Minggu, 21 April 2019

Mendaki Gunung Diusia Senja Siapa Takut, Asalkan...




Berusia senja, bukan penghalang buat Anda yang gemar bergiat di alam bebas (outdoor activities), khususnya mendaki gunung.

Meskipun selagi muda, sederet gunung populer dan non populer sudah dipeluk (baca: didaki sampai atapnya), tetap saja perlu kiat tersendiri supaya pendakian gunung dikala usia senja berjalan aman dan nyaman.

Kenapa? Ya karena usia senja (lawas/tua/senior) harus disadari secara fisik jelas berbeda dibanding ketika masih belia.

Mungkin secara pengalaman (jam terbang pendakian) dan mental si pendaki lawas itu unggul. Tapi dari sisi stamina tak bisa dipungkiri pasti kalah dibanding pendaki muda, terutama mereka yang masih berumur belasan sampai 30-an tahun. Karena apa? Ya faktor 'U' tadi.

Pendaki senja, selain fisiknya mulai menurun (baca: melemah), ditambah lagi serangan berbagai persoalan hidup seperti rumah tangga, keluarga, pekerjaan, dan lainnya.

Karena itu pendaki senja perlu mengindahkan kiat khusus untuk mengatasi bermacam kendala itu, antara lain dengan tetap berolah raga, minimal jogging, jalan santai, dan renang.

Olahraga adalah hal utama yang kudu dipenuhi setiap petualang senja sekalipun semasa mudanya dulu rajin naik-turun gunung dan lainnya. Sebab mental saja tidak cukup buat mendaki gunung.

Jangan menganggap karena sudah berpengalaman naik gunung sewaktu muda, lalu Anda meremehkan hal itu. Jadi Anda harus tetap berolahraga, dimanapun sesibuk apapun.

Kalau memilijnunuk Oalah ragam tipis-tipis (olgapis) jogging, sebaiknya jangan hanya di medan rata atau datar seperti jalan beraspal mulus. Sesekali harus juga jogging di jalur menanjak dan menurun untuk mendapatkan atmosfer sebagaimana jalur pendakian. Lebih bagus lagi kalau diselingi dengan membawa beban (baca: ransel). Waktu terbaik jalan cepat, lari santai adalah pagi dan sore.

Adapun renang bermanfaat melenturkan otot dan pernapasan. Kedua olahraga ini sebaiknya dilakukan minimal seminggu sekali.

Kalau tidak punya waktu berolahraga dengan intens, lakukan saja bersamaan dengan rutinitas lain, misalnya berjalan kaki pergi pulang ke masjid/mini market/pasar tradisional, dan lainnya. Jangan sebentar-sebentar naik motor atau kendaraan lainnya.

Mungkin saja sewaktu masih SMA dan kuliah dulu, kemana-mana kerap berjalan kaki, naik kendaraan umum dan lainnya. Tapi setelah bekerja apalagi jadi orang penting, pasti kesempatan itu berkurang sebab kemana-mana naik mobil, diantar dan dijemput sopir bahkan pengawal, Anda tinggal duduk manis. Jadi kesempatan bergeraknya sudah semakin berkurang.

Sebelum memulai pendakian, sebaiknya setiap pendaki  senja melakukan pemanasan mulai dari streatching (pelenturan otot) minimal 5 menit dan warming up (senam pemanasan) minimal 5 menit agar otot tidak kaget, dan terakhir tentu saja berdoa.

Sewaktu mendaki jangan membawa beban yang terlalu berat. Ingat kondisi fisik Anda berbeda dengan anak muda belasan dan duapuluhan tahun (masa SMA dan kuliah). Tapi kalau Anda merasa sanggup karena kerap latihan jogging ataupun jalan santai sambil membawa beban, ya boleh-boleh saja dengan catatan disesuaikan dengan kemampuan fisik Anda.

Kalau tak mampu, solusinya gunakan porter. Anda cukup bawa perlengkapan pendukung saja, seperti kamera jika memang hobi memotret dan lainnya.

Kalau Anda tidak hapal lagi jalur pendakian. Sebaiknya gunakan jasa pemandu lokal selain porter tadi. Anda tinggal berjalan mengikuti petunjuk pemandu saja tanpa harus berpikir keras mencari jalur pendakian sebenarnya ketika bertemu jalur bercabang atau sulit dikenali. 

Dengan menggunakan porter dan pemandu lokal, berarti Anda sudah berbagi sedikit rezeki.

