Startup Pariwisata Lokal Bisa Juara Dilingkup Global, Begini Kiatnya
Sejumlah Startup di Tanah Air banyak yang melirik bidang pariwisata sebagai lahan bisnisnya. Para pendatang barunya pun terus bermunculan. Namun hanya segelintir yang punya nama dan itupun umumnya bermain dipenjualan open trip, booking, dan local guide. Lalu bagaimana caranya agar tourism startup ini bisa juara, bukan cuma dilingkup lokal tapi juga global.
Menurut Ketua Tim Percepatan Pembangunan 10 Destinasi Pariwisata Prioritas, Kementerian Pariwisata (Kemenpar) Hiramsyah S. Thaib, peluang startup khusus di bidang pariwisata atau tourism tech di Tanah Air masih sangat besar.
"Kue pasarnya masih sangat besar, belum lagi pasar-pasar baru yang bisa dibuat lewat startup ini," terangnya dalam diskusi Kolega Jejaring-Tourism Tech Meetup bertema “Apakah Pariwisata Lokal di Mata Startup Indonesia Sudah Maksimal?” yang digelar Kolega Coworking Space dan Indonesia Startup Founder (IDSF) di Kolega X MarkPlus, Jl. Prof. Dr. Satrio, Segitiga Emas, Kuningan, Jakarta, Sabtu (14/7/2018) siang.
Kata Hiramsyah sebagai narasumber (narsum) utama diskusi ini, potensi wisata yang dimiliki Indonesia sangatlah beragam di antaranya keindahan alam, udara, bahari, sejarah, budaya, dan kuliner. Namun, masih banyak potensi, masalah, dan lokasi wisata Indonesia yang belum dieksplor oleh para founder startup Indonesia.
Buat yang ingin membuat startup pariwisata, salah satunya bisa mencari semacam ‘bapak angkat’.
Soalnya banyak konvensional tour operator dan travel agent yang sangat tergagap-gagap menghadapi era digital.
“Mereka butuh kalian untuk berkolaborasi. Mereka sudah punya pasar, mereka tahu destinasi dan segala macam tapi mereka tak bisa bertransformasi dari konvensional ke era digital. Dan itu adalah dunia kalian. Nah, peluang itu mesti diambil, kerena kalau memulai semuanya dari nol, seperti mengikuti startup yang lain, akan ketinggalan. Sekarang sudah tahun 2018, sementara mereka (startup lama dan sukses) sudah memulainya sejak tahun 2008,” terang Hiramsyah.
Kata Hiramsyah, perlu melakukan quatum leap atau lompatan-lompatan besar dengan langkah dan strategi jitu.
“Salah satu cara rajin ketemu banyak orang atau pihak untuk minta dibukakan pintu,” tambahnya.
Jika ingin membuat startup pariwisata dari nol yang punya value dan sukses besar, harus dipikirkan bisnis model, positioning-nya, dan cari sebanyak mungkin mentor. “Karena dengan memiliki mentor akan mudah melakukan lompatan-lompatan besar itu,” imbaunya.
Startup itu, lanjut Hiramsyah selalu mulainya dari family and freinds atau orang-orang terdekat, kemudian baru berkembang ke cakupan yang lebih luas sampai meng-global.
“Kalau sudah lama bermain namun tak ada orang/pihak yang mau investasi, sebaiknya dicek apakah ada something wrong dengan strartup Anda, apakah itu bisnis modelnya atau positioning-nya,” jelas Hiramsyah.
Startup yang dibuat harus ada pasarnya, harus memenuhi apa yang dibutuhkan konsumen, dan harus tahu persis kemauan konsumen.
“Intinya harus bikin sesuatu yang kita yakin pasti laku kerena ada pasarnya, mengikuti perkembangan zaman, dan gaya hidup/selera konsumen,” terangnya.
Salah satu yang bisa dijual di startup pariwisata, sambung Hiramsyah adalah atraksi.
“Cuma problemnya, kita kekurangan atraksi, khususnya atraksi yang dikelola dan dikemas secara baik sesuai maunya konsumen,” ungkapnya.
Kata Hiramsyah lagi, jangan sekali-kali memaksakan kehendak.
Misalnya sudah tahu konsumennya orang Jawa yang tidak suka maskan pedas, eh dikasih rendang yang paling enak tapi pedas. Atau sudah tau konsumenmya orang Padang, malah disajikan gudeg yang paling enak tapi manis minta ampun.
“Jadi harus tahu persis kemauan konsumen. Kalau mau berbisnis, suka tidak suka harus pahami pasar/pembeli/konsumennya. Jangan sekali-kali memaksakan kehendak,” imbau Hiramsyah.
Pengelola startup pariwisata juga harus memenuhi dengan segera kemauan wisatawan yang beragam.
