mendukung Sesarahan Hutan Desa Paau dengan cara turut mempublikasikan pra-kegiatannya, karena menilai upacara adat ini punya muatan pro konservasi budaya sekaligus alam, khususnya hutan setempat agar tetap terjaga kelestariannya dan tentunya lebih meluas gaungnya.

Naskah: Adji TravelPlus @adjitropis & @travelplusindonesia

Foto: dok.Pokdarwis Penyaluhan Indah Desa Paau & Lembaga Adat Desa Paau

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.