Duaratus ukiran Asmat tingkat distrik yang dilelang itu sudah lolos seleksi atau dikurasi oleh para kurator dari Museum Budaya Asmat sejak minggu kedua Oktober di Lapangan SD Salib Suci, Agats.
Salah satunya ukiran patung karya seniman Asmat dari Rumpun Bismam Asmat, Kampung Yapem yaitu Klemens Yowinces (32).
Menurut Klemens sudah lima bulan dia mempersiapkan patung buatannya supaya bisa lolos seleksi.
Klemens bersyukur, patung ukirannya akhirnya lolos seleksi untuk dipamerkan dan dilelang dalam Pesta Budaya Asmat (PBA) 2017.
Culture event tahunan ini untuk tahun ini berlangsung selama 6 hari, 19-24 Oktober. Lokasinya berpusat di Lapangan Yos Sudarso, Distrik Agats, Kabupaten Asmat, Papua.
Culture event tahunan ini untuk tahun ini berlangsung selama 6 hari, 19-24 Oktober. Lokasinya berpusat di Lapangan Yos Sudarso, Distrik Agats, Kabupaten Asmat, Papua.
Dia menamakan patung dari kayu setinggi 2 meter itu dengan nama Patung Tesmaipits, yang memegang tombak dan busur serta anak panah yang diletakan di bahu.
Patung gagah itu pun mengenakan bermacam aksesoris unik khas Asmat seperti Bipane atau hiasan hidung yang terbuat dari kerang siput, Piswa (belati yang dipasang di lengan dari tulang kaki Burung Kasuari, Facin (topi yang terbuat dari kulit Kuskus, dan Juursis atau kalung dari gigi anjing.
Kata Klemens, Tesmaipits itu panglima perang yang dulu disegani karena banyak membunuh dan mengumpulkan kepala musuh saat perang dengan kampung lain.
Wajah bahagia juga tersirat di wajah Yohanes Aman (33), seniman seni pahat Asmat lainnya yang berasal dari Kampung Yo, sekitar 3 jam naik speedboat ke Distrik Agats, lokasi acara PBA 2017.
Pasalnya ada 5 ukirannya yang dipersiapkan selama berbulan-bulan untuk dipamerkan dan dilelang di PBA tahun ini.
Ada Patung Bis setinggi 2 meter, Tombak Babi 30 Cm, Patung Ibu Menyusui Anak 30 Cm, Patung Mendayung Perahu 1 meter, dan Patung Ibu Menggendong Anak serta Memegang Dayung.
Menurut bapak 8 anak ini paling susah membuatnya sampai satu bulan itu adalah Patung Bis yang berisi satu rumpun keluarga besar terdiri atas ibu, bapak, anak-anak, dan lainnya.
Selain 5 ukiran itu, Yohanes pun membawa beberapa ukiran yang sengaja tidak untuk dilelang melainkan untuk dijual selama berlangsung PBA.
Salah satu ukiran Yohanes yang diberi judul Patung Tiga Tungku Kehidupan sudah dibeli oleh pengunjung dari Jakarta yang sengaja datang untuk memburu ukiran Asmat saat PBA.
Sebenarnya harga patung itu 2 juta rupiah karena pembuatannya sulit dan memakan waktu sampai satu bulan.
Patung itu pun terbuat dari kayu besi yang diambil Yohanes di hutan dengan gergaji mesin.
“Tapi pembelinya menawar terus, cuma 300 ribu rupiah, lalu ditambah 100 ribu rupiah. Saya kasih saja daripada tidak ada yang beli,” ujar Yohanes polos sambil menyantap nasi dengan lauk ikan goring, pemberian si pembeli ukirannya itu di kedai Hotel Sang Surya, Agats.
Sementara seorang temannya juga berhasil menjual sebuah Tifa (gendang khas Papua) yang berukir seharga 250 ribu.
Pantauan TravelPlus Indonesia, banyak pengunjung yang datang ke PBA bukan semata untuk melihat karnaval atau parade budayanya, melainkan untuk membeli bermacam ukiran Asmat dengan bermacam taktik, rayuan, dan tawaran sampai berhasil mendapatkannya semurah mungkin, lalu dijual kembali di kota asal atau negaranya dengan harga selangit, berkali-kali lipat dari harga belinya.
