Dalang Bule Ini Bikin Workshop Semarak Wayang Pesona Indonesia Kian Berwarna
“Ini Anoman. Dia tokoh yang baik dan selalu mengalahkan tokoh jahat. Nah kalau yang ini si Buto, raksasa yang sangat jahat, tapi berhasil dikalahkan Anoman,” begitu kata Gaura sambil berteriak huahahaha…, menirukan suara seperti raksasa. “Horeeee..., hidup Anoman,” balas para pelajar secara serempak dan spontan usai mendengarkan penjelasan dalang bule sekaligus budayawan berdarah Australia itu.
Itulah sepenggal suasana Workshop Dalang yang menjadi salah satu rangkaian acara Semarak Wayang Pesona Indonesia (SWPI) 2017 yang digelar Kementerian Pariwisata (Kemenpar) di pelataran Tugu API, TMII, Jakarta, Jumat (24/3).
Dalang bernama lengkap Gaura Mancacaritadipura tampil untuk kali pertama di SWPI kedua ini.
Kehadirannya harus diakui memberi warna baru bagi even budaya yang digelar untuk melestarikan kesenian tradisional khususnya wayang, sekaligus mempromosikan branding Pesona Indonesia dan tentunya menjaring wisatawan baik lokal maupun nusantara ini.
Sewaktu tampil mendalang, pria tua yang tetap bersemangat ini mengenakan pakaian adat Jawa lengkap dengan blangkon dan sebilah keris. Dia pun membawa seperangkat Wayang Kulit sendiri.
“Selamat sore adik-adik. Saya memang bule tapi saya sudah 40 tahun di Indonesia dan sudah WNI,” sapanya dalam Bahasa Indonesia yang fasih dan sangat lancar sambil berteriak ‘Merdeka, lalu disambut para pelajar dengan pekikan ‘Merdeka’ juga.
Gaura mengaku belajar Wayang Kulit dan mendalang selama 8 tahun di Kampung Makassar, Halim, Jakarta Timur.
“Jenis wayang itu ada puluhan, sekitar 60 jenis tapi sebagian besar terbagi atas Wayang Kulit dan Wayang Golek,” ungkapnya.
Kalau Wayang Kulit, lanjut Gaura, terbuat dari kulit kerbau. “Dalangnya di depan layar kain putih dan menggunakan lampu,” tambahnya.
Tokoh-tokoh wayang itu ada banyak. “Nah deretan Wayang Golek sebelah kanan itu adalah tokoh-tokoh baik, sedangkan di deretan kiri itu tokoh-tokoh wayang yang jahat,” beber Gaura sambil menunjuk ke barisan Wayang Golek Sunda di depan panggung.
“Inti pelajaran dari lakon yang dibawakan dalang itu supaya penontonnya menjadi orang yang baik, bukan menjadi orang jahat. Oleh karena itu tokoh yang jahat selalu dikalahkan oleh tokoh yang baik. Itupun berlaku di kehidupan nyata sehari-hari,” terang Gaura.
Dulu Wayang Kulit Jawa ditampilkan semalam suntuk. Biasanya dimulai dari pukul 8 malam sampai jelang Subuh. Selain dalang, ada pengiring musiknya yakni para pemain gamelan, gong dan lainnya serta penyanyi perempuan yang biasa disebut sinden, dan terkadang ada juga penynayi prianya.
“Sebelum TV dan media hiburan bermunculan, orang-orang betah dan asyik nonton wayang sampai semalam suntuk. Tapi sekarang karena banyak media hiburan lain, orang-orang lebih senang nonton wayang yang singkat,” aku Gaura.
Selepas menerangkan seputar wayang, Gaura pun meminta beberapa pelajar tampil ke depan untuk belajar bagaimana memegang dan memainkan Wayang Kulit Jawa.
Di seqmen berikutnya, Gaura menjelaskan tentang keris yang kerap dipakai oleh pedalang. Dia pun mempraktekan bagaimana cara memegang keris, mencopotnya lalu memasukannya kembali ke sarungnya. Beberapa pelajar pun tampil ke depan untuk mempraktekannya.
