Bagi M. Faried Moertolo, berkunjung ke sejumlah kota wisata di mancanegara baik untuk urusan bisnis maupun pelesiran, bukan sekadar menyambangi daya tarik/ikon/landmark kota tersebut untuk narsis lalu disebarluaskan ke medsos. Tapi ada misi lain yakni melihat, mengamati, dan mempelajari Tourism Information Center (TIC)-nya.
Tercatat ada sederet TIC mancanegara yang pernah dikunjungi Faried, mantan Direktur Promosi Pariwisata Dalam Negeri pada masa Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) ini antara lain TIC Tokyo di Jepang; Berlin dan Frankfrut di Jerman; Lizhou dan Shanghai di China; Bursa di Turki; dan salah satu TIC di Kota Paris, Perancis.
Menurutnya TIC di kota-kota mancanegara ternama yang pernah dikunjungi tersebut punya keistimewaan tersendiri sehingga bisa dicontoh.
Setelah diamati, dia pun memberikan 5 tips membuat TIC yang bagus buat diterapkan di Indonesia, baik dari sisi lokasi, arsitektur/bangunan, jenis bahan promosi, penjaganya, dan pengoperasiannya.
Kata Faried, TIC itu juga berfungsi untuk membentuk image/citra positif sebuah destinasi, oleh karenanya pembuatannya harus memperhatikan lima unsur tersebut.
"Pertama, lokasinya harus strategis di kota wisata, bandara, dan lainnya, dan bisa terlihat dengan mudah," ujarnya kepada TravelPlus Indonesia di FX Senayan, Jakarta, Rabu (22/5/2019) selepas buka puasa bersama dengan Tim Pewarta Senior Peduli Pariwisata (TPSP2).
Kedua, lanjutnya desain bangunan baik ekterior maupun interiornya harus menarik.
"Ketiga, tersedia beragam informasi tentang produk wisata yang lengkap berikut visual/ gambar," terangnya
Keempat, sambungnya, harus didukung SDM yang bisa mengelola informasi untuk dikomunikasikan.
"Dan terakhir atau kelima, diupayakan TIC tak ada libur. Jadi harus beroperasi setiap hari," pesannya.
Kata Faried, di beberapa bandara di Indonesia memang sudah ada TIC-nya.
Namun harus diakui yang patut dicontoh itu TIC yang ada di Bandara Internasional Ngurah Rai, Denpasar, Bali.
Bahan promosi wisata di TIC bandara tersebut lengkap, ada brosur paket wisata, hotel, transportasi/rental car, resto, travel agent/tour operator dalam berbagai bahasa, seperti Inggris, Jepang, China, dan lainnya.
"Itu keunggulan TIC di Bandara Ngurah Rai," akunya.
Di ujung pertemuan, Faried yang kini fokus menekuni bisnis komponen otomotif di Karawang, memberikan usulan buat Kantor Kementerian Pariwisata (Kemenpar), tempat dulu dia pernah mengabdi selama sekian tahun.
"Kenapa saya usulkan ada TIC di Kantor Kemenpar? Ya untuk mengedukasi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Pemda) sekaligus, bahwa ada paradigma baru Kantor Pariwisata harus juga berfungsi sebagai Information Service," ungkapnya.
Di TIC Kantor Pariwisata tersebut, tidak usah ada ruang receptionist. "Fungsi itu sudah melebur di TIC," ujarnya.
Kata Faried lagi, keberadaan TIC tersebut menjadi ciri khas Kantor Pariwisata baik di pusat maupun daerah.
"Keberadaannya itu sekaligus menjadi pembeda dengan kantor instansi lain," pungkasnya.
Naskah: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)
Foto: dok.m.faried moertolo & adji
Captions:
1. M. Faried Moertolo, pebisnis yang juga mantan Direktur Promosi Pariwisata Dalam Negeri pada masa Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) saat mengunjungi Tourism Information Center (TIC) di Kota Berlin, Jerman.
2. Faried bertemu TravelPlus Indonesia di FX Senayan, Jakarta.
3. Kerika bersama keluarga di TIC Frankfrut, Jerman.
4. Mengunjungi TIC di Kota Shanghai, China.
5. Suasana TIC di Bandara Internasional Ngurah Rai, Denpasar, Bali.
6. Menyambangi salah satu TIC di Kota Bursa, Turki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.