Beberapa pengunjung PBA yang sebenarnya adalah pebisnis ataupun kolektor kerajinan etnik itu, datang ke Distrik Agats lebih awal.
Mereka kemudian ‘bergerilya’ ke sejumlah perajin ukiran Asmat, sebelum lelang ukiran dimulai untuk menawar seminimal mungkin sampai mendapatkan ukiran-ukiran Asmat terbaru tahun ini.
Menurut Yohanes, kekurangan di Asmat belum ada toko yang menampung ukiran-ukiran Asmat dan menjualnya dengan harga yang pas, minimal tidak merugikan perajin.
Tak heran bagi Yohanes, Klemens, dan seniman seni pahat Asmat lainnya, PBA bukan hanya menjadi ajang bertemunya para seniman ukir se-Asmat, pun sebagai ladang menuai rejeki dengan menjual bermacam ukirannya setahun sekali, meskipun terkadang harga tawarnya tak sesuai harapan.
Gaya Lelang
Duaratus ukiran terbaik Asmat tahun ini, termasuk milik Klemens, Yohanes, dan lainnya yang lolos seleksi ditempatkan di panggung utama dan salah satu tenda dekat panggung, sejak hari pertama PBA, Kamis (19/10).
Sejumlah pengunjung, baik itu warga lokal dari dalam maupun luar Asmat, termasuk wisatawan nusantara dan mancanegara begitu antusias melihat ukiran-ukiran tersebut.
Bentuk ukiran yang dilelang dan dipamerkan dalam PBA tahun ini sangat bervariasi. Ada yang berbentuk tameng, patung orang, perahu, hiasan dinding, dan lainnya.
Sesuai rundown PBA 2017, lelang ukiran akan berlangsung 2 hari, mulai Senin (23/10) sore dan Selasa (24/10) pagi sampai acara penutupan.
Setiap ukiran akan dilelang oleh panitia lelang dengan menyebutkan nama ukiran dan harga awal, baru kemudian mempersilahkan para pengunjung yang tertarik untuk menawar.
Setiap ukiran akan dilelang oleh panitia lelang dengan menyebutkan nama ukiran dan harga awal, baru kemudian mempersilahkan para pengunjung yang tertarik untuk menawar.
Harga tertinggi sampai batas waktu yang ditentukan, itulah yang berhak mendapatkan ukiran tersebut.
Menurut Bupati Asmat Elisa Kambu, pameran dan lelang ukiran merupakan acara utama sekaligus daya tarik dari PBA.
“Khususnya lelang ukiran itu adalah acara andalan Pesta Budaya Asmat. Sporting event lainnya cuma sekadar acara tambahan, biar lebih menarik dan semarak,” pungkas Elisa Kambu orang nomor satu di negeri sejuta sungai, negeri hamparan lumpur dan rawa, serta negeri sejuta pengukir kayu ini.
Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)
Captions:
1. Duaratus ukiran terbaik Asmat yang akan dilelang dalam Pesta Budaya Asmat (PBA) 2017.
2. Seorang pengunjung menyaksikan aneka ukiran yang dilelang.
3. Yohanes Aman memamerkan salah satu ukirannya yang sudah dibeli pengunjung dari Jakarta dengan harga murah.
3. Yohanes Aman memamerkan salah satu ukirannya yang sudah dibeli pengunjung dari Jakarta dengan harga murah.
4. Beberapa perajin ukiran Asmat menjajakan ukirannya di salah satu hotel di Agats.
5. Salah satu patung ukiran yang lolos seleksi untuk dilelang di PBA ke-32.
6. Dua bocah serius melihat bermacam ukiran yang akan dilelang tahun ini.
8. Bupati Asmat Elisa Kambu (bertopi putih) hadir untuk membuka PBA 2017 di Lapangan Yos Sudarso, Distrik Agats, Kabupaten Asmat, Papua.
6. Dua bocah serius melihat bermacam ukiran yang akan dilelang tahun ini.
8. Bupati Asmat Elisa Kambu (bertopi putih) hadir untuk membuka PBA 2017 di Lapangan Yos Sudarso, Distrik Agats, Kabupaten Asmat, Papua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.