“Aku senang banget bisa pegang keris. Tadi pas pegang rasanya ngeri juga,” aku siswa kelas 1 SMP 221, Sunter, Jakarta Utara yang biasa disapa Jepang oleh teman-temannya karena wajahnya memang mirip orang Jepang ketimbang Indonesia.
Sementara rekan satu sekolahnya yang bernama Kanza, juga mengaku senang mengikuti workshop dalang ini karena menambah wawasan. “Apalagi dalangnya orang bule, rasanya memacu kita yang orang Indonesia untuk belajar lebih serius soal wayang,” aku Kanza yang memang suka nonton wayang secara live bersama ayahnya di TMII.
Yorin Ahmana, Guru SMP 221 yang mendampingi puluhan muridnya mengikuti workshop dalam di SWPI 2017 ini mengaku acara ini luar biasa manfaatnya.
“Siswa-siswi bisa langsung melihat dan mempraktekan bagaimana memaiankan wayang yang benar dari dalang-dalang yang sudah profesional dan sering tampil di mana-mana,” aku Yorin seraya menghimbau agar acara ini dipertahankan dan kalau bisa frekuensinya ditambah jangan satu kali setahun serta digelar di berbagai tempat secara bergantian.
Sebelum mengakhir penampilannya, Gaura sempat melantunkan lagu jawa. Kefasihannya berbahasa Jawa lagi-lagi membuat para pejajar, guru pendamping dan beberapa orang tua yang ikut menonton terkagum-kagum.
“Waduh, saya aja yang wong jowo, ora iso nyanyi itu,” kata seorang ibu yang terheran-heran sambil tertawa melihat Gaura menyanyikan lagu tersebut dengan gaya nyinden.
Selain Gaura, nara sumber pemberi materi Workshop Dalang dalam SWPI 2017 lainnya juga berhasil memberi warna tersendiri lewat cara dan karakter masing-masing.
Pertama tampil Dalang Yudhi dan Dalang Bayu (anak muda) memperkenalkan tentang Wayang Golek Sunda. Kemudian Dalang Dian Pradita Kusuma (juga anak muda) yang menyajikan Wayang Kulit.
Kehebohan lebih terasa saat dalang cilik Aming yang masih berusia 11 tahun tampil menunjukkan kebolehannya memainkan Wayang Golek singkat berlakon Begalan Olej. Aksi dalang asal Banten ini bikin para pelajar terpesona.
Lebih heboh lagi ketika artis cilik Neng Antiq, putri bungsu Ki Dalang Wawan Ajen yang masih berusia 6 tahun, tampil menyanyikan dua lagu berirama pop Sunda berjudul Karedok Leunca dan Themes Song Pesona Indonesia. Gayanya yang centil berhasil membuat seluruh pelajar ikut berdiri dan bernyanyi bersama.
Diujung acara, setelah memberikan sertifikat kepada seluruh narasumber serta para guru pendamping siswa-siswi yang mengikuti workshop dalang SWPI 2017, Kepala Bidang Promosi Wisata Budaya, Kemenpar Wawan Gunawan mengingatkan kepada para pelajar untuk mencintai budaya Indonesia.
“Kalau kita semakin mencintai budaya Indonesia seperti wayang dan lainnya, dengan melestarikan dan mengembangkannya, Insya Allah akan mensejahterakan nantinya,” tutup Wawan.
Berdasarkan pantauan TravelPlus Indonesia, SWPI 2017 yang diorganisir Inke Marris Associates (IMA) untuk kali kedua ini, cukup berhasil memikat perhatian pengunjung terutama para pelajar yang menjadi peserta Workshop Dalang.
Ke depan, perlu dicari terobosan-terobosan baru agar SWPI tampil makin menarik dengan warna baru, dan tak lupa melibatkan lebih banyak lagi pelajar dari berbagai sekolah, termasuk komunitas anak muda di kota setempat.
Naskah & foto: adji kurniawan (kembaratropis@yahoo.com, ig: @adjitropis)
0 komentar:
Posting Komentar