Sejumlah daerah di Indonesia banyak yang melirik sektor pariwisata, terutama mereka yang memiliki potensi alam dan budaya yang bisa diandalkan sebagai daya tarik untuk mendatangkan kunjungan wisatawan. Sayangnya masih banyak daerah yang belum memahami apa yang harus dilakukannya terlebih dahulu, agar sektor harapannya itu bisa menambah pundi-pundi PAD-nya.
Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Industri Pariwisata Kementerian Pariwisata (Kemenpar) Dadang Rizki Ratman menghimbau daerah yang ingin mengangkat sektor pariwisata harus terlebih dahulu mempersiapkan, membangun infrastruktur pariwisatanya, baru kemudian memperkenalkan beragam daya tariknya ke khalayak.
Point selanjutnya,pihak daerah harus bersinergi dengan kelembagaan terkait untuk mempercepat pembangunan infrastrukturnya. “Misalnya kalau jalan, jembatan, dermaga, pelabuhan, runway bandara, dan lainnya bisa bersinergi dengan Kementeri Perhubungan. Kalau ketersediaan air, pasokan listrik dan lainnya bisa berhubungan dengan BUMN terkait, dan seterusnya,” jelasnya.
“Pimpinan daerahnya harus yang pro aktif, menyampaikan peluang apa saja yang bisa diangkat dan hambatan apa saja yang bisa diminimalisir,” tambahnya.
Dengan kata lain pimpinan daerah beserta jajarannya harus serius dan kompak memajukan sektor pariwisatanya. “Kalau pimpinannya tidak serius, tidak resfek, bagaimana pariwisatanya bisa terangkat,” kata Dadang.
Menurut Dadang ketersediaan infratsruktur dapat mempermudah dan mempercepat kemajuan sebuah destinasi. “Contohnya setelah ada Tol Cipularang, membuat Kota Bandung dan sekitarnya dijejali wisatawan. Dan sekarang ini giliran Cirebon dengan adanya Tol Cipali,” ungkap Dadang.
Keberadaan infrastruktur memudahkan wisatawan berwisata ke sebuah destinasi. “Jika sudah banyak wisatawan yang datang, pasti ada permintaan ini, itu. Nah, dengan sendirinya investor akan tertarik menanamkan modalnya untuk membuat rumah makan, penginapan, objek wisata buatan, dan sebagainya,” terang Dadang.
Dalam membangun destinasi, lanjut Dadang sebiknya memakai konsep ketersedian 3A yakni Atraksi, Aksebilitas, dan Amenitas.
Petakan semua unsur 3A itu nanti akan ketahuan mana atrkasi atau daya tarik yang menonjol, apakah alam, budaya atau keduanya. Dtari situ juga ketahuan akses menuju ke desnitasi tersebut apakah lewat dara, laut, dan udara.
“Kalau runway bandaranya masih pendek, segera ajukan ke pengelola bandara tersebut untuk segera diperpanjang. Lalu dicek lagi progresnya, apakah ada perubahan atau tidak. Kalau belum terus usahakan agar bisa terwujud,” kata Dadang lagi.
Hal lain yang perlu diketahui daerah, berapa jumlah hotel dan kamar yang dimiliki. “Kalau masih kurang, perlu segera dibangun disesuaikan dengan kondisi destinasi tersebut,” ujarnya.
Jangan malas juga mencatat jumlah pengunjung atau wisatawan yang datang. “Catat dari mana saja asalnya, termasuk misalnya jumlah penumpang cruise yang singgah, dan tanyakan apa saja yang mereka harapkan agar mereka tertarik datang lagi,” ungkap Dadang.
Rakornas Kepariwisatan yang berlangsung 2 hari ini, akhirnya ditutup Menpar Arief Yahya dengan memberi pesan kepada Eselon 1-2-3-4 Kemenpar, Kadisparprov, asosiasi dan industri pariwisata, agar senantiasa mengalokasikan waktu berdasarkan prioritas. "Utamakan yang utama!" tegas Arief Yahya.
Ingat pula 3S (Solid, Speed dan Smart). Solid artinya kompak, Indonesia harus bersatu atau Indonesia incorporated. Siapa yang bersatu? "Ya academian, business, government, community, dan media, yang saya sebut segilima Pentahelix. Kelimaya harus menjadi subyek," tambah Arief Yahya.
Kalau Speed, yang dimaksud Kecepatan atau dalam implementasinya ke arah regulasinya. Bereskan aturan apa saya yang menghambat, yang membuat kita tak bisa berlari cepat. "Kalau ada aturan yang menghambat segera direvisi," imbaumya.
Sementara Smart itu cara terbaik untuk membuat korporasinya hebat, berani diadu, bisa bersaing, adalah benchmark.
Bandingkan dengan hal serupa di tempat lain, di negara lain. Bandingkan dengan para juara, di mana posisi kita? Perbaikilah dari situ, untuk menjadi jawara.
"Jawaban terhadap kita, adalah Go Digital! Dengan digital, kita bisa kalahkan semua, termasuk Malaysia dan Thailand," kata Arief Yahya.
Digital bisa menjadi senjata pamungkas. Mengapa? "Semakin digital, semakin personal! Semakin digital semakin profesional. Semakin digital semakin global. Hanya digital yang kita akan punya marketing intelijen yang kuat, dan tentu punya daya serang yang langsung ke smart phone semua orang," ungkap Arief Yahya lagi seraya menambahkan semua harus jelas, terukur, dan lebih kencang lari kinerjanya.
Naskah: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com)
Foto: adji & agung-Humas Kemenpar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.