Ketika ada wisatawan yang ingin berwisata one stop traveling dengan dana misalnya Rp 5 juta dan waktunya cuma 2 hari misalnya, pengelola startup harus segera memenuhi permintaan itu, sebab sekarang tren orang berwisata itu cari kemudahan, cepat, dan praktis.
“Oh kalau dana segitu selama 2 hari bisa ke Labuan Bajo, kalau 3 hari bisa ke Belitung, tersedia paketnya dan ada pilihannya,” tambah Hiramsyah.
Dalam kesempatan itu Hiramsyah tak lupa memaparkan profil pariwisata Indonesia berikut sejumlah prestasi yang sudah dicapai Kemenpar beserta target-target yang akan digapai.
Diskusi yang diikuti sekitar 200 peserta ini juga menghadirkan 2 narsum lainnya, Edo Rinaldo-Project Director Wonderful Startup Academy dan Keke Genio selaku Cofounder Lokapoin.
Menurut Edo hal terpenting dalam membuat startup pariwisata pengelolanya harus profesional, punya produktivitas tinggi sebab bagaimanapun ujung-ujungnya bisnis, dan harus kreatif serta memanfaatkan peluang atau opportunities yang ada.
“Di tahap awal, bisa sambil kerja sekalian mencari investor maupun konsumen. Jadi harus dijalani atau terjun dulu, dan jangan terlalu ideal. Nanti ketika bisnisnya jalan, orang akan berlomba-lomba datang untuk berinvestasi,” terangnya.
Opportunity disini misalnya, pemeritah dalam hal ini Kemenpar sudah punya 100 festival berskala nasional. “Nah opportunity itu harus dimanfaatkan. Nggak perlu bikin event sendiri,” tambahnya.
Satu lagi, lanjut Edo harus konsisten dan memiliki keunikan tersendiri dibanding startup pariwisata lain yang sudah lebih dulu ada.
“Misalnya kalau open trip ya harus fokus seqment-nya atau prioritas destinasinya, dan positioning-nya harus ditonjolkan,” terangnya.
Kata Edo, startup pariwisata yang ada saat ini umumnya hanya menyediakan open trip, booking, dan local guide.
“Padahal bisa juga handmade, transportasi dan lainnya yang masih bagian dari pariwisata. Kalau pun open trip, bisa antara lain ke spot-spot unik dan jarang seperti geo tour atau wisata ke geopark, bisa juga ke objek-objek nomadic tourism seperti menikmati glamping atau glamour camping, dan lainnya,” tambahnya.
Setelah memiliki semua itu, lanjut Edo jangan lupa memasarkannya dengan mendatangi market yang ada. “Harus jemput bola kalau sudah tahu ada seqment-nya,” tambahnya.
Hal senada juga diungkapkan Keke Geneo. Dia memberi contoh startup yang dikelolanya juga membuat paket-paket trip yang boleh dibilang unik, bukan ke objek-objek wisata yang sudah populer.
“Kami menjual paket-paket local experiences seperti bertani, belajar pencak silat, bikin gula aren, dan lainnya di tempatnya langsung. Dan ternyata itu disukai lebih dari 200 bule wisman,” ungkap Keke.
Inapnya pun, sambung Keke di homestay atau rumah milik warga, bukan hotel.
“Kita sampai bikin platform yang memuat local accomodation sekaligus mengedukasi pemilik homestay agar menerapkan hospitality standart yang wisman mau,” akunya.
Keke memberi contoh di Gunung Karembi wilayah Kabupaten Bandung, di dalamnya ada Desa Cigumentong.
“Nah, kita mengeksplor kegiatan dengan memanfaatkan local content yang ada di hutan dan desa itu,” terangnya.
Di ujung diskusi, Hiramsyah menambahkan bahwa diskusi tentang startup pariwisata yang pertama kali ini masih bersifat umum.
“Diskusi-diskusi berikutnya harus lebih fokus lagi, seperti membicarakan bisnis model startup-nya, pembiayaan, dan lain-lain di venue Kolega yang ruangannya lebih luas agar bisa menampung lebih banyak lagi peserta,” pungkasnya.
Kalau mau tahu suasana awal diskusi ini, bisa lihat video instagram (vidgram)-nya yang TravelPlus Indonesia buat, lalu di-posting di akun Instagram (IG) @adjitropis.
Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)
Captions:
1. Ketua Tim Percepatan Pembangunan 10 Destinasi Pariwisata Prioritas, Kementerian Pariwisata (Kemenpar) Hiramsyah S. Thaib menjelaskan kiat membuat startup pariwisata.
2. Sekitar 200 peserta diskusi Kolega Jejaring-Tourism Tech Meetup di Kolega X MarkPlus.
3. Hiramsyah juga memaparkan profil pariwisata nasional berikut prestasi Kemenpar serta target yang akan dicapai.
4. Beberapa peserta berfoto bersama para narasumber
4. Beberapa peserta berfoto bersama para narasumber
0 komentar:
Posting Komentar