Buat apa Anda punya banyak uang tapi masih mau bercapek-capek membawa barang sendiri dan berpusing-pusing mencari jalur pendakian saat mendaki. Kecuali waktu muda dulu, dan ketika itu Anda masih "kering kerontang", itu masih bisa dimaklumi.

Memang mendaki dengan pemandu, rasa adventuring-nya berkurang. Tapi kalau sudah berusia senja dan memiliki waktu sempit, sisihkan saja rasa itu.

Jika Anda pergi mendaki gunung dengan kelompok pendaki muda (pelajar SMA, mahasiswa ataupun pekerja dan pemandu) jangan sok-sokan mengikuti langkah mereka. Terutama diawal pendakian, karena ini sebenarnya fase terberat saat mendaki  lantaran fisik dan jiwa belum seutuhnya beradaptasi.

Maklum seusia mereka, terlebih pelajar SMA dan mahasiswa mungkin mereka bisa naik atau turun gunung sambil lari karena fisik mereka sedang prima.

Lebih baik Anda bilang, jalannya santai saja. Kalau mau bergerak cepat silakan, nanti saya menyusul. Jadi Anda tak perlu gengsi.

Carilah jenis petualangan yang sesuai dengan kapasitas kemampuan Anda saat ini.

Kalau merasa persiapan fisik kurang, beban pikiran sedang meninggi karena persoalan rumah tangga, pekerjaan yang menumpuk dan sebagainya, sebaiknya jangan memaksakan diri berpetualang yang berat-berat seperti mendaki gunung yang cukup tinggi dan berjalur sulit.

Carilah petualangan alternatif. Boleh saja mendaki gunung tapi gunung yang mudah digapai.

Jangan lupa cek up kesehatan Anda. Mungkin saja sewaktu muda, Anda sehat wal’afiat namun tanpa Anda ketahui saat menjelang senja Anda terkena asma, gejala paru-paru, jantung, stroke atau lainnya.

Saat mendaki, bawa obat-obat khusus Anda jika menderita suatu penyakit tertentu.

Kalau Anda punya gejala reumatik, mudah pegal-pegal, sesak napas, dan lainnya, ya bawa saja obatnya dalam kemasan kedap air. Termasuk perlengkapan khusus yang biasa Anda gunakan sehari-hari, seperti kaca mata dan lainnya untuk memudahkan Anda berpetualang.

Kenali karakter lokasi petualangan yang dituju. Misalnya kalau ingin mendaki gunung A, sebaiknya pahami waktu terbaik untuk mendakinya, kekhasan alam, dan cuaca gunung tersebut. Termasuk regulasi pendakian gunung yang berlaku di gunung tersebut berikut peraturan tak tertulis yang berlaku di masyarakat di sekitar gunung itu. Dengan demikian Anda sudah membawa bekal informasi/data selain bekal fisik dan mental tadi.

Mendaki gunung dan kegiatan petualangan lainnya bukanlah untuk menaklukan gunung dan tantangannya. Melainkan bagaimana menikmati keindahan dan mensyukuri karunia Allah SWT yang tak terhingga, sehingga pendaki tersebut semakin dekat dengan-Nya dan terus berusaha menjaga kelestarian alam ciptaan-Nya.

Nah, buat Anda yang masih muda, pergunakan masa produktif itu dengan menjelajahi sejumlah gunung super aktif, aktif, dan tidak aktif  di Tanah Air tercinta ini sebaik mungkin dengan membawa pula bekal ramah lingkungan, sebelum Anda memasuki usia senja kelak.

Bagi Anda pendaki lawas yang ingin sesekali mendaki, nanjaklah dengan bijak sesuai kondisi fisik dan umur saat ini.

Semoga artikel ini bermanfaat 🙏.
Salam Nanjak Pro Konservasi,
Salam Nanjak Ramah Lingkungan.

Naskah: Adji TravelPlus (Jaberio Petrozoa), IG: @adjitropis, TikTok: @FaktaWisata.id

Foto: adji & dok. pendakibelia

Captions:
1. Biar senja tetap berjiwa pagi, ahaaiii...
2. Saya (Adji TravelPlus) di puncak Gunung Prau, Sabtu (20/4/2019).
3. Lari buat persiapan nanjak.
4. Faktor 'U' dengkul kopong euy saat menuruni Gunung Rajabasa, Lampung.
5. Saya di puncak Gunung Marapi, Sumatera Barat.
6. Pendaki senja/lawas (tengah) bersama 2 pendaki belia asal Sumedang di puncak Gunung Prau.
7. Saya di triangulasi puncak Gunung Seulawah Agam, Aceh.
8. Saya di puncak Gunung Bambapuang, Sulawesi Selatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.